RESPON TIMOR LESTE TERHADAP PEMBANGUNAN PANGKALAN MILITER
AMERIKA
SERIKAT DI DARWIN
(Analisis Perilaku Small State Terhadap Sumber Ancaman Great Powers)
Abstract
This
research is oriented to know and to understand the
Balance of Threat Conception that is not flexible which believes when a country faced in the Source of Threat
will determine the choice, balancing or bandwagoning.
Study case to destabilize
the Balance of Threat theoretical assumption is US Military
Base Development Project in Darwin, Northern
Australia, which is identified to be the Source of Threat for Timor Leste as a small state.
Because of it, this
study used the descriptive analytical method that clearly describe the
phenomenon and then analyze it. Besides doing classify the dependent variable
(Response of Timor Leste) and the
independent variables (Development of US Military Base in Darwin), the author also uses the intervening
variable (US versus China Rivalry in Asia-Paisifik particularly in East Timor). While the data collection is done with the research literature sourced from
secondary data that uses a wide variety of literature.
This
research has shown that Timor Leste as a small state identified
dealing Source of Threat of US Military Base in Darwin, does not do an allianceeither in balancing or bandwagoning. Timor Leste would
prefer another way that tighten cooperation either US (the Owner of Source of Threat
in Darwin) or China as US
rival in the Asia-Pacific contestation particularly in Timor Leste. Behavior of Timor Leste shows response that prefers to be
opportunistic, and it is a proof that the Balance of Threat is limited by space and a different time and the changing patterns
of international relations.
Key word: Development
of US Military Base, Timor Leste,
Small State, dan Source of Threat.
A.
Pendahuluan
Pertemuan AUSMIN (Australian, United State Minesterial
Meeting) pada 2011, Amerika Serikat (AS) dan Australia telah menyepakati
untuk melakukan evolusi postur kerjasama militer baru. Hasil dari kesepakatan
kedua negara yakni pengiriman pasukan marinir dan peralatan militer AS untuk
menempati Darwin, Australia Utara. Proyek tersebut telah dimulai pada 2012 dan
akan berakhir pada 2017 mendatang dengan final
kuantitas pasukan militer sebanyak 2.500.[1] Pasukan dan peralatan militer AS yang
akan mengisi Darwin telah terindikasi sebuah proses proyek Pembangunan
Pangkalan Militer (PPM)[2] AS di Asia-Pasifik. Strategi militer AS
tersebut menandakan kembalinya AS meningkatkan kapasitas pertahanan (defence capacity) di Asia Pasifik.
Implikasi yang signifikan dari
penempatan pasukan marinir dan peralatan militer AS di Darwin adalah lahirnya
sumber ancaman baru (source of new
threat) bagi stabilitas regional kawasan dengan terancamnya beberapa negara
Asia-Pasifik. Responpun lahir dari beberapa negara kawasan dalam bentuk yang
berbeda-beda, diantaranya respon positif yang diwakili Filipina, respon negatif
yang diwakili China dan respon ambivalen (peluang dan tantangan) yang diwakili
Indonesia.[3] Sedangkan dalam konteks tulisan ini
mengkaji bentuk respon Republik
Demokratik Timor Leste (RDTL)[4] dalam menyikapi PPM AS di Darwin.
Timor Leste ialah negara muda di Asia Pasifik
dan masuk ke dalam kategorisasi negara kecil (small states) serta menghadapi berbagai macam permasalahan. Problematika
yang dihadapi Timor Leste memperkuat dirinya masuk ke dalam kelas negara-negara
kecil (The Class of Small States)
yang didukung dengan empat syarat negara dikatakan Small State yakni luas territorial kedaulatan, jumlah penduduk,
kapasitas produksi serta kapasitas dan kemampuan pertahanan.[5]
Problematika dan kondisi Timor Leste menjadi variabel kuat bahwa keberadaan PPM
AS di Darwin dengan skala kapasitas
kekuatan yang besar menjadi Source of
Threat terhadap kedaulatan dan independensi politik Timor Leste. Apalagi
dari tinjauan geografis, Timor Leste merupakan negara Asia Pasifik yang secara
geografis paling dekat dengan Darwin. Jarak antara Darwin dan Timor Leste hanya
berjarak < 500 mil.[6]
Respon sebuah negara ketika dihadapkan pada
sebuah sumber ancaman dalam pemikiran Stephen M. Waltz tentang konsepsi Balance of Threat, negara cenderung
memilih jika bukan balancing maka bandwagoning. Dalam konteks ini, apakah
Timor Leste memilih balancing atau badwagoning ataukah terdapat pilihan
lain selain dua asumsi teoritik dari Balance
of Threat tersebut. Dalam rangka memperjelas respon Timor Leste terhadap
PPM AS di Darwin, maka perlu melakukan analisis mendalam tentang posisi Timor
Leste di antara dua kekuatan terbesar yang saling bertolak belakang di kawasan
Asia Pasifik yaitu antara AS dan China. Hal tersebut dilakukan karena kerjasama
yang dijalin antara AS (Source of Threat)
dengan Timor Leste dan antara China (Rival
dari Source of Threat), dari tahun ke tahun semakin meluas ke dalam
berbagai bidang.
B.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon small state terhadap sumber ancaman great powers dengan mengambil kasus
respon Timor Leste terhadap PPM AS di Darwin yang secara geografis merupakan negara
Asia Pasifik paling dekat dengan Darwin (geographic
proximity).
C.
Penelitian Terdahulu
Berdasarkan pengetahuan peneliti terkait dengan fenomena yang diteliti dan
didalami dalam tulisan ini, sampai saat ini belum ada satupun ilmuawan atau
akademisi ilmu Hubungan Internasional meneliti tentang fenomena yang akan
diteliti. Dalam rangka membawa dan memudahkan peneliti melakukan penelitan,
maka dibutuhkan sebuah tulisan sebagai penelitian terdahulu. Terdapat tiga
tulisan yang dianggap peneliti relevan sebagai penelitian terdahulu,
diantaranya:
Pertama,
tulisan Rina Oktavia yang berjudul “Respon China, Indonesia dan Filipina
Terhadap Keberadaan Pangkalan Militer Amerika Serikat di Darwin, Australia
Tahun 2011-2012”.[7]
Tulisan ini menyoroti respon tiga negara yang menjadi representatif respon
negara-negara Asia Pasifik terhadap keberadaan pangkalan militer Amerika Serikat
di Darwin. Ketiga negara tersebut adalah China dengan respon negatif, Indonesia
dengan respon ambivalen (persepsi peluang dan tantangan) dan Filipina dengan
respon positif. Tulisan tersebut menggunakan beberapa konsep sebagai pisau
analisis yaitu bilateral, kepentingan nasional, politik luar negeri, dan budaya
politik dan pengaruhnya terhadap politik luar negeri.
Kedua, karya
Rahmah Nazhafah dengan judul “Strategi
Militer Amerika Serikat dalam Membendung Pengaruh Republik Rakyat China di Asia
Pasifik”. Dalam tulisan
ini menyinggung terkait respon China yang negatif terhadap penempatan pasukan
marinir dan peralatan militer AS di Darwin. Landasan konsep yang
digunakan dalam tulisan tersebut adalah kebijakan luar negeri, strategi militer
dan regional security complex.
Ketiga,
tulisan Mohamad Rosyidin dengan judul “Politik Luar Negeri sebagai Konstruksi Sosial: Sikap Indonesia terhadap Kebijakan Penempatan Pasukan Marinir Amerika
di Darwin”.[8]
Mohamad Rosyidin dalam tulisannya mengungkap perbedaan respon Indonesia yaitu
antara eksekutif yang mendukung dan legislatif yang menentang, dalam merespon
pembangunan pangkalan militer AS di Darwin. Rosyidin
dalam menjelaskan respon berbeda di internal Indonesia tersebut menggunakan
teori konstruktivisme.
Dari ketiga tulisan di
atas mengantarkan peneliti bahwa fenomena yang akan diteliti, relevan untuk
diteliti dan didalami. Perbedaan ketiga tulisan di atas dengan penelitian ini
terletak pada state, respon dan
landasan teoritis/ konseptual serta menggunakan teori Balance of Threat dan menguji relevansinya. Artinya adalah penelitian
ini dimaksudkan untuk mengetahui prilaku small
state yaitu Timor Leste, yang orientasinya menggoyang pemikiran
Stephen M. Walt tentang Balance of Threat
yang hanya menawarkan dua pilihan yaitu balancing
dan bandwagoning ketika sebuah negara
dihadapkan pada Source of Threat. Untuk
itu, tulisan ini fokus pada prilaku small
state yaitu Timor Leste sebagai negara termuda di kawasan Asia Pasifik
dalam merespon Source of Threat di
Darwin.
D.
Landasan Konseptual
1. Balance Of Threat
Stephen M Walt merumuskan teori Balance
Of Threat sebagai hasil reformulasi konsepsi Balance Of Power dari Kenneth M. Waltz.[9] Aliansi
menjadi inti dari teori Balance Of Threat,
yang mana aliansi didefiniskan sebagai hubungan formal atau informal kerjasama
keamanan antara dua atau beberapa negara dengan tingkat komitmen dan saling
menguntungkan antara negara yang melakukan kerjasama. Aliansi dalam konteks ini
dapat berbentuk Balancing dan Bandwagoning. Ketika negara yang
terancam merespon dengan cara mengimbangi ancaman yang ada atau membalas dengan
modal kekuatan sendiri disebut sebagai Balancing.
Sedangkan bandwagoning yaitu negara
yang merasa terancam akan cenderung memaanfaatkan peluang dengan cara mengikuti
atau beraliansi dengan sumber ancaman. Stephen M. Walt, dalam teorinya Balancing Of Threat telah membagi empat
persepsi atau sesuatu itu dikatakan sebagai sumber-sumber ancaman terhadap
suatu negara, antara lain: Aggregate
Power, dimana semakin besar sumber kemampuan total suatu
negara, maka semakin besar pula potensi ancaman yang mereka tunjukkan kepada
negara lain.[10] Geographic proximity yang artinya
kekuatan yang dekat dengan wilayah suatu negara menunjukkan ancaman yang lebih
besar dari pada kekuatan yang jauh. Offensive
power, maksudnya negara dengan kemampuan serangan yang besar lebih
memungkinkan untuk menunjukkan yang lebih besar pula dari pada negara-negara
yang menekankan kemampuan pertahanan. Aggresive
Intentions, dimana beberapa negara yang dirasakan berperilaku agresif
mungkin bisa memancing negara lain untuk menyeimbangkan diri dengan mereka.[11]
2. Small State
Kategorisasi negara sebagai small state dapat ditinjau dari
keterbatasan wilayah teritorial, sedikitnya jumlah penduduk, Kapasitas produksi
kecil sebagai keterangan dari Gross
National Product (GNP), kapasitas dan kemampuan militer kecil.[12]
Syarat-syarat tersebut diyakini berpengaruh besar pada prilaku atau pola yang
dibangun sebuah small state dalam
konstelasi sistem internasional dan pemenuhan kebutuhan domestiknya. Beberapa
poin syarat pengkategorisasian negara sebagai small state di atas memberikan gambaran secara utuh bahwa Timor
Leste masuk dalam kategorisasi small
state.
