Presiden Jokowi mendorong negara yang
tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk memboikot produk-produk
Israel. Dorongan itu merupakan salah satu bentuk peningkatan dukungan OKI
terhadap kemerdekaan Palestina. Selain itu, ada lima hal lagi yang didorong
Jokowi untuk dilaksanakan negara-negara OKI. Pertama, penguatan dukungan politik demi menghidupkan kembali
proses perdamaian antara Palestina dan Israel. Kedua, pemenuhan kebutuhan yang mendesak. Ketiga, Jokowi mendorong meninjauan kembali keberadaan negara
kuarter dalam KTT OKI. Arahannya, Indonesia menginginkan bukan hanya empat
negara, melainkan lebih dari itu. Keempat,
Indonesia ingin KTT OKI meningkatkan tekanan kepada Dewan Kehormatan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk perlindungan bagi Palestina. Indonesia
juga mendorong KTT OKI untuk mendesak PBB menetapkan batas waktu pengakhiran
pendudukan Israel atas Palestina. Dan Kelima,
KTT OKI didorong untuk menolak secara tegas pembatasan akses beribadah bagi
umat Islam di Masjid Al-Aqsa serta tindakan Israel mengubah status quo dan
demografis Al-Quds Al-Sharif.
Indonesia dibawah pemerintahan Joko
Widodo (Jokowi) semakin menunjukkan taji-nya
dalam konstelasi politik Internasional. Ditandai dengan pemerintahan saat
ini, sudah mulai menonjolkan diri dalam membangun eksistensi peran dalam dunia
Internasional, salah satunya menyoal kompleksitas persoalan yang menimpa
Palestina. Bisa dilihat dari langkah-langkah strategis baik yang sudah maupun
yang akan dilakukan pemerintah terhadap problematika Palestina. Diantaranya: pertama, Presiden Joko Widodo telah
menyampaikan statement yang menjadi
representasi kembalinya Indonesia menegaskan untuk mendukung penuh kemerdekaan
Palestina di sela-sela pertemuan ASEAN+US Summit Reatreat I di California pada
16-17 Maret 2016; Kedua, manefestasi
dari pernyataan Jokowi tersebut dengan bersedianya Indonesia menjadi tuan rumah
Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerjasama Islam (KTT OKI) yang bersifat
Extra Ordinary, yang akan fokus membahas Palestina dan Al-Quds Al-Syarif; Ketiga, Jokowi juga menyampaikan akan
melakukan pembukaan Konsulat Kehormatan RI di Ramallah Palestina.
Kebijakan yang diambil Jokowi menjadi
bukti kuat bahwa dari pemerintahan ke pemerintahan Indonesia, salah satu arah
Politik Luar Negeri RI adalah mendukung dan membantu Palestina menjadi negara
merdeka dan berdaulat penuh. Ini sudah menjadi keharusan dalam menindaklanjuti
utang sejarah yang belum lunas. Palestina beserta negara-negara lain di belahan
Timur Tengah menjadi bagian sejarah tak terlupakan
dalam mendukung dan mengakui Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat. Bahkan
telah tercatat dalam sejarah bahwa Palestina sudah memberikan dukungan atas
kemerdekaan Indonesia sebelum tahun 1945. Selain atas nama panggilan sejarah,
sudah termaktub secara jelas dalam Pembukaan UUD 1945 di alinea pertama dan
keempat sebagai acuan konsepsi penentu arah Polugri RI yang berbunyi “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak
segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan
peri-keadilan...ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...”. Muatan konsepsi
tersebut secara otomatis sangat kontradiksi dengan persoalan-persoalan yang
dialami Palestina.
Dikotomi antara konsepsi di atas
dengan persoalan Palestina dapat dilihat dari konflik antara Palestina versus Israel, yang mengakibatkan
penderitaan dan kerugiaan yang sangat besar. Dimana, Palestina mengalami
kerugian dan penderitaan yang sangat jauh lebih besar dibandingka Israel.
