Beberapa
waktu lalu, ada sebuah ucapan yang kemudian memunculkan polemik yang lumayan
hangat baik diluar maupun didalam bumi Massenrempulu. Ucapan yang kemudian
melahirkan tanya tentang “apakah nilai-nilai Pancasila sudah membumi dan
berakar di masyarakat Enrekang?”. Wajar jika pertanyaan tersebut muncul karena
Muslimin Bando selaku incumbent
mengeluarkan ucap,“yang memilih Kotak
Kosong adalah bukan pancasilais”. Bagaimana mungkin, perkataan seperti itu
keluar dari mulut seorang yang sampai sekarang dikenal paling berpengaruh di
seantaro Enrekang, jika memang betul-betul memaknai interpretasi 5 sila dari
Pancasila. Dan kemudian dihubungkan dengan konsepsi demokrasi. Sudah menjadi
pemahaman umum, ketika berbicara demokrasi berarti salah satu rujukan adalah
keyakinan dari Abraham Lincoln,”democracy
as government of the pople, by the people, for the people.” Artinya, dalam
system demokrasi, berbagai dimensi yang termuat dalam demokrasi terletak pada
kedaulatan rakyat – “sovereignty society” –, rakyat adalah segala-galanya,
termasuk memilih dan menentukan pemimpinnya. Tuntutan paling utama dalam sistem
demokrasi, hak politik (political right)
dan hak ekonomi (economical right)
menjadi dasar dari jalannya roda-roda demokrasi, dan suatu keharusan untuk
menjalankannya siapapun itu. Tentunya, Pancasila sebagai falsafah dan pandangan
hidup serta dasar negara, tidak bertolak belakang dengan hak politik dan hak
ekonomi yang diusung oleh demokrasi konteks kekinian.
Namun
hal yang patut di persoalkan, ketika ada individu-individu atau kelompok yang
mencoba menarik Pancasila menjadi bagian dari instrument politik (political tool) untuk melancarkan dan
memuluskan kepentingan politik. Perlu diketahui bahwa Pancasila itu memuat
nilai-nilai luhur, salah satunya adalah kebebasan bagi setiap manusia
Indonesia, dalam menentukan pilihan khususnya pilihan politik. Dimana,
demokrasi baik dari segi konsepsi maupun praktek sangat menjunjung kebebasan (Freedom) sebagaimana perkataan Rizal
Mallarangeng dalam karyanya “Dari Langit” bahwa, “batas kebebasan individu
adalah kebebasan individu lainnya”. Sedangkan di “Negara Paripurna” karya Yudi
Latif, mengatakan bahwa lahirnya Pancasila adalah melepaskan manusia Indonesia
dari berbagai macam diskriminasi seperti segala bentuk ketidakadilan dan
keterkungkungan secara ekonomi. Artinya, pancasila bukan hanya ditujukan pada
penjajah yang merebut kebebasan rakyat Indonesia dahulu kala, tetapi pancasila
itu adalah pembebasan yang berlaku “universal”. Melepaskan masyarakat Indonesia
dalam lingkaran keterpaksaan dan manipulasi-manipulasi penyesatan, salah
satunya dalam lingkaran setan – “politik”. Sehingga menggunakan Pancasila dalam
sebuah ucapan yang kemudian secara implisit maupun eksplisit menciderai
keagungan dari Pancasila itu sendiri, bisa dikatakan sungguh sangat
disayangkan. Disisi lain, Pancasila dan demokrasi adalah satu kesatuan, dimana
demokrasi adalah bagian dari Pancasila, yang salah satu amanatnya adalah
kebebasan setiap individu khususnya dalam arena politik (political ring). Kebebasan menentukan pilihan politik (political choice) dalam perhelatan
demokrasi, yang menuntut bahwa siapapun harus menghargai setiap keputusan
individu, selama itu tidak menciderai nilai-nilai Pancasila.
Mencoba
untuk mendiskusikan “yang memilih Kotak Kosong adalah bukan pancasilais”.