Dalam
konteks ini, Timor Leste sebagai small
state menjadi objek penelitian dan melihat prilakunya dalam merespon Source of Threat dari eksternal.
Pertanyaan yang kemudian lahir adalah seperti apa prilaku Timor Leste sebagai small state dan negara muda dalam
merespon pembangunan pangkalan
militer Amerika Serikat di Darwin. Oleh karena itu, berdasarkan Source Of Threat Stephen M. Walt, dapat
dibuat pola dengan menghubungkan PPM AS di Darwin menjadi sumber ancaman bagi
Timor Leste (small state), sebagai
berikut:
Gambar 1.1. Operasionalisasi Source Of Threat Stephen M. Walt
Jadi, pola
di atas menunjukkan bahwa kapabilitas militer dan kedekatan geografis merupakan
suatu variabel vital yang menjadi ancaman bagi negara lain dalam hal ini Timor
Leste. Kehadiran pasukan dan peralatan
militer AS di Darwin dengan skala kekuatan besar (Aggreagat Power) menjadi sumber ancaman besar bagi Timor Leste
sebagai small state. Apalagi di
tinjau dari aspek geografis Timor Leste, sebuah negara Asia Pasifik yang paling
dekat dengan PPM AS di Darwin (Geographic
Proximity). Selain itu, kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki Timor Leste
lemah karena dipengaruhi oleh terbatasnya luas teritorial, sedikitnya jumlah
penduduk, kecilnya kapasitas produksi dan kapasitas dan kemampuan militer masih
kecil. Selain itu, sebagian besar problema yang dihadapi Timor Leste karena
Timor Leste adalah negara muda atau negara termuda di Asia-Pasifik.
E. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis telah menyederhanakan
permasalahan ke dalam
tiga variable yaitu variabel dependen dan variabel independen dan
kedua variabel tersebut didukung oleh intervening
variabel (variabel perantara). Variabel
dependen atau unit analisis dalam penelitian ini adalah respon Timor Leste sebagai state, sedangkan
variabel independen
atau unit eksplanasinya adalah pembangunan
pangkalan militer Amerika Serikat di Darwin
sebagai system[13].
Menurut Mohtar Mas’oed, jika sebuah penelitian
memiliki unit analisis lebih kecil
daripada unit eksplanasinya merupakan pendekatan induksionis.[14] Selain itu,
Intervening variabel (variabel perantara) digunakan dalam penelitian ini
guna mendukung dua variabel di atas. Variabel perantaranya adalah rivalitas
China dan Amerika Serikat dalam kontestasi memperebutkan pengaruh di kawasan
Asia Pasifik terkhusus di Timor Leste.
Tipe penelitian ini adalah deduktif (umum ke khusus). Penelitian yang
bersifat deduktif berarti
penelitian dimulai dari pengetahuan yang sifatnya umum ke dalam bentuk khusus.
Penelitian ini, penulis mengumpulkan
sebanyak-banyaknya data dan menganalisanya. Cara berfikir deduktif memungkinkan untuk menyatukan dan menguji teori
proposisi-proposisi khususnya. Deduksi juga memungkinkan seorang teoritis untuk
bekerja tanpa harus berkaitan langsung terus menerus dengan data.[15]
Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian yaitu deksriptif-analitis.[16]
Maka penelitian ini memiliki tujuan untuk medeksripsikan
dan menganalisa penomena yang
diangkat. Dalam konteks penelitian ini, penomena
yang akan dianalisa adalah
prilaku Timor Leste terhadap pembangunan pangkalan militer di Darwin. Oleh karena itu,
peneliti akan menjelaskan respon Timor Leste
terhadap sumber ancaman yang sangat dekat dengan geografi negaranya.
F.
Timor Leste Sebagai Small State dan
Pembangunan Pangkalan Militer AS di Darwin
1. Memotret Republik
Demoratik Timor Leste Sebagai Small State
Timor Leste diyakini sebagai negara yang masuk dalam class of small states. Hal tersebut dibuktikan dengan melihat keterbatasan
wilayah teritorial, sedikitnya jumlah penduduk, kapasitas produksi kecil
sebagai keterangan dari Gross National
Product (GNP) serta kecilnya kapasitas dan kemampuan militer yang
dimilikinya.[17]
Selain menyandang small state, Timor Leste juga termasuk
negara muda dan termuda di kawasan Asia Pasifik. Oleh karena itu, untuk
selanjutnya akan di deskripsikan Timor Leste sebagai negara muda dan konskwensi
sebagai negara muda serta kondisi Timor Leste sehingga dikenal sebagai small state, sebagai berikut:
Pertama, Timor
Leste, negara muda, pada 20 Mei 2002 Timor Leste didaulat sebagai wilayah
yang berstatus nation-state dari PBB
(Perserikatan Bangsa-Bangsa) dengan memperoleh kemerdekaan dan kedaulatan penuh
baik secara de jure maupun de facto. Konskwesni negara yang tergolong
muda adalah rentan akan konflik, dalam konteks Timor Leste yaitu pada 2006
dilanda konflik yang berkepanjangan sampai tahun 2008. Konflik internal yang
terjadi telah berdampak sistemik terhadap kemiskinan, pengangguran, larinya
investor asing, intervensi asing dan tertembaknya Presiden Ramos Horta pada
2008. Oleh karena itu, dinamika yang dialami Timor Leste sebagai negara muda
dan termuda di Asia-Pasifik telah membuktikan bahwa negara tersebut rentan akan
konflik internal dan intervensi asing.
Kedua,
Luas wilayah, Timor Leste
secara luas wilayah teritorial kecil atau terbatas yaitu seluas 15.007 Km2,
tetapi memiliki posisi geografis yang sangat strategis dan mengandung sumber
daya alam (minyak bumi dan gas alam) yang melimpah.[18]
Hal tersebut memperkuat logika dari Margenthau tentang sumber kekuatan
nasional, sebagaimana Hans J. Margentahau mengatakan bahwa, “faktor paling stabil yang merupakan andalan
kekuatan dari suatu negara tidak pelak lagi ialah geografis”.[19] Posisi geografis Timor Leste yang strategis menjadi sumber potensi bagi
Timor Leste dalam meningkatkan sumber kekuatan nasionalnya, akan tetapi belum
dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Ketiga, Jumlah
penduduk, populasi penduduk Timor Leste selalu mengalami kenaikkan dari tahun ke
tahun dan dapat lihat dengan data dibawah ini:
Tahun
|
Penduduk
|
2002
|
952.618 Jiwa
|
2005
|
978.590
Jiwa
|
2006
|
1.040.880
Jiwa
|
2009
|
1.134.000
Jiwa
|
2012
|
1.172.390
Jiwa[21]
|
Popoulasi penduduk Timor Leste
terus bertambah dari tahun ke tahun tetapi penduduk Timor Leste sampai saat ini
masih tergolong sedikit dan termasuk salah satu negara di regional Asia Pasifik
yang memiliki jumlah penduduk terkecil. Selain itu, Maria Indira Aryani
menegaskan bahwa, “...Timor Leste...memiliki
berbagai macam tantangan pembangunan berupa tingkat kemiskinan yang tinggi, tingkat
pertumbuhan populasi yang tinggi, tingkat pengangguran yang tinggi, tingkat pendidikan yang rendah, kurang memadainya sektor
publik, lemahnya sistem peradilan dan infrastruktur yang kurang memadai”.[22] Padahal Margenthau menjelaskan dan meyakini bahwa jumlah populasi penduduk menjadi bagian sumber kekuatan nasional[23] tetapi hal tersebut belum dipenuhi
Timor Leste.
Keempat,
Kapasitas Produksi (GNP), GDP (Gross Domestic Product) Timor Leste pada
tahun 2009 sebesar 2.741 Juta Dolar dengan pendapatan per kapita 2.521 Dolar.[24] Eknomi
dalam negeri Timor Leste terus menunjukkan pertumbuhan yang kuat selama empat
tahun berturut-turut dan Timor Leste termasuk salah satu di antara sembilan
ekonomi yang paling cepat berkembang di dunia di tahun 2011. Pada tahun 2013,
pertumbuhan ekonomi Timor Leste di kawasan Pasifik tercatat sebagai tingkat
pertumbuhan terkuat dengan pertumbuhan sebesar 9,5 %. Proyeksi pertumbuhan PDB Timor Leste di tahun 2014 berkisar 10,0 %.[25] Pertumbuhan ekonomi Timor Leste yang sangat
signifikan di pengaruhi oleh investasi asing dan pajak yang meningkat sangat
pesat diberbagai sektor serta meningktanya harga minyak serta sejumlah proposal
telah diajukan untuk menjamin
kesinambungan dana.[26]
Selain itu, bantuan luar negeri terus mengalir dari negara besar dan organisasi
internasional.[27]
Jadi walaupun masih tergolong salah satu negara di kawasan Pasifik yang
ekonominya tertinggal tetapi terdapat potensi yang menjadi harapan besar untuk
kemajuan perekonomian Timor Leste kedepannya.
Kelima,
Kapasitas dan kapabilitas militer, salah satu hambatan terbesar Timor
Leste yaitu memiliki kapasitas dan kemampuan militer yang kecil. Meletusnya
konflik internal pada 2006 yang berkepanjangan sampai 2008 menjadi bukti bahwa
tentara dan polisi Timor Leste yang berfungsi menjaga stabilitas dan perdamaian
masih sangat lemah serta belum mampu menjalankan tanggung jawabnya dengan baik.[28] Akan tetapi
dari tahun ke tahun paska konflik internal, kondisi
keamanan Timor Leste semakin membaik. Dua tahun terakhir ini, pasukan PBB dan
personil militer Australia menarik pasukannya dari Timor Leste. Key Rala Xanana
Gusmao meyakini Timor Leste dapat menjaga stabilitas keamanannya maka dari itu
pasukan Australia dan PBB di tarik, walaupun PNTL dan FDTL masih diragukan
kekuatannya dalam menjaga ancaman keamanan dari luar. Selain itu,
Timor Leste dalam hal kepemilikan persenjataan Alusista masih sangat sedikit.
