Bulan Ramadhan diyakini menjadi bulan suci bagi umat Islam, bulan pembersih dosa-dosa umat manusia selama sebelas bulan dalam satu tahun. Segala perbuatan buruk dan jahat yang secara otomatis menghasilkan dosa akan di ampuni sang Khaliq. Hanya Allah sematalah yang menentukan besar kecil sebuah dosa dan hanya dia semata jugalah yang memiliki kapasitas mengampuninya. Ampunan dari Allah Swt ditentukan dari usaha-usaha umat manusia menjalani puasa. Berpuasa secara ikhlas, ikhlas hanya kepada Tuhan YME tanpa ada usur-unsur lain selain Dia. Puasa yang sifatnya wajib menjadi keharusan bagi umat muslim untuk menjalankannya dengan khusu'.
Dalam rangka menjalani puasa dengan baik serta melahirkan momentum dan meninggalkan memori menjadi motif melangkahkan kaki ke alam. Alam Simeru menjadi pilihan yang tepat dijejaki dalam mengawali bulan Ramadhan. Simeru menjadi pilihan karena merupakan Gunung Tertinggi di Pulau Jawa yang berada di Kabupaten Malang-Jawa Timur, tempat kami mengadu nasib dengan memperluas ilmu pengetahuan. Kestrategisan lain dari Simeru ialah keindahan cakrawala alamnya dan trak-nya yang tidak terlalu terjal. Rasionalisasi-rasionalisasi di atas menjadi landasan utama dalam menjelajahi alam Simeru di awal bulan suci Ramadhan.
Lelah, letih, manajemen emosi dan menjaga keakraban sesama pejuang di alam serta tantangan alam menjadi ujian bagi setiap anak gunung (pencinta alam dan penikmat alam). "Ujian-ujian dalam menjelajahi alam setimpal dengan kenikmatan dan kehangatan jiwa ketika berada di puncak gunung". Untuk mengetahui sejarah menjelajahi alam Simeru di awal bulan suci Ramadhan, alangkah eloknya di jelaskan juga dalam tulisan sederhana ini.
Jauh-jauh hari dari waktu keberangkatan sudah direncakan oleh beberapa para anak Insan Pencita Alam (ISPALA) untuk menjelajahi alam Simeru. Seiring dengan berjalannya waktu beberapa anak ISPALA mengiyakan untuk ikut dan juga beberapa non-ISPALA namun seiring lagi dengan berjalannya waktu baik anak ISPALA dan non-ISPALA semakin berguguran tidak ikut. Hal tersebut menimbulkan pesimistis apakah jadi atau tidak menjelajah. Beberapa hari menjelang hari keberangkatan diasumsikan kemungkinan besar tidak jadi, apalagi pada waktu itu saya sendiri di hari ketiga bulan puasa Seminar Proposal yang sempat tertunda pada hari kamis, satu hari sebelum hari keberangkatan.
Tidak disangkal hasil dari pergumulan dengan sahabat karib, namanya Ihsan. S yang baru-baru dari Simeru memperlihatkan keindahan Oro-Oro Ombo (setelah Ranukombolo) yang dihiasi tanaman Lavenders menari optimis, mau tidak mau harus berangkat. Selain memperlihatkan keindahan oro-oro Ombo, dia juga mengompori, "berangkat sudah, bakalan rugi jika tidak berangkat". Jum'at pagi kuputuskan untuk berangkat walaupun cuma sendirian. Sembari packing, lama kelamaan James dan Ma'ruf (Anggota ISPALA) memutuskan ikut dan adinda Gias yang baru bangun dan tidak ada rencana untuk ikut juga memutuskan ikut tanpa ada savety.
Selesai Shoat Jum'at, Acung dan Dayat (Anggota ISPALA) telah mendapatkan informasi dadakan dari PM BBM dan langsung memutuskan juga untuk ikut dengan kekurangan alat gunug, kemudian di susul oleh Ajiz juga merapatkan barisan. Keberangkatan tidak jelas namun bisa di atasi dengan optimistik dan perlengkapan gunung secukupnya. Baru beberapa meter dari Rumah Insan Cita tepatnya di mini market-Indomaret hujan lebat menyambut. Ya mau tidak mau harus tuggu hujan sampai berhenti dan setelah hujan berhenti yang lebih parahnya ternyata motor tidak cukup karena Ajiz yang tidak ada rencana sama sekali juga ikut. Terpaksa ada yang bonceng tiga.
0 komentar:
Post a Comment