Rabu, 30 Januari 2017, waktu
dimana pasangan cabup dan cawagup – “Muslimin Bando-Asman” – melakukan
deklarasi di lapangan Batili, Enrekang. Pada waktu itu, lapangan bola Baitili
dibanjiri masyarakat Massenrempulu yang tergabung dari 12 kecamatan,
diantaranya Enrekang, Cendana, Maiwa, Anggeraja, Alla, Curio, Malua, Baraka,
Buntu Batu, Baroko, Masalle dan Bungin. Nampak jelas MBA (Muslimin Bando-Asman)
mengenakan seragam butih-buram, dan kopiah hitam sebagai simbol orang
Muhammadiyah. Setelah petahana sebagai cabup mengumandangkan orasinya, disusul
demonstrasi cawagupnya yaitu Asman. Sebuah demonstrasi yang menampakkan dengan
jelas benderang akan sosok anak muda lantang dan berani berbicara di depan
masyarakat yang tinggal di ribuan gugusan gunung-bukit – “Massenrempulu”,
artinya adalah daerah pegunungan, dimana masyarakatnya menjalani kehidupan di
atas dan di lereng-lereng gunung. Memang daerah Massenrempulu memiliki geografi
pegunungan, tetapi si Ammak, nama sapaan Asman, berasal dari
desa pedalaman dan terpencilnya Enrekang, yaitu Latimojong. Desa Latimojong,
dipastikan tidak asing lagi khususnya bagi para pecinta dan penikmat alam,
karena puncak Mario dengan ketinggian 3.478 Mdpl adalah salah satu dari 7 (tujuh) rentetan gunung yang hampir sama
tingginya di antara wilayah Enrekang, Tator dan Luwu, merupakan gunung
tertinggi di pulau Sulawesi dan berlokasi di Desa Latimojong.
Anak Gunung
Asman dalam demonstrasinya
mengatakan, “saya adalah anak gunung, anak kampung”. Memang pada kenyataannya mayoritas
masyarakat Enrekang adalah manusia lereng gunung, tapi maksud dari kalimat
tersebut lebih kepada seorang anak gunung yang paling pedalaman di Enrekang.
Dia dilahirkan pada 5 Juli 1980 dan dibesarkan di Rante Lemo, ibu kota desa
Latimojong dari pasangan Hanik dan Jabbari. Asman biasanya memanggil nama
ibunya “indok” dan bapaknya “ambek”, bahasa daerah yang masih
populer digunakan di kalangan masyarakat Enrekang khususnya yang tinggal di
pedalaman. Orang tuanya adalah bukan berlatar belakang pendidikan yang mapan,
tetapi petani tulen yang kesehariannya berjuang di kebun, pagi sampai sore
bahkan tinggal dikebun di malam hari demi memenuhi kebutuhan dapur dan
pendidikan anak-anaknya. Bahkan sampai sekarang, orangtuanya yang sudah menua
dengan kulit keriput dan rambut memutih masih semangat ke kebun bukan karena
persoalan uang lagi tetapi karena masyarakat latimojong di tinjau dari
perspektif social-cultural, spirit
bertaninya tetap hidup meski sudah lanjut usia. Patut kiranya sangat
diapresiasi dengan semangat orangtuanya untuk mendukung penuh pendidikan
anak-anaknya, salah satunya adalah Asman. Asman sendiri tumbuh dan besar di
Latimojong sampai menyelesaikan pendidikan dasar di SD 77 Rante Lemo di 1994.
Keseharian Asman ketika masih
kecil di kampung dan saat pulang kampung ketika waktu libur sekolah, tidak lain
dan tidak bukan, pergi ke kebun, entah itu memetik buah kopi ketika musim kopi
dan membabat rumput. Dan untuk sampai ke kebun dari rumahnya, harus menempuh
ratusan meter, bahkan berkilometer dengan nyeker
atau lumingka – “itulah realitas
jarak antara rumahnya dengan kebun”. Asman yang tinggal di daerah yang jauh
dari kehidupan modern (dahulu kala), dan dengan aktivitas seperti itu, secara
tidak langsung telah mengajarinya menjadi manusia tangguh (formidable person) baik secara fisik maupun kerja keras. Paska SD,
dia memutuskan untuk hijrah melanjutkan pendidikannya tingkat lanjut pertama di
SLTPN 2 Baraka, (lulus di 1996) dan tingkat dua di SMK YAKSAPEKA Kalosi,( lulus
di 2000), kemudian lanjut kuliah di STIEM Bongayya Makassar dengan konsentrasi
manajemen, (lulus 2007). Jadi, semenjak lulus sekolah dasar, Asman tidak
tinggal lagi bersama orang tua dan memutuskan mengadu nasib di luar kampung. Dia
terus semangat untuk berproses di bangku pendidikan sampai mendapatkan gelar
Sarjana, meski dengan keterbatasan bantuan financial
dari orang tua.