Timor Leste dalam rangka meningkatkan kapasitas pertahanannya sampai saat ini,
hanya membeli persenjataan dari negara lain seperti Indonesia dan China serta
melakukan kerjasama latihan militer dan menerima pelatihan militer dari negara
lain. Pembelian
senjata yang jauh dari cukup dan pelatihan militer yang diterima marinir Timor
Leste masih sangat jauh dibawah dari sebagian besar negara di Asia Pasifik.
Kriteria-kriteria sebuah small states yang dijelaskan di atas
menjadi realitas kondisi Timor Leste sehingga negara muda tersebut masuk dalam
klasifikasi small states di dunia khususnya
di kawasan Asia-Pasifik. Jadi kondisi yang dialami Timor Leste berefek pada
kapasitas pertahanan atau power yang
dimilikinya. Timor Leste sebagai negara muda dan small state, yang letak geografisnya berada di kawasan Asia Pasifik
telah dihadapkan pada kembalinya AS memperkuat kapasitas kekuatan militernya
dengan membangun pangkalan militer di Darwin. Kehadiran pangkalan militer AS di
Darwin menjadi Source of Threat bagi national security Timor Leste.
2.
Perkembangan
Politik-Militer di Asia pasifik
Sebagian besar negara-negara
kawasan Asia Pasifik telah meningkatkan kapasitas pertahanannya dengan
meningkatkan anggaran militer dan melakukan modernisasi peralatan militer.
Peningkatan kapasitas pertahanan yang dilancarkan oleh beberapa negara telah
membentuk kawasan lebih berdinamika dan berada pada kondisi tegang. Hal
tersebut telah mempengaruhi peta perpolitikan kawasan, apalagi agresifitas dan
ekspansi besar-besaran yang dilakukan China di kawasan. Pencapaian yang dialami
China khususnya dalam bidang militer mendorong kepercayaan dirinya melakukan
ekspansi dan cenderung agresif. Hal tersebut dapat diamati pada problematika
sengketa Laut China Selatan dan di Laut China Timur (pulau Sengkaku). Sedangkan
di Samudera Hindia, China mengumumkan pembangunan basis Angkatan Lautnya di
Seychelles pada tahun 2011. Prilaku-prilaku China tersebut menandakan operasi
militernya telah meluas dalam hal ukuran, kompleksitas dan lokasi geografi.
Kapasitas pertahanan China yang
besar dan kuat yang memiliki daya ofensif
dan secara otomatis berpengaruh besar pada konstelasi dan peta perpolitikan
kawasan. Negara yang dapat mengimbangi kemajuan dan ekspansi China di Asia Pasifik adalah AS sebagai negara yang
masih berstatus super power dunia dan
memiliki kapasitas pertahanan yang paling besar di kawasan Pasifik. Untuk itu,
Australia telah memperkuat aliansinya dengan AS sebagai refleksi kebangkitan
China yang sangat luar biasa di kawasan, apalagi keberadaan China semakin pesat
di Timor Leste sebagai negara tetangga terdekat Australia. Australia meyakini
bahwa, yang dapat menyeimbangi China di kawasan adalah AS karena memiliki
pengaruh kuat dan kekuatan berskala besar di Pasifik.[29] Oleh karena itu, untuk merealisasikan
keseimbangan strategis di kawasan Asia Pasifik, AS dan Australia menyepakati
penempatan pasukan marinir dan peralatan militer AS di Darwin, Australia Utara,
yang terindikasi menuju proyek Pembangunan Pangkalan Militer AS baru di Asia
Pasifik.
3.
Pembangunan Pangkalan Militer Amerika Serikat di
Darwin
Hubungan Australia dan AS
sudah lama berlangsung atau dapat dikatakan bahwa Australia adalah sekutu
bebuyutan AS di regional Asia Pasifik. Dalam konteks hubungan militer, kedua
negara sudah memulai hubungan militer sebelum Australia merdeka dan berdaulat menjadi
negara independen yakni pada saat keduanya
terlibat dalam penanganan pemberontakan Boxer tahun 1898 di China.[30]
Kemudian enam tahun paska Perang Dunia II yakni pada 1 September 1951, hubungan
kedua negara semakin ditingkatkan ditandai dengan pembentukan organisasi
pertahanan dan melibatkan New Zealand. Perjanjian kerjasama keamanan dan
pertahanan ketiga negara atau dikenal dengan pakta pertahanan regional
dibungkus dalam ANZUS Treaty (Australia, New Zealand, and United States).[31]
Pada 1998 di Sydney AS-Australia
semakin mebuktikan komitmen kerjasama militernya melalui AUSMIN (Australia, United States Ministerial Meeting)[32],
bagian dari AUNZUS. Pada 2011 di pertemuan AUSMIN semakin memperjelas
keterlibatan AS di kawasan Asia-Pasifik. Petemuan AUSMIN pada 2010 dan 2011
telah menyepakati beberapa poin yang kemudian disepakati dalam pertemuan
tersebut[33],
salah satunya adalah penempatan pasukan marinir dan peralatan militer AS di
Darwin mulai dari 2012-2017. Selanjutnya pada 2012 di Perth, kembali lagi
digelar pertemuan AUSMIN yang semakin memperkuat hasil kesepakatan pada
pertemuan sebelumnya. Dimana, kedua negara tetap berkomitmen terhadapa rotasi
marinir AS, pembukaan akses bagi AS yang lebih luas lagi terhadap fasilitas
pangkalan Australia.[34]
Sampai pertemuan AUSMIN pada 12 Agustus 2014 di Sydney, AS dan Australia tetap
konsisten menjaga komitmen akan keberadaan marinir AS di Darwin.[35]
Robertson Barrack
menjadi pangkalan militer terbesar di Darwin dan digunakan sebagai tempat hasil
evolusi kerjasama militer AS dan Australia. Robertson Barrack, salah satu
pangkalan militer Australia yang paling dekat dengan negara-negara
Asia-Pasifik. Untuk membendung ancaman dari eksternal bagian Utara Australia
dan memantau perkembangan konstelasi kawasan Asia Pasifik, menjadi rasionalitas
penempatan pasukan marinir dan peralatan militer AS di Darwin. Dimana, pada 3
April 2012, rotasi pertama dilakukan dengan sebesar 200 tentara yang berasal
dari Korps Marinir Kompi Infanteri dan sailor
AS telah tiba di Robertson Barrack.[36]
Sedangkan rotasi kedua dilakukan pada 21 April 2013 di tempat yang sama.
Pada 4 Februari 2013 telah diadakan Konferensi Pers
oleh Stephen Smith (Ministry of Defence)
dan Warren Snowdon (Ministry for Defence
Science and Personnel) dalam bentuk konsultasi publik terkait rotasi
marinir AS di Australia. Inti yang disampaikan di Konferensi Pers yakni pada
2014 rotasi marinir meningkat sebesar 1.150 Korp Marinir Kompi.[37]
Target marinir AS yang berada di Darwin pada 2016-2017 yaitu 2.500 pasukan
MAGTF (Marine Air Ground Task Force)[38]
akan berotasi pada wilayah utara Australia. Personil MAGTF lengkap ini terdiri
dari elemen pimpinan, elemen dasar, elemen penerbangan dan elemen logistik.
Peralatan utama dalam mendukung elemen MAGTF terdiri dari kendaraan beroda,
artileri, kendaraan lapis baja ringan dan pesawat. Dan elemen penerbangan
terdiri dari 25 Pesawat Terbang/ Helikopter.
Oleh karena itu, penjelasan evolusi kerjasama militer
antara AS dan Australia di atas menandakan bahwa kekuatan militer AS di Darwin
memiliki kekuatan yang besar. Secara otomatis, kalkulasi kebesaran kekuatan
militer AS di Darwin menandakan kapasitas dan kapabilitas kekuatan AS di Asia
Pasifik meningkat secara drastis. Kebesaran kapasitas militer AS di Darwin
berdampak pada pola perpolitikan kawasan yang semakin berdinamika dengan respon
yang dilancarkan oleh beberapa negara kawasan atas dasar PPM AS di Darwin yang
berpotensi menjadi source of threat.
4. Pangkalan Militer AS di Darwin
Sebagai Source of Threat di Asia
Pasifik
Program pembangunan pangkalan militer AS di Darwin
disinyalir menjadi Source of Threat
bagi kedaulatan, independensi politik dan national
security beberapa negara Asia-Pasifik. Sesuatu teridentifikasi sebagai
sumber ancaman dalam sistem internasional ketika memenuhi dua atau lebih empat
unsur sesuai dari rumusan Stephen M. Waltz yakni Aggregate Power, Geographic proximity, Offensive Power dan Aggresive Intentions. Dalam konteks
kehadiran AS di Darwin, ditinjau dari geographic
proximity, secara otomatis negara-negara kawasan Asia-Pasifik khususnya
negara-negara bukan aliansi AS mempersepsikan kehadiran AS di Darwin sebagai
sumber ancaman (source of threat).
Apalagi AS sebagai negara super power
masih mempertahankan posisinya sebagai negara yang paling kuat dalam hal
kekuatan militer di dunia dan tak tertandingi, khususnya di regional
Asia-Pasifik.
Stephen M. Waltz meyakini bahwa negara yang memiliki
kapasitas militer besar dan kuat berpotensi mengancam dibandingkan dengan yang
kurang. Secara
otomatis keberadaan AS yang salah satunya melalui pangkalan militer Australia
di Darwin memiliki kemampuan yang belum tertandingi di kawasan Asia Pasifik (Aggregat Power). Adapun
berbagai respon yang muncul dari negara-negara Pasifik untuk menyikapi
keberadaan AS di Darwin. Rina Oktavia mengkalisfikasikan tiga macam respon
negara Asia Pasifik yakni respon positif diwakili Filipina, respon negatif
diwakili China dan respon ambivalen (peluang dan tantangan) diwakili Indonesia.[39]
Dalam konteks penelitian ini, Timor
Leste yang berstatus small state dan
negara muda diindikasikan mendapat sumber ancaman dari PPM AS di Darwin. Oleh
karena itu, dalam konteks penelitian ini Timor Leste dijadikan sebagai
substansi objek penelitian yang berorientasi mengetahui dan memahami prilaku small state ketika dihadapkan pada
sebuah sumber ancaman great powers.
