K.O.T.A.K K.O.S.O.N.G, istilah ini menjadi populer dua
tahun terakhir ini di Indonesia sejak diberlakukannya pemilihan serentak
ditingkatan daerah (provensi, kabupaten dan kota). Mau tidak mau, harus diakui
bahwa lahir dan hidupnya Kotak Kosong dalam pemilihan umum adalah sebuah
fenomena demokrasi yang tidak dapat dielakkan di Tanah Air. Di pemilihan
serantak di 2017, sebanyak 9 calon kepala daerah yang melawan Kotak Kosong, dan
jumlah tersebut meningkat pada pemilihan serentak tahun ini dengan 13
kabupaten/ kota yang hanya memiliki satu kandidat kepada daerah. Fenomena
tersebut menjadi objek perdebatan yang sengit di kalangan masyarakat Indonesia
khususnya dikalangan masyarakat Massenrempulu atas “Munculnya Kotak Kosong di
Pemilu Enrekang”. Generasi Muda Massenrempulu
yang tergabung dalam Group WA, telah terbagi dua antara kelompok pro dan kontra
atas fenomena baru yang lahir dalam sistem demokrasi modern. Tentunya
masing-masing diantara mereka memiliki persepsi sendiri sehingga menentukan
keberpihakan antara mendukung atau melawan eksisnya kotak kosong di Tana
Rigalla Tana Riabbusungi.
Namun, salah satu hal yang paling menarik untuk
didiskusikan dalam konteks ini adalah apa yang menjadi landasan utama atas
ketiadaan tokoh-tokoh Massenrempulu berani
untuk maju dalam kontestasi atau vis-to-vis
dengan Muslimin Bando – incumbent – “didampingi
Asman sebagai wakilnya. Berdasarkan percakapan di Group WA Generasi Baru Maspul,
entah itu guyonan atau bukan, ternyata terdapat golongan yang menyayangkan dan
kecewa atas munculnya Kotak Kosong Vs
Muslimin-Asman, atau Muslimin-Asman
Vs Kotak Kosong. Padahal sebenarnya tokoh-tokoh Maspul dari waktu ke waktu semakin
meningkat baik dikalangan akademisi, politik maupun ekonomi. Ada yang
berpendapat bahwa “Nyali atau Keberanian” menjadi dasar untuk melangkah maju
kedepan. Misalnya, incumben yang dulunya seorang guru berani maju meskipun
kalah pada waktu pertama kali mengikuti Pemilu di 2008, dan maju lagi pada 2013
yang kemudian berhasil memenangkan pertarungan, bahkan fenomena di pemilu kali
ini Kotak Kosong telah berhasil dibuatnya. Masa!!! Massenrempulu yang dari waktu
ke waktu, tokoh-tokohnya semakin meningkat baik dari kalangan akademisi, ekonom
dan politikus yang tersebar di seantaro nusantara, masa tidak punya nyali.
Kira-kira seperti itu, yang kemudian sungguh disayangkan.
Bisa saja bukan karena persoalan “Nyali” tapi kalkulasi
politik, tidak memungkinkan para tokoh Maspul memberanikan diri untuk maju.
Sebuah kalkulasi yang memaksakan mereka untuk mengurungkan niat dalam merebut
dan mendapatkan kekuasaan. Pertama, mengasumsikan
petahana yang semakin kuat mendapat dukungan dari masyarakat atas kinerjanya
selama satu periode berjalan. Kedua,
mungkin juga karena persoalan cost-politic
yang kurang atau kalah jauh dari persiapan dana Muslimin-Asman. Ketiga, kader partai-partai politik di
Enrekang tidak ada yang memiliki kapasitas yang memumpuni untuk berkompetisi – “krisis kader”. Keempat, tidak adanya kendaraan politik yang mendukung mereka yang
sebelumnya memiliki niat bertarung. Poin terakhir ini yang menjadi pembahasan
sengit dikalangan Generasi Baru Maspul.
Ada beberapa diantara mereka yang menganggap bahwa tingginya mahar untuk
mendapatkan dukungan dari partai, sedangkan mayoritas partai telah merapatkan
barisan untuk mendukung petahana yang dianggap memiliki banyak dana, jadi
muncul pertanyaan apakah memang incumben telah memiliki dana yang tidak ber-digit.
Jika ditelisik lebih dalam lagi tentang pertanyaan yang
muncul diatas, apakah partai-partai lebih mengutamakan dana dibandingkan dengan
kualitas sebuah kandidat. Pastinya masih diragukan, karena bicara soal dasar
konsepsi politik adalah seni berpolitik – “the
art of politic”. Artinya, Muslimin-Asman telah berhasil memainkan seni
berpolitik yang jitu untuk menarik partai-partai diantaranya Golkar, PAN,
Nasdem, Gerindra, Demokrat, Hanura, dan PDIP untuk remain-ramai memberikan
dukungan kepada pasangan tersebut. Jadi, persepsi ini yang kemudian menjadi
kausal para tokoh-tokoh Maspul yang sebelumnya memiliki niatan untuk maju dalam
pertarungan telah kalah dalam menunjukkan taring bermanuvernya agar partai
politik dapat mengusung mereka. Sehingga beberapa kondisi-kondisi diatas telah mengantarkan
Pemilu di Enrekang hanya satu kandidat yang kemudian pada akhirnya K.O.T.A.K K.O.S.O.N.G muncul, yang
menandakan Petahana memiliki peluang yang sangat-sangat besar kembali melanjutkan
pemerintahan selama lima tahun ke depan, periode 2018-2023.
[1]Pernah
dimuat di media online edunews.id: https://www.edunews.id/literasi/opini/rasionalisasi-munculnya-kotak-kosong-di-pemilu-enrekang/
0 komentar:
Post a Comment