Mengapa?, sudah menjadi pengetahuan umum di masyarakat Internasional bahwa: Pertama, masyarakat Palestina yang
kehilangan nyawa dan mengalami kecacatan fisik tidaklah sedikit, mulai dari
ibu-bu sampai anak-anak; Kedua, sekitar
6 juta masyarakat palestina mengungsi ke negara tetangga seperti ke Suriah,
Libanon dan Mesir. Mereka terpaksa meningalkan tempat tinggal dan sumber mata
pencarian karena di usir oleh tentara Israel, dan menuai nasib yang tidak
jelas; Ketiga, wilayah kekuasaan
Palestina secara objektivitas semakin mengecil dari tahun ke tahun yang mulai
direbut oleh Israel, sejak tahun 1948; Keempat,
masyarakat Palestina yang masih tinggal di beberapa daerah pendudukan
Israel mengalami tindakan diskriminatif, penyiksaan dan pembunuhan; Kelima, masyarakat Palestina tidak bebas
melaksanakan ibadah di Masjidil Aqsa; Keenam,
Blokade kebutuhan primer dan sekunder baik di jalur darat maupun laut dilakukan
Israel khususnya ke Gaza pada waktu perang di tahun 2014. Persoalan yang
dialami masyarakat Palestina bagian terbesar tragedi kemanusiaan. Dalam amanat
konstitusi sudah terang, Indonesia pembela kemanusiaan. Membela, mendukung dan
membantu Palestina adalah semangat panggilan kemanusiaan.
Persoalan lain yang juga sangat urgent dipersoalkan adalah Palestina
tidak kunjung mendapatkan pengakuan untuk menjadi negara merdeka dan berdaulat
penuh dari United Nation (PBB).
Langkah-langkah perjuangan Palestina dan dukungan dari beberapa negara untuk
menjadikan Palestina sebagai negara Independen, selalu mengalami kegagalan.
Jadi jelas adanya, apa yang menimpa Palestina adalah bentuk-bentuk penjajahan,
ketidak peri-kemanusian dan ketidak peri-keadilan serta ketidakbebasan untuk
menentukan nasib sendiri, yang ditolak secara mutlak oleh amanat pembukaan UUD
1945. Oleh karena itu, keberpihakan terhadap kemerdekaan Palestina dan membantu
masyarakat Palestina menjadi kepastian yang harus dilakukan pemerintah
Indonesia. Keputusan dan langkah yang diambil pemerintah Indonesia untuk
menjadi tuan rumah KTT Luar Biasa OKI yang akan berlangsung pada 6-7 Maret 2016,
sudah tepat. Konferensi Luar Biasa tersebut akan fokus membahas problematika
Palestina dan Al-Quds Al-Syarif. Indonesia sebagai tuan rumah semakin
membuktikan bahwa pemerintahan Indonesia saat ini benar-benar serius mengambil
peran besar dalam menemukan resolusi permasalahan apa yang dihadapi Palestina.
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi menyampaikan bahwa terdapat 6
(enam) isu yang akan menjadi fokus pembahasan yakni masalah perbatasan, pengungsi Palestina,
sengketa Kota Yerusalem, permukiman ilegal, keamanan dan akses air bersih.
Hal yang juga sangat menarik untuk
dicermati dari penyampaian Retno Marsudi yaitu di dalam KTT akan ada 2 (dua)
dokumen yang akan
dihasilkan, diantaranya: Pertama,
resolusi yang isinya Political Core dari negara-negara anggota OKI terhadap isu
Palestina dan Al-Quds Al Syarif; Kedua,
menyiapkan Deklarasi Jakarta yang isinya lebih kepada tindak lanjut dari
Political Core. Pemerintah Indonesia juga berharap penyelenggaraan KTT dapat
kembali menarik perhatian dunia internasional terhadap masalah Palestina,
adanya persatuan baik di internal Palestina maupun dari negara-negara yang
tergabung di OKI dalam mendukung penyelesaian masalah Palestina. Apa yang kemudian menjadi harapan-harapan
pemerintah Indonesia sebagaimana beberapa poin yang disebutkan di atas bisa
terealisasi. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia dan dunia menanti hasil konkrit
dari konsolidasi gagasan di KTT Luar Biasa OKI di Jakarta, dan menanti langkah
strategis seperti apa yang akan dilakukan Indonesia paska Konferensi demi
Palestina yang lebi baik. Jika hasilnya bagus dan progresif, tentunya
pemerintah semakin mendapatkan legitamate
dari rakyat. Namun, apabila mengecewakan maka akan menjadi bumerang tersendiri bagi pemerintahan Jokowi-JK.
[1]Tulisan
ini pernah dimuat pada 8 Maret 2016 di media online Tribunnners:
m.ribunnews.com/tribunners/2016/03/08/boikot‑produk‑israel‑bukti‑nyata‑peran‑indonesia‑dalam‑perjuangan-palestina
0 komentar:
Post a Comment