Untuk mengetahui respon Timor Leste sebagai small
state terhadap pembangunan pangkalan militer AS di Darwin, sangat penting
mengetahui dan memahami posisinya diantara dua kekuatan terbesar di kawasan
Asia Pasifik yaitu antara AS dan China, yang akan disampaikan untuk penjelasan
selanjutnya.
G. Respon
Timor Leste Tehadap Pembangunan Pangkalan Militer AS Di
1. Identifikasi Pangkalan Militer AS di
Darwin Sebagai Source of Threat Bagi
Timor Leste
Menjadi sebuah catatan sejarah yang objektif atas
kondisi yang dialami Timor Leste sampai saat sekarang ini. Timor Leste dikenal
sebagai negara termuda di kawasan Asia Pasifik yang baru berumur 12 tahun. Umur
yang masih muda menjadikan negara bagian Timur Indonesia tersebut belum matang
dalam berbagai sektor dan berefek terhadap kapasitas kekuatannya dalam
menghadapi dinamisasi sistem internasional. Oleh karena itu, Timor Leste
sebagai small state dan negara muda
mendapat ancaman besar dari PPM AS di Darwin. Adapun asumsi rasionalitas PPM AS di Darwin yang
berpotensi menjadi Source of Threat
bagi Timor Leste yang terdiri atas 4 (empat) aspek, diantaranya:
Pertama, Aggregat Power, penempatan pasukan
marinir dan peralatan militer AS di Darwin memiliki daya kekuatan yang besar
dan kuat mengancam Timor Leste. Kedua,
Geographic Proximity, Timor Leste
merupakan negara Asia Pasifik yang paling dekat dengan Darwin, yang mana Timor
Leste dan Darwin hanya berjarak < 500 mil. Ketiga, Timor Gap, Australia
dan Timor Leste sudah lama berada pada polemik berkepanjangan dalam menentukan
batas laut teritorial di Laut Timor, yang diikuti perebutan sumber daya alam
(minyak bumi dan gas alam) yang terkandung di Timor Gap. Relasi antara perselisihan di Timor Gap dengan kekuatan militer AS di Darwin adalah jika terjadi
keteganga atau konflik antara Timor Leste dan Australia di Timor Gap maka kekuatan militer AS di Darwin bisa digunakan untuk
menggertak, mengancam dan bahkan digunakan menginvasi Timor Leste. Keempat,
Rivalitas China Versus AS-Australia di Timor Leste, salah satu
negara yang sangat nampak sebagai tempat perebutan pengaruh dua kekuatan besar,
antara AS dan China adalah Timor Leste.
Dalam rangka
memperkuat asumsi rasionalitas PPM AS di Darwin, yang disinyalir berpotensi
besar sebagai sumber ancaman (source of
threat) bagi Timor Leste. Untuk itu akan dijelaskan lebih lanjut asumsi
dari hasil identifikasi rasionalisasi mengapa PPM AS di Darwin disinyalir
menjadi sumber ancaman besar bagi Timor Leste, khususnya poin kedua, ketiga dan
keempat[40],
sebagai berikut:
Pertama, Geografis:
Jarak PPM AS di Darwin dan Timor Leste, Timor Leste sebagai negara Asia Pasifik secara kedekatan geografis (geographic proximity) paling berpotensi
terancam dari pangkalan militer AS di Darwin. Dilihat dari aspek kedekatan
geografis, negara Timor Leste adalah negara yang paling dekat dengan pangkalan
militer AS di Darwin. Jarak antara Darwin dan Timor Leste hanya berkisar < 500 mil.[41]
Kedua, Polemik
di Timor Gap: Potensi Keterlibatan
Amerika Serikat, setelah
Timor Leste merdeka sampai saat ini, sikap Australia tetap tidak berubah untuk
tidak menegoisasikan batas laut antara Timor Leste dan Autralia sesuai prinsip
hukum internasional.[42]
Australia menghidari penentuan batas teritorial laut kedua negara dengan
prinsip “garis tengah” sesuai dengan
hasil Konvensi Hukum Laut PBB yang terdapat dalam UNCLOS. Karena jika Australia
menyepakati dan menempuh jalur prinsip hukum maka kerugian besar akan di
rasakan Australia yang selama ini memperjuangkan kepentingannya di Laut Timor.
Oleh karena itu, salah satu tantangan Timor Leste paska memisahkan diri dari
Indonesia yaitu sengketa batas teritorial di Laut Timor dengan Autralia yang
diikuti oleh klaim sumber daya alam (minyak bumi dan gas alam) yang terkandung
di dalamnya. Autralia dan Timor Leste telah melakukan perdebatan panjang atas
hak eksploitasi kekayaan minyak dan gas di wilayah Timor Gap.[43]
Perselisihan
antara Timor Leste dan Australia di Laut Timor mengidikasikan Timor Leste
semakin mendapatkan ancaman dari Australia dengan kekuatan militernya yang
bertambah melalui keberadaan pasukan dan peralatan militer AS di Darwin. Dalam
konteks kawasan Asia Pasifik, AS tidak dapat dilepaskan atas permasalahan yang
dihadapi Australia – “satu kesatuan” – karena Australia adalah wakil Barat atau
tepatnya wakil AS di kawasan Asia Pasifik. Artinya, ruang gerak Timor Leste di
Laut Timor sempit dengan kekuatan militer yang berskala besar yang dimiliki Australia
di Darwin dan ditambah lagi dengan hasil evolusi kerjasama militer AS dan
Australia melalui penempatan militer AS di Darwin dalam skala besar.
Ketiga,
Rivalitas China dan AS-Australia di Timor Leste, China
menjadi negara yang paling pertama membuka hubungan diplomatik dengan Timor
Leste, dua hari paska PBB mendaulat Timor Leste sebagai negara yang merdeka dan
independen baik secara de jure maupun
de facto pada 20 Mei 2002.[44] Kebijakan
luar negeri China yang mengarah kepada Timor Leste dalam waktu yang relatif
cepat didasari oleh empat faktor yang menjadi motivasinya, antara lain: Pertama, menjalin kerjasama dengan Timor
Leste bagian dari ekspansi China dan langkah strategis ini diambil sebagai
bagian mengimbangi AS di kawasan. Kedua,
Timor Leste memiliki potensi menjadi anggota ASEAN, organiasi regional yang
potensial. Ketiga, Timor Leste
memiliki sumber daya alam (minyak bumi dan gas alam) yang melimpah. Keempat,
membendung Taiwan melakukan kooptasi atau bekerjasama dengan negara yang masih
muda itu.[45]
Keberadaan China di negeri termuda di kawasan Asia Pasifik dari tahun ke
tahun semakin pesat paska Timor Leste merdeka pada 20 Mei 2002. Hal tersebut
dibuktikan dengan kontribusi China selama ini dalam berbagai bidang untuk
menopang pembangunan Timor Leste diantaranya:[46] Pertama, Kerjasama ekplorasi
sumber daya alam yaitu minyak dan gas di Timor Leste. Kedua, Kerjasama Militer dan Pertahanan dengan melakukan latihan militer bersama,
membeli peralatan militer dari China dan Timor Leste menyediakan armada bagi
kapal militer China. Ketiga,
Pembangunan Infrastruktur, China telah melakukan pembangunan gedung baru untuk
Kementrian Laur Negeri, Istana Presiden serta gedung Depertemen Pertahanan dan
markas Angkatan Militer. Keempat, Kerjasama
Teknis dan Pendidikan, China telah mengirimkan tim medis dan para ahli lainnya serta menyediakan banyak beasiswa bagi para pelajar
Timor-Leste sebagai bagian dari program kerjasama.
Kerjasama yang dijalin antara China dan Timor Leste dalam berbagai bidang
sebagaimana dijelaskan di atas menjadi bukti bahwa kerjasama kedua negara
semakin masif dari tahun ke tahun. Kerjasama yang intens telah memperkuat
keberadaan dan pengaruh China di Timor Leste. Apalagi China sangat
berkontribusi besar dalam pembangunan dan mengajak Timor Leste keluar dari
ketertinggalan dalam berbagai bidang, sehingga
wajar ketika perkembangan China di Timor Leste semakin pesat. Bahkan China
beberapa tahun terakhir ini menjadi pemberi bantuan luar negeri kepada Timor
Leste yang paling besar dibandingkan dengan pendonor utama (paska Timor Leste
merdeka yang telah bertahan sampai beberapa tahun).
Hal tersebut menjadi refleksi Hillary Clinton (Menteri
Laur Negeri AS) berkomentar pada waktu berkunjung ke Dili pada 2012. Komentar
Hillary Clinton terkait mendorong Timor Leste mengatasi ketertinggalannya dalam
berbagai bidang dan memperingatkan Timor Leste untuk
tidak terlalu bergantung kepada satu negara, dalam hal ini China.[47] Komentar Hillary Clinton menjadi penanda bahwa AS
khawatir atas keberadaan China di Timor Leste yang dari tahun ke tahun semakin
mengalami kemajuan. Apalagi AS dan Australia tidak mengimbangi China dalam
memberikan bantuan kepada Timor Leste beberapa tahun terakhir ini.[48]
Sedangkan
di sisi lain, AS dan
Australia juga sangat berkontribusi besar terhadap perkembangan dan kemajuan
Timor Leste selama ini. Amerika Serikat dan Australia termasuk lima negara
besar yang memberikan bantuan luar negeri atau sebagai salah satu donatur utama
dalam pembangunan Timor Leste.[49]
AS melalui
USAID (United
States Agency for International Development) sebagai lembaga
donor AS untuk negara lain menjadi instrumen AS memberikan bantuan kepada Timor
Leste. Sejak tahun 2006 sampai 2014, pemerintah AS melalui USAID sudah
memberikan bantuan pembangunan kepada Timor Leste sebesar 168 Juta Dolar.[50] Pada
28 April 2014, pemerintah Timor Leste menandatangani perjanjian dengan
pemerintah AS dan menyepakati bahwa USAID akan menyediakan 73,2 Juta Dolar.
Bantuan tersebut dialokasikan pada pembangunan Timor Leste selama 5 tahun
(2013-2018) yang dimaksudkan sebagai strategi mempercepat pembangunan bangsa.