Misalnya si “A” lebih memilih “Kotak
Kosong” sebagai pilihan yang paling tepat dan benar baginya, mungkin saja si “A” adalah seorang profesor yang
sudah mengenyam dan melahab muatan-muatan dari Pancasila itu sendiri. Jika
merujuk pada statement “bukan pancasilais”, berarti si professor tidak pancasilais yang secara tidak langsung sudah
menghianati Pancasila karena tidak memilih yang bukan Kotak Kosong. Tentu saja
tidak, karena si “A” saking pahamnya tentang nilai-nilai
Pancasila itu sendiri, makanya berani melawan arus untuk tidak menentukan
pilihannya kepada kandidat yang ada, malah memilih Kotak Kosong. Apalagi secara
hukum, Kotak Kosong disahkan dan diperbolehkan untuk dipilih oleh segenap
masyarakat yang tidak sepakat atau tidak melegitimasi satu-satunya kandidat
yang muncul di kotak sebelahnya Kotak Kosong. Itu sudah termuat dalam UU Nomor
10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti UU No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota. Terkait dengan Pasangan Tunggal dan Kotak Kosong
terdapat dalam pasal 54C. Dengan adalanya legalitas secara hukum, maka secara
langsung Kotak Kosong tidak bertolak belakang dengan Pancasila. Menandakan
bahwa para pemilih Kotak Kosong, bagaimanapun, selama tetap pada koridor
nilai-nilai Pancasila, meraka adalah bagian dari Pancasila dan tetap memegang
teguh manifesto dari prinsip-prinsip dasar Pancasila.
Oleh
karena itu, re-vitalisasi pemahaman nilai-nilai prinsipal Pancasila dan esensi
dari konsepsi demokrasi itu sendiri butuh digalakkan di bumi Massenrempulu. Hal
itu sangat-sangat dibutuhakan karena pemimpin saja masih melakukan
mis-interpretasi dari Pancasila itu sendiri, sehingga gerakan membumikan
nilai-nilai Pancasila menjadi hal yang sangat mendesak untuk menopang kehidupan
yang lebih baik, khususnya dalam pendewasaan berpolitik. Atau jika memungkinkan
membentuk unit khusus seperti UKP-PIP (Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi
Pancasila), di Enrekang, sebagai penyambung lidah dan pelaksana dari penyebaran
ideologi Pancasila ke tengah-tengah masyarakat. Selain itu, penguatan pemahaman
Pancasila dan konsepsi demokrasi menjadi keharusan dilaksanakan dan dijalankan
mulai tingkatan SD sampai SMA. Hal ini perlu dilakukan karena pengalaman
pribadi ketika masih perkutat di dunia Pendidikan di daerah, sebagaian besar
pengetahuan tentang Pancasila hanya sebatas hafalan atau memorizing. Miskin
internalisasi dan eksternalisasi dari amanat Pancasila untuk di aplikasikan di
tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, sugguh terasa dikala itu. Untuk itu,
semestinya mata pelajaran PKN atau yang dulunya dikenal PPKN, bisa diajarkan
oleh sekolah dan guru bukan hanya sebatas konsepsi belaka dan kering akan
aktualisasi (poor personality and
character building). Salah satu caranya adalah kembali mengingatkan kepada
segenap guru (pahlawan tanpa tanda jasa) untuk memperkuat pemahaman Pancasila
dan aktulisasinya dalam kehidupan pendidikan dan kehidupan bermasyarakat.
Semoga tulisan ini, dapat menjadi refleksi buat Incumbent yang berpasangan dengan Asman, menyadari bahwa pemahaman
Pancasila dan konsepsi demokrasi benar-benar dibutuhkan baik dalam menjalankan
pemerintahan, berinteraksi dengan masyarakat, maupun memperkuat Pancasila di
rakyat Maspul dari Pemerintah itu penting. Terakhir, menjadikan Pancasila
sebagai instrument dalam proses pesta demokrasi, “Tidaklah Bijak”.
[1]
Pernah dimuat di media online edunews.id: https://www.edunews.id/literasi/opini/pancasila-bukanlah-alat-kepentingan-politik/
0 komentar:
Post a Comment