Berasal Murni Dari Basis Organisasi
Asman “saat ini” tidak lepas
dari proses perjalanan hidup yang dia lalui dan lewati mulai dari kampung
pedalaman sampai menjadi cagub Enrekang periode 2018-2023. Tentunya untuk
menjadi manusia tangguh khususnya di dunia politik, dalam konteks kemahasiswaan
dan keindonesiaan, pastinya sudah pernah di tempa, digembleng dan digodok dalam
sebuah organisasi yang bagaikan “candradimuka”. Sebagaimana dalam aksinya pada
30 Januari 2017, menyampaikan di depan ribuan manusia Massenrempulu bahwa, “saya, buka berlatar belakang dari pejabat,
bukan dari teknokrat, bukan dari pengusaha, tetapi murni lahir dari basis
organisasi mulai dari masa mahasiswa sampai setelah mahasiswa”. Di dunia
kampus, asman dikenal sebagai mahasiswa yang pro-aktif dan organisatoris,
dengan aktif dibeberapa organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Pertama, organisasi ekstra kampus, aktif
di HMI yang dikenal sebagai organisasi mahasiswa tertua dan terbesar di
Indonesia, yang fokus mencetak dan melahirkan calon-colon pemimpin bangsa
dengan tuntutan harus menguasai wawasan tri-komitmen HMI (Keislaman, Keintelektualan
dan Keindonesian) dan aktif di HPMM yang juga fokus pada perkaderan dan
mencetak pemimpin masa depan, serta nilai plusnya menumbuhkan rasa cinta dan
kepemilikan terhadap daerah Massenrempulu. Kedua,
organisasi intra-kampus, HMJM (Himpunan Mahasiswa Jurusan Menajemen) fokus pada
perkaderan dan peningkatan kualitas disiplin ilmu, dalam hal ini manajemen, dan
UKM LPM (Unit Kegiatan Mahasiswa Lembaga Pers Mahasiswa) kemudian lanjut
tingkat nasional sebagai Ketua Dewan Etik PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa
Indonesia). Bukan hanya sampai disitu, Asman juga menjabat sebagai Ketua Umum
KNPI Enrekang periode 2015-2018 yang semakin membuktikan bahwa jiwa
organisatoris dan leadership ada pada
dirinya.
Asman yang dikenal sebagai
“anak petani”, telah ditakdirakan memiliki garis tangan untuk dibentuk dan
dicetak jadi pemimpin, selain proses perjalanan panjangnya dari kampung ke kota
Makassar, juga yang paling berpengaruh adalah prosesnya selama jadi mahasiswa. Akumulasi
“keberanian” dan proses “dididik-mendidik”
yang dilalui di beberapa organisasi perkaderan mengantarkannya menjadi manusia
yang “persisten dan focus” untuk
bergerak, sebagaimana yang dikatakan Sofyan Syamsuniar, senior Asman.
Perjalanan-perjalanan tersebutlah yang kemudian menjadi bagian terbesar mendorong,
menumbuhkan dan memperkuat niatnya membangun Enrekang menjadi lebih baik.
Akhirnya, pada pemilihan legislatif 2014, dia memutuskan kembali ke daerah dan
maju sebagai calon legislatif dari partai Nasdem, dan berhasil menjabat di DPRD
Enrekang periode 2014-2019. Hal yang perlu dicatat, dalam sejarah manusia anak
kaki gunung Latimojong, Asman-lah yang pertama kali lolos menjadi bagian dari
DPRD Enrekang. Terkait dengan kontribusinya selama menjabat di legislatif,
tidak diragukan lagi terkait kontribusinya memajukan desa latimojong. Dimana
jalanan yang dulunya penuh dengan lumpur dan berlubang, sekarang sudah
berkurang, dulunya masyarakat yang keluar dari desa dan menuju desa lain atau
ibu kota kecamatan butuh waktu diatas 3 jam bahkan bisa bermalam dijalanan,
sekarang hanya butuh 2-3 jam. Berkat perbaikan jalan yang signifikan selama
Asman duduk di legislatif, memberikan dampak yang drastis pada peningkatan
ekonomi masyarakat Latimojong.
Mampukah?
Untuk itu, Asman yang dikenal
sebagai anak gunung memiliki wawasan pengetahuan luas dan pengalaman berharga
baik di organisasi maupun di legislatif mempunyai potensi menjadi “katalisator”
Muslimin Bando. Artinya, jiwa muda dan semangat juang tinggi dalam diri Asman
mampu menjadi pelengkap dari kekuarangan-kekurangan yang ada dalam diri
Muslimin Bando yang sudah lanjut usia. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa
selama pemerintahan Muslimin Bando-Amiruddin, program-program pemerintah yang
mencita-citakan EMAS (Enrekang Maju, Aman, dan Sejahtera), belum berjalan dengan
maksimal. Harapannya, GERBANG EMAS (Gerakan Pembangunan Enrekang Maju, Aman,
dan Sejahtera) sebagai tagline dan
menjadi representasi dari program-program pemerintahan Muslimin Bando-Asman
nantinya, jika mampu mengalahkan kotak kosong, dapat menciptakan
lompatan-lompatan besar untuk Enrekang yang lebih bertaring di semua sektor.
Pertanyaan yang kemudian muncul, apakah Asman mampu menjadi katalisator
Muslimin Bando?, dan apakah Asman sebagai kaum muda akan memiliki ruang yang
lebih luas dalam mengaktualisasikan ide-ide pembaharuan dan kemajuan baik “dalam tata kelola pemerintahan” maupun
disektor lain daripada yang dimiliki Amiruddin?.
0 komentar:
Post a Comment