Adapun berbagai bidang
yang akan di perbaiki dalam program tersebut dengan bantuan USAID tersebut,
diantaranya: pembangunan sistem demokrasi (good
democraties), peningkatan pertumbuhan ekonomi, memperbaiki kesehatan
masyarakat (terutama perempuan dan anak-anak) dan memperbaiki kerangka
pemerintahan – “good governance”
serta bidang-bidang penting lainnya sebagai Strategic
Development Plan 2013-2030 AS di Timor Leste.[51]
Selain itu USAID juga bergerak dalam bidang pendidikan, USAID menyediakan
beasiswa bagi pelajar Timor Leste untuk melanjutkan pendidikan S.1 (Strata
Satu) dengan nama HCSP (Hillary Clinton
Scholarship Program).[52] Keberadaan AS di
Timor Leste juga meluas ke bidang militer, yang mana kedua negara menyepakati
untuk melakukan kerjasama militer. Persetujuan kerjasama militer yaitu
pelatihan militer dari US Corps Marinier (USCM) untuk FDTL dan pengembangan
kapasitas sumber daya manusia serta pertahanan Timor Leste menjadi bagian
operasi menjaga perdamaian PBB.
[53]
Australia sendiri dapat
dikatakan satu kesatuan dengan AS dalam menghadapi konstelasi kawasana Asia
Pasifik juga telah berkontribusi besar pada pembangunan Timor Leste. Walaupun
Australia menjadi salah satu negara yang menjadi ancaman bagi Timor Leste
khususnya di Timor Gap, tetapi kedua
negara tetap menjalin hubungan kerjasama yang intens. Hal tersebut dikarenakan
Geo-strategis dan geo-ekonomi yang dimiliki Timor Leste menjadi arti yang
sangat signifikan bagi keamanan dan dapat menopang pertumbuhan ekonomi
Australia. Disisi lain Asutralia sebagai negara tetangga yang masuk kategori
negara maju sangat dibutuhkan Timor Leste dalam menopang pembangunan negerinya.
Jadi AS dan Australia, dalam rangka mengimbangi power dan pengaruh China di kawasan Asia Pasfik khususnya di Timor
Leste maka kedua negara tersebut memperkuat posisinya di Timor Leste.
Salah satu
rasionalisasi kembalinya AS memperkuat kapasitas dan kapabilitas militer di
Pasifik melalui penempatan pasukan dan peralatan militer AS di Darwin yakni
mengimbangi kekuatan China termasuk di Timur Leste. Keberadaan dua kekuatan
yang berkonfrontasi sedang melakukan kontekstasi di Timor Leste sehingga dapat
diasumsikan bahwa Timor Leste menjadi tempat konsentris rivalitas AS versus
China. Hal tersebut dapat mengancam national
security dan rawan akan kelangsungan hidup bagi masyarakat Timor Leste.
2. Oportunisme
Timor Leste Sebagai Small State dalam
Konsentris Rivalitas AS dan China
Beberapa hal terkait penjelasan di atas menjadi
rasionalitas Timor Leste mendapat sumber ancaman (Source of Threat) dari keberadaan kekuatan militer AS di Darwin.
Kemudian dikuatkan dengan statemen Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao,
dalam pidatonya pada pertemuan Shangri-La Dialogue pada 2013 bahwa, “Small and
defenceless countries, such as Timor Leste, are concerned with the movement of
big power, that are strategically positioning their forces as though preparing
for a future of military confrontation. Between who? This is a question that
can only be answered by the analysts and decision-makers of the world.[54] Dari
statemen Xanana tersebut menegaskan bahwa Timor Leste sebagai small state dan defenceless countries telah khawatir dengan gerakan kekuatan besar.
Kekuatan tersebut berada pada posisi yang strategis yang diasumsikannya untuk
persiapan konfrontasi militer di masa yang akan datang. Prilaku China dan AS
menandakan rivalitas antara keduanya dan berpotensi menuju konfrontasi militer.
Dengan
keberadaan China yang semakin pesat di Timor Leste dan AS memperkuat posisinya
di kawasan Asia Pasifk melalui proyek PPM AS di Darwin dan juga semakin
memperkuat posisinya di Timor Leste, maka Timor Leste yang secara geografis
sangat dekat dengan Darwin telah menjadi konsentris rivalitas antara AS versus
China. Untuk itu, dalam rangka menjaga suistanable perdamaian dan stabilitas Asia Pasifik, Timor Leste
mengharapkan dua kekuatan besar kawasan yaitu AS dan China dapat mengambil
peran besar dalam menentukan masa depan kawasan yang damai melalui hubungan
kerjasama antara keduanya termasuk menjalin hubungan kerjasama ekonomi.
Sebagaimana Xanana Gusmao mengatakan bahwa, “China and the United States of America are two giants that are vital to
the prosperous and safe development of the Asia Pacific region this century.
Given this, a positive relationship of cooperation between these two great
powers is not only in their own interests but is also a duty on behalf of the
development of all nations in the region. As the former Secretary of State
Hillary Clinton said during her visit to Díli..., the Asia Pacific region is
big enough to receive all those who want to contribute to the development of
peace, cooperation and economy.”[55]
Untuk
itu, langkah strategis yang di ambil Timor Leste sebagai negara muda dan small state di kawasan serta berada pada
konsentris rivalitas AS versus China yakni mempererat kerjasama baik dengan AS
maupun China. Artinya selain Timor Leste melakukan pembaharuan kerjasama
progresif dengan China, Timor Leste juga mempererat kerjasama dengan Source of Threat yakni AS yang memiliki
pangkalan militer di Darwin dan Australia sebagai tempat sumber ancaman. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa Timor Leste sebagai small state dalam menentukan posisinya cenderung oportunisme
dengan cara mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin dari dua kekuatan besar
yang sedang berkontestasi satu sama lain di Asia-Pasifik khususnya di negaranya
sendiri. Prilaku oportunis yang dijalankan Timor Leste dalam menghadapi dua
kekuatan yang saling berlawanan memperjelas posisinya sebagai small state yang menempel pada dua sisi
yang berlawanan.
H. Kesimpulan
Timor Leste
sebagai small state dan negara muda
di Asia Pasifik telah berhadapan sumber ancaman (Source of Threat) yang memiliki kekuatan dalam skala besar yaitu
PPM AS di Darwin. Keberadaan pangkalan militer AS di Darwin teridentifikasi
mengancam Timor Leste dapat dilihat dari empat aspek, diantaranya: Aggregate Power, Geographic Proximity, Polemik antara Australia dan China di Timor Gap dan Rivalitas China dan AS di Timor Leste. Respon
yang dilancarkan Timor Leste terhadap PPM AS di Darwin dapat dilihat dari
sikapnya dalam bentuk prilakunya kepada Source
of Threat yaitu AS dan rival Source
of Threat yaitu China.
Timor Leste
sebagai small state dan membutuhkan
bantuan besar untuk pembangunan negaranya lebih memilih memanfaatkan peluang
dan kesempatan untuk bekerjasama dengan kedua kekuatan besar di regional dan
dunia yang saling berdikotomi. Kerjasama yang dijalin antara Timor Leste dengan
China dan Antara Timor Leste dengan AS-Australia dari tahun ke tahun semakin
mengalami perluasan dalam berbagai bidang. Sebenarnya kedua kekuatan besar
tersebut melakukan kontestasi pengaruh di Timor Leste atau Timor Leste menjadi
konsentris rivalitas, tetapi Timor Leste tidak memihak salah satu diantara
keduanya. Hal tersebut menandakan bahwa sikap dan prilaku Timor Leste cenderung
oportunisme, oportunis dalam
menyikapi PPM AS di Darwin yang teridentifikasi Source of Threat.
Dalam konteks
kasus PPM AS di Darwin sebagai Source of
Threat bagi Timor Leste telah membuktikan bahwa ternyata terdapat pilihan
lain selain Balancing dan Bandwagoning ketika sebuah negara
dihadapkan pada sumber ancaman yaitu pilihan Oportunisme yang artinya
Timor Leste memanfaatkan peluang dan kesempatan dari dua kekuatan besar dan
kuat di dunia dan khususnya di Asia-Pasifik untuk mendapatkan keuantungan yang
sebesar-besarnya.
I.
Implikasi
Teoritik
Untuk membangun sebuah
implikasi teoritik dalam tulisan ini, tidak lain melakukan refleksi dari
rentetan tulisan dari bab ke bab sampai di kesimpulan. Adapun asumsi implikasi teoritik yang
akan dibangun dalam tulisan ini yaitu
dengan menjadikan pangkalan militer AS di Darwin dan Timor Leste sebagai mind idea maka teori Balance of Threat yang hanya menawarkan
dua pilihan yaitu Balancing dan Bandwagoning tergoyang dan kurang
relevan digunakan pada setiap Source of Threat
yang akan mengancam sebuah negara. Artinya Balance
of Threat yang sebelumnya diasumsikan fleksibel ternyata terbatasi oleh ruang dan waktu yang berbeda dan perubahan
kondisi sistem internasional. Sebagai buktinya adalah hasil dari study
cases yang diangkat dalam tulisan ini.
Dalam penelitian
tentang Respon Timor Leste Terhadap Pembangunan Pangkalan Militer AS di Darwin
(Analisis Prilaku Small state Terhadap
Sumber Ancaman Great Powers), diharapkan penelitian ini dapat menjadi
referensi para akademisi Ilmu Hubungan Internasional. Dalam penelitian ini, penulis akan melahirkan
beberapa saran ketika negara berada dalam kawasan yang konstelasinya tinggi
serta prilaku negara yang melahirkan sumber ancaman bagi negara lain harus
direspon untuk mengambil keuntungan yang semaksimal mungkin. Adapun saran dalam
penelitian ini, diantaranya: Pertama, berprilaku
dalam sistem internasional dengan tidak agreasif karena dapat mengganggu national security negara dan mengganggu
perdamaian dan stabilitas kawasan. Kedua,
Pembangunan pangkalan militer AS di Darwin tidak
dialamatkan pada konfrontasi militer tetapi benar-benar ditujukan untuk menjaga
perdamaian dan stabilitas kawasan. Ketiga, Timor Leste harus
mempertahankan posisinya untuk tidak memihak kepada salah satu diantara dua kekuatan yang
saling berkontradiktif dan menjalin
hubungan kerjasama dengan keduanya demi mendapatkan
keuntungan sebesar-besarnya. Keempat, Untuk para akademisi hubungan
internasional, sebuah teori atau konsep yang sudah kuat bisa digoyang posisinya
dengan menggunakan model kasus yang sama dan menjadi bukti bahwa objek yang
diteliti ternyata kurang relevan lagi dengan teori tersebut.
[1] Baca, Budi Fernando Tumanggor, (Rabu, 4 April 2012 14:49 WIB), “AS Tempatkan Pasukan di Australia, China dan Indonesia Meradang”. Dalam, “jaringnews.com/internasional/umum/12880/as-tempatkan-pasukan-di-australia-china-dan-indonesia-meradang”, (Diakses
pada 9 Januari 2014). Baca juga, Lihat, Russia Today, 2012, “2500 US Marines
in Darwin ‘Not a Military Base’”. Dalama,
http://rt.com/news/usaaustralia-
darwin-china-185/. (Diakses pada 9 Januari 2014)
[3] Baca,
Rina Oktavia, Respon China, Indonesia dan Filipina
Terhadap Keberadaan Pangkalan Militer Amerika Serikat di Darwin, Australia Tahun 2011 2012. Dalam, “journal.unair.ac.id/article_4696_media131_category131.html”. (Diakses
pada 30 April 2014)
[4] Timor
Leste menjadi istilah familiar saat ini, artinya jika menyebutkan Republik
Demokratik Timor Leste, seringkali atau pada umumnya menggunakan istilah Timor
Leste.
[5] Lihat,
Bilverr Singh, 1999, The Vulnerability of
Small State Revisited: A Study Of Singapore’s Post-Cold War Foreign Policy,
Yogyakarta: UGM, Hal., 1-2.
[6] Baca,
Dyah Estu K, 2012, “Problem dan Prospek Hubungan Indonesia-Australia (Pasca
Referendum Timor Timur”, Yogyakarta: Leutikaprio, p. 52.
[7]Baca, Rina
Oktavia, Respon China, Indonesia dan
Filipina Terhadap Keberadaan Pangkalan Militer Amerika Serikat di Darwin,
Australia Tahun 2011-2012. Dalam, “journal.unair.ac.id/article_4696_media131_category131.html”. (Diakses pada
30 April 2014)
[8]Penulis tulisan
ini menempuh Program Studi S2 Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gajah
Mada. Tulisan ini dimuat di website Jurnal
Unair dan dapat diakses dengan link “journal.unair.ac.id/article_5570_media89_category.html”. (Di akses
pada 30 April 2014, Pkl. 22.36 WIB)
[9]Baca,
Stephen M. Walt, The Origin of Alliance”, p. 17-21, 27-32. Copyright @ 1987 by
Cornell University Press. Used by permission of the publisher. Portions of the
text and some footnotes have been omitted. Dalam, Robert J. Art dan Robert
Jervis, 2007, Ínternational Politics:
Enduring Concept and Contemporary Issues, New York:Pearson Longman, p.
96-102. Baca juga, Stephen M. Walt, “Alliance Formation and The Balance Of
World Power”, Internasional Security, Vol. 9, No. 4 (Spring, 1985), 3-34.
[10]Ukuran ini didasarkan
pada logika sederhana realism yaitu dalam hal ini kemampuan militer suatu Negara.
[11]Baca, Ya’qub
Farid, 2012, Respon Rusia Terhadap
Rencana Penempatan Pertahanan AS di Cheko dan Polandia, Malang: HI UMM, p.
10
[12]Lihat,
Bilverr Singh, 1999, The Vulnerability of
Small State Revisited: A Study Of Singapore’s Post-Cold War Foreign Policy,
Yogyakarta: UGM, Hal., 1-2.
[13]Unit
eksplanasi dalam penelitian ini dikatakan sebagai sistem karena AS berada di
luar kawasan Pasifik yang telah menempatkan kekuatan militernya di Pasifik
melalui Darwin, yang secara otomatis mempengaruhi struktur sistem kawasan
Asia-Pasifik.
[14]Lihat, Mohtar Mas’oed,
1990, Ilmu Hubungan Internasional:
Disiplin dan Metodologi”, Jakarta: LP3ES, p. 80.
[15]Baca, Nur Cholis, 2010, Kepentingan Rusia Dalam Melakukan Kerjasama
Pertahanan Dengan Iran, Malang, Hal.14 . Dalam Skripsi Mahasiswa Hubugan
Internasional UMM.
[17] Baca,
Bilverr Singh, 1999, The Vulnerability of
Small State Revisited: A Study Of Singapore’s Post-Cold War Foreign Policy,
Yogyakarta: UGM, p. 1-2.
[18] Baca,
Slamet Wahyudi, Analisis Sistem
Pertahanan Negara Timor Leste, p. 1. Dalam,” http://www.scribd.com/doc/214807694/Analisis-Sistem-Pertahanan-Negara-Timor-Leste. (Diakses
pada 10 September 2014). Dan baca, Ferdi Tanoni, 2008, Skandal Laut Timor: Sebuah Barter Politik-Ekonomi Canberra-Jakarta?,
Kupang; YPTB, p. 51.
[19]Baca lebih
lanjut, Hans J. Margentahau, 2010, Politik
Antara Bangsa, Jakarta:Obor, p., 135.
[21]Slamet
Wahyudi, Analisis Sistem Pertahanan
Negara Timor Leste, p. 1. Dalam,”
http://www.scribd.com/doc/214807694/Analisis-Sistem-Pertahanan-Negara-Timor-Leste. (Diakses
pada 10 September 2014).
[22]Baca, Overview
Timor Leste, 2010. Dalam, Maria Indira Aryani, Efektifitas Democracy Assistance USAID Bagi Pertumbuhan Ekonomi Timor Leste. Dalam, “http://eprints.upnjatim.ac.id/4853/1/8._142 157_Maria_Indira_Aryani_Efektivitas_Democracy_Assistance_USAID_bagi_Pertumbuhan_Ekonomi_Timor_Leste.pdf. (Diakses pada
4 September 2014)
[24]Timor Leste
di http://www.nationsonline.org/oneworld/timor_leste.html (diakases 4
mei 2010). Dalam, Flaviona Moniz Leao, 2010, Upaya-Upaya Timor Leste Menjadi Anggota ASEAN Tahun 2012, Lab HI:
Skripsi, p. 20.
[25]Baca, Data yang di keluarkan oleh Asia Development
Bank terkait Pasifik Economic Monitor:
“Pertumbuhan Eknonomi Timor Leste 2014”. Dalam, http://www.topix.com/forum/world/east-timor/TDSSJQSPNGK9K12KJ. (Diakses
pada 15 September 2014)
[26]Ibid
[27]Baca, Maria
Indira Aryani, Efektifitas Democracy Assistance
USAID Bagi Pertumbuhan Ekonomi Timor Leste, p. 143. Dalam,“ http://eprints.upnjatim.ac.id/4853/1/8._142 157_Maria_Indira_Aryani_Efektivitas_Democracy_Assistance_USAID_bagi_Pertumbuhan_Ekonomi_Timor_Leste.pdf. (Diakses
pada 4 September 2014)
[28]Baca, Menyelesaikan
Krisis Di Timor-Leste: Asia Report N°120 – 10 Oktober 2006,
International Crisis Group Working To Prevent Conflict Worldwide,
p. 1. Dalam, “http://www.crisisgroup.org/~/media/Files/asia/south‑east‑asia/timor leste/Indonesian/120_resolving_timor_leste_s_crisis%20indonesian.pdf. (Diakses pada
24 Juli 2014)
[29]Christian Caryl, 2007,
“Asia’s Dangerous Divide: Beijing and
Washington are building new alliances throughout the continent”, diambil dari http://www.mywire.com/pubs/Newsweek/2007/09/10/4400075 , (Diakses pada 26 September 2013).
[30]Baca, Yuli
Trisnawati, “Penempatan Pasukan Militer Amerika Di Australia”, eJournal Ilmu
Hubungan Internasional FISIP Unmul, pp.1. Dalam, http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp‑content/uploads/2014/02/ejournal%20By%20Juli%20Trysna%20S.IP%20%2802-20-14-02-43-12%29.pdf. (Diakses pada
10 September 2014)
[31]Baca, Ibid
[32]Yang menjadi
materi pembahasan dalam pertemuan AUSMIN yaitu terkait perspektif dan
pendekatan terhadap isu-isu politik global dan regional serta memperdalam hubungan
keamanan bilateral dan kerjasama pertahanan
[33]Baca, Ernest Z. Bower, 2011,
Australia-U.S. Ministerial (AUSMIN). Dalam, “http://csis.org/publication/australia-us-ministerial-ausmin”. (Diakses pada 15
September 2014)
[35] Baca,
AUSMIN 2014: Australia-United States Ministerial Konsultation, pp. 1-3. Dalam, http://www.defence.gov.au/Events/Ausmin/Docs/Final_AUSMIN_2014_Communicate.pdf. (Diakses 4
September 2014)
[36]Baca, US Marine Corps welcomed to Darwin, 2012, diambil dari http://www.army.gov.au/Our-work/News-and-media/News-and-media-March-2012/USMC-welcomed-to-Darwin. (Diakses pada 4 September
2014)
[37]Hasil interview
penulis dengan Letjend Penny Radjendra pada Kamis, 24 Juli 2014 di Gedung Ahmad
Yani Kementrian Pertahanan RI di Jakarta.. Dan Baca juga, Australia and US strengthen friendships.Dalam, http://www.army.gov.au/Our-work/News-and-media/News-and-media-2013/News-and-media-October-2013/Australia-and-US-strengthen-friendships-in-Darwin. (Diakses
pada 3 September 2014)
[38]Istilah yang digunakan
Amerika Serikat yang merujuk pada pasukan militer yang bergerak diluar
jangkauan militer negaranya, merupakan kombinasi korps marinir yang memiliki
misi tertentu
[39] Baca
lebih lanjut, Dalam, Rina Oktavia, Respon China,
Indonesia dan Filipina Terhadap Keberadaan Pangkalan Militer Amerika Serikat di Darwin, Australia Tahun 2011‑2012. Dalam, “www.journal.unair.ac.id/filerPDF/jurnalHI.doc.” (Diakses pada
30 April 2014)
[40] Untuk
poin pertama tentang Aggregat Power atau
kekuatan AS di Darwin, sebelumnya sudah dijelaskan di bab 2 bagian Pembangunan
Pangkalan Militer AS di Darwin.
[41] Baca,
Dyah Estu K, 2012, Problem dan Prospek
Hubungan Indonesia-Australia (Pasca Referendum Timor Timur, Yogyakarta:
Leutikaprio, p. 52.
[42]Baca, Bab III: Upaya-Upaya Timor Leste Untuk
Negoisasi Perbatasan Dengan Australia. Dalam, “http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1hi/207613041/bab3.pdf.
Bab 3”.
(Diakses pada 24 Juli 2014)
[43] Baca,
Ferdi Tanoni, 2008, Skandal Laut Timor:
Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra-Jakarta, Kupang: YPTB, p. 1.
[44]Baca lebih
lanjut, Loro Horta, (17 September 2007), “Timor-Leste The Dragon’s Newest Friend”, di publish: RSIS, p. 1.
[45] Loro Horta
hanya membagi tiga faktor motivasi China tergesa-gesa membuka hubungan diplomatik dengan Timor Leste. Pada poin
kedua dan ketiga dalam tulisan Loro Horta disatukan, akan tetapi penulis
membaginya menjadi dua. Baca, Loro Horta, (17 September 2007), “Timor-Leste The Dragon’s Newest Friend”, di
publish: RSIS, p. 1.
[46]Baca, Baca,
Loro Horta, (17 September 2007), Timor-Leste The Dragon’s Newest Friend, di publish: RSIS. Dan juga baca, Antonio
Freitas dan Jan Evangelista, 2012, China’s
Foreign Aid and Constructive Engagement Policy in Timor-Leste, DISIS. Dua
referensi tersebut menjadi referensi utama dalam penulisan tentang hubungan
China dan Timor Leste di bagian ini.
[47]Baca,
Kompas, (Sabtu, 08-09-2012), “Ketergantungan Bawa Konsekuensi”, p.6.
[48]Baca, Ibid.
[49]Baca, Maria
Indira Aryani, “Efektifitas Democracy
Assistance USAID Bagi Pertumbuhan
Ekonomi Timor Leste, p. 143. Dalam, “http://eprints.upnjatim.ac.id/4853/1/8._142 157_Maria_Indira_Aryani_Efektivitas_Democracy_Assistance_USAID_bagi_Pertumbuhan_Ekonomi_Timor_Leste.pdf. (Diakses pada
4 September 2014)
[50]Baca, Linda
Quamar, 28 April 2014, “United States Strengthens Partnership with the
Government of Timor Leste”. Dalam, http://www.usaid.gov/timor-leste/press-releases/apr-28-2014‑united‑states‑strengthens‑partnership‑government‑timor‑leste. (Diakeses pada 4 September 2014)
[51]Baca, Ibid.
[52]Baca, USAID
From The America Peoppe, (17 Agustus 2014), “Second Cohort of Hillary Clinton
Scholars Prepare to Depart for the U.S”. Dalam, “http://www.usaid.gov/timor-leste/press-releases/aug-17-2014-second-cohort-hillary-clinton-scholars-prepare-depart-us. (Diakese
pada 4 September 2014)
[53]Thursday,
16 December 2010 07:00, “Government of Timor Leste and USA discuss Defense
Cooperation”. Dalam, “http://www.xanana-gusmao.com/news/87-government-of-timor-leste-and-usa-discuss-defense-cooperation.html.” (Diakses pada
24 Juli 2014)
[54]Baca, Kay
Rala Xanana Gusmao, (1 Juni 2013), Defending
National Interests; Preventing
Conflict: Kay Rala Xanana Gusmão. Dalam, “www.iiss.org/en/events/shangri%20la%20dialogue/archive/shangri-la-dialogue-2013-c890/second-plenary-session-8bc4/gusmao-5a45 (Di akses
pada 21 Juli 2014)
[55]Baca, Kay Rala
Gusmao, 20 Maret 2013, Defence Aand Ddiplomacy In The Asia-Pasific
Region. Dalam,“timor-leste.gov.tl/wp-content/uploads/2013/03/Jakarta-International-Defence-Dialogue-20.3.13.pdf”. (Diakases
pada 21 Juli 2014)
DAFTAR
PUSTAKA
Art,
Robert J. Art dan Jervis, Robert Jervis. 2007. Ínternational Politics: Enduring Concept and Contemporary Issues.
New York:Pearson Longman.
Bayu
Perwita, Anak Angung dan Yani, Yanyan Mochamad. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Estu,
Dyah K. 2012. Problem dan Prospek
Hubungan Indonesia-Australia (Pasca Referendum Timor Timur. Yogyakarta:
Leutikaprio.
Feng,
Liu dan Ruizhuang, Zhang. 2009. Realisme
Teori Hubungan Internasional. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Guteriano, dkk, Februari 2008, LGN Sunrise di Timor Leste: Impian,
Kenyataan dan Tantangan, La’o Hamutuk (Institut Pemantau dan Rekonstruksi
Timor-Leste).
Holsti,
K. J. 1983. Politik Internasional:
Kerangka Untuk Analisa. Jakarta: Erlangga
Mansbach,
Richard W. dan Rafferty Rafferty Kirsten L. 2012, Pengantar Politik Global. Bandung: Nusamedia.
Mar’iyah,
Chusnul. 2005. Indonesia-Australia:
Tantangan dan Kesempatan dalam Hubungan Politik Bilateral. Jakarta: Granit,
AII, PPs dan ISIP UI.
Mahbubani, Kishore. 2011. Asia Hemisfer Baru Dunia: Pergeseran
Kekuatan Global Ke Timor Yang Tak Terelakkan. Jakarta: Kompas.
Margentahau,
Hans J. 2010, Politik Antara Bangsa,
Jakarta:Obor.
Mansbach, Richard W &
Kirsten L. Rafferty. 2012. Pengantar Politik
Global.
Bandung: Nusamedia.
Mas’oed,
Mohtar. 1990.Ilmu Hubungan Internasional:
Disiplin dan Metodologi. Jakarta: LP3ES.
Menyelesaikan Krisis Di Timor Leste: Asia Report N0 120
– 10 Oktober 2006. Internasional
Crisis Group Working To Prevent Conflict Worldwide.
Singh,
Bilverr. 1999. The Vulnerability of Small
State Revisited: A Study Of Singapore’s Post-Cold War Foreign Policy.
Yogyakarta: UGM.
Tanoni,
Ferdi Tanoni. 2008. Skandal Laut Timor:
Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra-Jakarta. Kupang: YPTB.
Waltz,
Stephen M. Alliance Formation and The
Balance Of World Power. Internasional Security, Vol. 9, No. 4 (Spring,
1985), 3-34: MIT PRESS.
Pinto,
Julio Tomas. 2002. Keamanan Nasional:
Antara Ancaman Internal dan Eksternal.
Skripsi:
Farid, Ya’qub. 2012. Respon Rusia Terhadap Rencana Penempatan
Pertahanan AS di Cheko dan Polandia. Malang: HI UMM.
Leao,
Flaviona Moniz. 2010, Upaya-Upaya Timor Leste Menjadi Anggota ASEAN Tahun
2012”, Lab HI: Skripsi.
Oliveira,
Carolino da Conceicao de. Kepentingan
Australia Dalam Mendukung Kemerdekaan Timor Leste. Malang: HI UMM.
Journal:
Agussalim, Dafri. (JSP. Volume 3, Nomor
1 – Juli 1999). Perimbangan Kekuatan
Militer Di Asia Pasifik Paska Perang Dingin.
Freitas, Antonio & Jan Evangelista. 2012. China’s Foreign Aid and Constructive
Engagement Policy in Timor-Leste. DISIS.
Horta,
Loro. 2007. Timor-Leste The Dragon’s Newest Friend. RSIS.
Margesson, Rhoda & Bruce Vaughn. (June 17, 2009). East Timor: Political Dynamics, Development,
and International Involvement, Congressional Research Service.
Koran:
Kompas.
(8 September 2012. Ketergantungan Bawa
Konskwensi.
Kompas.
(Rabu, 19-12-2012). Pasukan ISF Australia
Keluar Dari Timor Leste.
Kompas
(Selasa, 16 September 2014). PM Abbot
Berkantor di Daerah Terpencil.
Buletin:
Buletin La’o Hamutuk. Mei 2002. Dengan
Kemerdekaan, Apa Yang Berubah Bagi Celah Timor? Perbatasan dan Perjanjian Minyak Antara Australia dan Timor Lorosa’e, (Vol.3, No.4).
Internet:
Al-Islami,
Gigih. 2013. Bandwagoning Politik Luar
Negeri Indonesia Terhadap Pembangunan Pangkalan Militer Amerika Serikat (AS) di
Darwin Australia. Dapat di akses di website dengan link https://www.academia.edu/login?cp=/attachmens/31466925/download_file&cs=www.
(Diakses pada 20 April 2014)
Aktual.
(Friday, 08 March 2013), Xanan Gusmao: Timor
Timur Butuh Investasi Besar, Jakarta. Dalam, “http://www.xanana-gusmao.com/news/114-xanana-gusmao-timor-timur-butuh-investasi-besar-.html.
(Diakses pada 24 Juli 2014)
Australia
and US strengthen friendships. Dalam, http://www.army.gov.au/Our-work/News-and-media/News-and-media-2013/News-and-media-October-2013/Australia-and-US-strengthen-friendships-in-Darwin.
(Diakses pada 3 September 2014)
Adam,
Nigel. 2011, Robertson Barracks :
Permanent US Presence for Darwin, diambil dari http://nautilus.org/publications/books/australian-forces-abroad/defence‑facilities/robertson-barracks/#axzz2ShEGkqrX.
(Diakses pada 4 September 2014)
AUSMIN 2014: Australia-United
States Ministerial Konsultation. Dalam, http://www.defence.gov.au/Events/Ausmin/Docs/Final_AUSMIN_2014_Communicate.pdf.
(Diakses 4 September 2014)
Asia
Development Bank. Pasifik Economic
Monitor: .Pertumbuhan Eknonomi Timor Leste 2014. Dalam, http://www.topix.com/forum/world/east-timor/TDSSJQSPNGK9K12KJ.
(Diakses pada 15 September 2014)
Aryani,
Maria Indira. Efektifitas Democracy Assistance
USAID Bagi Pertumbuhan Ekonomi Timor Leste. Dalam, “http://eprints.upnjatim.ac.id/4853/1/8._142 157_Maria_Indira_Aryani_Efektivitas_Democracy_Assistance_USAID_bagi_Pertumbuhan_Ekonomi_Timor_Leste.pdf. (Diakses
pada 4 September 2014)
Bab I Pendahuluan.
Dalam,” http://e-journal.uajy.ac.id/367/2/1MIH01521.pdf”.
(Diakses pada 10 September 2014)
Bab III: Upaya-Upaya Timor Leste
Untuk Negoisasi Perbatasan Dengan Australia. Dalam, “http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1hi/207613041/bab3.pdf.Bab3”. (Diaks-es
pada 24 Juli 2014)
BBC. (2012). Marinir AS Tiba di Darwin, Australia. [ONLINE] Available at: www.bbc.co.uk/indonesia/multmedia/2012/04/120404_foto_australia.shtml
(Diakses pada Maret 2014)
Bab 6: Peningkatan Kemampuan Pertahanan. Dalam, ”http://diperta.ntbprov.go.id/produkhukum/bab_6_narasi.pdf.
(Diakses pada 4 September 2014).
Bower,
Ernest Z. 2011, Australia-U.S.
Ministerial (AUSMIN). Dalam, “http://csis.org/publication/australia-us-ministerial-ausmin”.
(Diakses pada 15 September 2014)
Buku Putih Pertahanan 2013:
Mempertahankan Australia dan Kepentingan-Kepentingannya. Dalam, http://www.defence.gov.au/whitepaper2013/docs/WP_2013_web.pdf.
(Diakses pada 4 September 2014).
Caryl,
Christian. (2007). Asia’s Dangerous
Divide: Beijing and Washington are building new
alliances throughout the continent”, diambil dari http://www.mywire.com/pubs/Newsweek/2007/09/10/4400075
, (Diakses pada 26 September 2013).
Everingham, Everingham,
2010. China, East Timor strengthen
military ties. Dalam, “http://www.xanana-gusmao.com/news/81-china-east-timor-strengthen-military-ties.html.
(Diakases pada 24 Juli 2014)
Gusmao,
Kay Rala Xanana. (Sunday, 01 April 2012). Analisa Timor Leste Untuk Menjadi Negara
Maju. Dalam, “http://www.xanana-gusmao.com/articles/103-analisa-potensi-timor-leste-untuk-menjadi-negara-maju.html.
(Diakses pada 24 Juli 2014
Gusmao,
Kay Rala Xanana, (1 Juni 2013). Defending
National Interests:
Preventing Conflict: Kay Rala Xanana Gusmão. Dalam, “www.iiss.org/en/events/shangri%20la%20dialogue/archive/shangri-la-dialogue-2013-c890/second-plenary-session-8bc4/gusmao-5a45
(Di akses pada 21 Juli 2014)
Gusmao,
Xanana. (20 Maret 2013). Defence Aand Ddiplomacy In The Asia-Pasific
Region. Dalam,“timor-leste.gov.tl/wp-content/uploads/2013/03/Jakarta-International-Defence-Dialogue-20.3.13.pdf”.
(Diakases pada 21 Juli 2014)
Gusmao,
Kay Rala Xanana. (2014). Membangun Kalobarasi Maritim Untuk
Keamnan dan stabilitas. (terj. Satri Arismunandar). Dalam, “satrioarismunandar6.blogspot.com/2014/04/sambutan-kay-rala-xanana-gusmao-pm.html.
(Diakses pada 24 Juli 2014)
Komisi
Sistematisasi dan Harmonisasi. Draft
Konstitusi Republik Demokratik Timor Leste. Dalam, “http://etan.org/etanpdf/pdf2/cnbh0202.pdf”.
(Diakses pada 24 Juli 2014)
International Institutes for Strategic Studies. Dalam, http://english.kbs.co.kr/news/cart_stats.html?No=4105&page=2.
(Diakses pada 30 April 2014)
Nazhafah, R. Strategi
Militer Amerika Serikat Dalam Membendung Pengaruh Republik
Rakyat China di Asia Pasifik. Dalam, http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1975/10.%20Isi%20Skripsi.pdf?sequence=2. (Diakses pada 4 September 2014)
No. 2 Securty Treaty Between
Australia, New Zealand and the USA (ANZUS). Dalam, “https://www.dfat.gov.au/geo/new_zealand/documents/anzus.pdf.
(Diakses pada 24 Juli September 2014)
Oktaviani,
Henni. 1951. Australia dalam pembentukan
ANZUS (Australia, New Zealand, United States of America). Dalam, http://lontar.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-20156934.pdf.%2.
(Diakses pada 15 September 2014)
Oktavia,
Rina. Respon China, Indonesia dan
Filipina Terhadap Keberadaan Pangkalan Militer Amerika Serikat di Darwin,
Australia Tahun 2011-2012.. Dapat diakses dengan link “journal.unair.ac.id/article_4696_media131_category131.html”.
(Diakses oleh penulis pada 30 April 2014)
Pradini
,Aprilia Fatmadini Eka, Kepentingan
Nasional Australia Terhadap Indikasi
Pembangunan Pangkalan Militer Amerika Serikat Di Darwin. Dalam, http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/486.
(Diakses pada 5 Juli 2014)
Rosyidin,
Mohamad. Politik Luar Negeri sebagai Konstruksi Sosial: Sikap Indonesia terhadap
Kebijakan Penempatan Pasukan Marinir Amerika di Darwin.Dapat diakses di, “journal.unair.ac.id/article_5570_media89_category.html”.
(Di akses pada 30 April 2014)
Patnistik,
Egidius. (Kompas, 11 Februari 2014), Timor Leste Terbuka bagi Armada China. Dalam, “http://internasional.kompas.com/read/2014/02/11/0739588/Timor.Leste.Terbuka.bagi.Armada.China”. (Diakses pada 13 September 2014)
Quamar,
Linda. (28 April 2014). United States
Strengthens Partnership with the Government of Timor Leste. Dalam, http://www.usaid.gov/timor-leste/press-releases/apr-28-2014‑united‑states‑strengthens‑partnership‑government‑timor‑leste. (Diakeses pada 4 September
2014)
Sapputra,
Indra. Arah Politik Luar Negeri Australia
Masa Kini. Dalam, “ http://www.academia.edu/5306893/ARAH_POLITIK_LUAR_NEGERI_AUSTRALIA_MASA_KINI.
(Diakses pada 15 September 2014)
Press Conference, 2012, U.S. Marines arrive in Darwin. Dalam, “http://www.minister.defence.gov.au/2012/04/04/press-conference-us-marines-arrive-in-darwin/.
(Diakses pada 3 September 2014)
Russia
Today, 2012, “2500 US Marines in Darwin ‘Not a Military Base’”. Dalama, , (Diakses pada 9 Januari 2014)
Suparwoto, Agus. (Kamis 14 February 2008). PM Australia Kevin Rudd Tiba di Timor Leste. Dalam http://inilah.com/. (Diakses tanggal 14
September 2014)
Senin 11 February 2008. Mayor
Alfredo Tewas Dalam Penembakan Ramos Horta. Dalam, http://international.okezone.com/read/2008/02/11/18/82460/18/mayor-alfredo-tewas-dalam-penembakan-ramoshorta. (Diakses pada 14 September 2014)
Sinaga, Obsatar. Aliansi Jepang-Amerika Serikat Dalam Menghadapi Pembangunan Kapabilitas
Militer China dan Korea Utara. Dalam, http://pustaka.unpad.ac.id/wp‑content/uploads/2014/02/aliansi_jepang_amerika_serikat.pdf. (Diakses pada 26 September 2014)
SIPRI
Fact Sheet. (April 2014). Trends in World
Military Expenditure In 2013. Dalam, www.sipri.org.
(Diakses pada 26 September 2014)
Strategi Diplomasi Australia
Terhadap Timor Leste: Kasus Celah Timor. Dalam, “http://direktori.umy.ac.id/uploads/skripsi2/20050510233-Bab-I.pdf.
(Diakses pada 24 Juli 2014)
Turmanggor,
Budi Fernando Tumanggor. (Rabu,
4 April 2012 14:49 WIB). AS
Tempatkan Pasukan di Australia, China dan Indonesia Meradang. Dalam, “jaringnews.com/internasional/umum/12880/as-tempatkan-pasukan-di-australia-china-dan-indonesia-meradang”.
(Diakses pada 9 Januari 2014)
Thursday, (16 December 2010).
Government of Timor Leste and USA discuss
Defense Cooperation. Dalam, “http://www.xanana-gusmao.com/news/87-government-of-timor-leste-and-usa-discuss-defense-cooperation.html.”
(Diakses pada 24 Juli 2014)
Trisnawati
,Yuli. Penempatan Pasukan Militer Amerika
Di Australia. eJournal Ilmu Hubungan Internasional FISIP Unmul. Dalam, http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp‑content/uploads/2014/02/ejournal%20By%20Juli%20Trysna%20S.IP%20%2802-20-14-02-43-12%29.pdf.
(Diakses pada 10 September 2014)
USAID From The America Peoppe.
(17 Agustus 2014). Second Cohort of
Hillary Clinton Scholars Prepare to Depart for the U.S. Dalam, “http://www.usaid.gov/timor-leste/press-releases/aug-17-2014-second-cohort-hillary-clinton-scholars-prepare-depart-us.
(Diakese pada 4 September 2014)
US Departement of State.
(2012). U.S. Relation With Timor-Leste.
Dalam, http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/35878.htm.
(Diakses pada 24 Juli 2014)
University
of San Fransisco School of Law. (Dili 16-24 Juny 2004). Laporan Analisa Diplomasi Pertahanan dan Keamanan Nasional. Dalam, http://www.eastimorlawjournal.org/ROCCIPI_Analysis_East_Timor_Social_Problems/B4_indo.doc,
diakases 6 Mei 2010.
Wahyudi,
Slamet. Analisis Sistem Pertahanan Negara
Timor Leste. Dalam,” http://www.scribd.com/doc/214807694/Analisis-Sistem-Pertahanan-Negara-Timor-Leste.
(Diakses pada 10 September 2014).
US Marine Corps welcomed to Darwin,
2012, diambil dari http://www.army.gov.au/Our-work/News-and-media/News-and-media-March-2012/USMC-welcomed-to-Darwin.
(Diakses pada 4 September 2014)
US Marine Corps welcomed to Darwin,
2012. Dalam, http://www.army.gov.au/Our-work/News‑and‑media/News‑and‑media‑2012/News‑and‑media‑March‑2012/USMC‑welcomed-to-Darwin.
(Diakses pada 4 September 2014)
6 Senjata Perang Buatan Indonesia. Dalam, http://forum.kompas.com/teras/250907-6-senjata-perang-buatan-indonesia.html.
(Diakses pada 6 September 2014)
2011. China
to open its first military base abroad in Indian Ocean. Dalam, http://www.ndtv.com/article/india/china-to-open-its-first-military-base-abroad-in-indian-ocean-157282. (Diakses pada 5 September 2014)
0 komentar:
Post a Comment