Wall Street: Neo-Liberalisme – “Money Never Sleep ”


Selayang Pandang
            Masa depan umat manusia dan tatanan dunia tercinta ditentukan, sejauh mana manusia bisa berfikir dan berimajinasi. Manusia diamini oleh sebagian besar umat manusia[1] di dunia sebagai makhluk pintar,cerdik, bersosial dan sebagainya. Dengan kesempurnaan yang dimiliki makhluk “manusia” dibandingkan dengan makhluk lain, kepercayaan-pun terlahir terhadap umat manusia untuk menciptakan tatanan dunia damai, degan segala hormat meminjam istilah dari Immanual Kant “Perpetual Peace” atau istilah dari penganut universalis (Falk and Mendlovitz), yaitu World- Order.[2] Pencapaian akan keteraturan dunia “World Order” memerlukan generasi masa depan yang berintelektual atau secara spesipik terintegralnya generasi intelektual dari berbagai penjuru dunia dengan satu visi misi menciptakan dan mempertahankan perdamaian abadi “perpetual peace” di muka bumi, itulah impian kaum idealis-utopia[3].
            Kekompleksan dunia dan ketidak jelasan arah umat manusia dalam membangun peradaban global dalam mewujudkan masyarakat Internasional merasakan ketentraman,kedamaian, kesejahteraan dan jauh dari ancaman, akan melahirkan aliran baru “skeptis”. Jauh dari pandangan kaum “skeptis”, idealis tetap mempunyai harapan akan perwujudan seperti apa yang diimpikannya. Umat manusia yang sedang mendiami dunia saat ini, tidak lepas dari kepentingan, apakah “personal interest” maupun “group interest”. Kepentingan lahir/datang dari mana saja, sebagaimana adiguim yang berbunyi:“datang tidak dijemput, pulang tidak diantar”, inilah istilah para ahli pemanggil arwah. Baik kaum realis dan neo-realis sangat percaya bahwa kepentingan sudah melekat dan mendarah daging pada sifat dasar manusia. Segala cara akan dilakukan untuk mencapai kepentingan, apakah berbicara subjek kepentingan berasal dari level individu maupun state – nation.
Neo-Liberalisme
Di jaman Globalisasi saat ini berbagai negara telah mengiplementasikan orderan (tawaran pemikiran) paham Neo-Liberalisme terutama dari negara Eropa Barat dan Amerika Utara. Setiap paham yang berkaitan masalah ekonomi – politik yang berasal dari pemikir-pemikir handal dunia menginginkan ide atau gagasannya untuk diimplementasikan oleh setiap negara di Seluruh dunia. Men-globalkan atau membumikan ide dari para pemikir adalah impian dari setiap pencetus dan penganut aliran, baik aliran Marxisian, realisme Liberalisme dan Neo-liberalisme dan Sebagainya. Kekurangan dan kelemahan telah melekat pada setiap aliran sehingga menimbulkan riwayat sejarah pahit, dimana para penganut masing-masing paham saling mencacimaki dan menyalahkan -  klaim kebenaran.
Disadari atau tidak dan memang kenyataan itu adanya, bahwa negara-negara yang berada pada level dunia pertama telah mengalami lonjakan besar dalam berbagai bidang dan salah satu bisa dilihat dari dimensi keberhasilan Ekonomi. Negara yang dimaksud berada di dunia pertama adalah Amerika, Ingris, Jerman, Francis dan kawan-kawannya seperti Jepang. Negara yang masuk dalam level dunia pertama telah menggunakan paham Neo-liberalisme sebagai landasannya dalam menggerakkan ekonomi nasional dan global. Neo-liberalisme meyakini bahwa dengan meminimalkan peran negara dalam mekanisme pasar, maka individu dapat sejahtera dan makmur dengan berusaha mencari pekerjaan untuk survive. Doktrinisasi Adam Smith sebagai bapak Liberalisme klasik pada abad 18 bahwa “ setiap manusia mempunyai hak untuk bebas “Freedom, berkompetisi dan Potensi” dan dia juga menggunakan  istilah-istilah normatif seperti nilai (Value), kekayaan (welfare), dan utilitas (utility) berdasarkan asumsi berlakunya hukum alamiah.[4]
            Amerika adalah negara “super power” dari berbagai dimensi, dalam wacana akademisi  yang membahas Amerika Serikat dalam konteks global, menjulukinya sebagai negara adidaya – “Hegemoni Multidimensi” ditingkat Global. Dalam Film Wall Street telah jelas bahwa pemerinthan dan rakyat Amerika Serikat telah dipengaruhi dan mengimplementasikan nilai-nilai Neo-Liberalisme, salah satu contoh  dimana yang menguasai pasar dan perekonomian adalah sebuah perusahaan atau NGO.
            Pada awal film telah menceritakan begitu pentingnya “Uang” “satu-satunya yang hijau itu uang”, ungkap aktor utama (Jacob Moore). Paham Neo-Liberalisme mengajarkan individu untuk berkompetisi  bersama individu lain untuk sukses demi mencapai kesejahteraan dan kemakmuran, sebagaimana yang ditekankan Adam Smith bahwa setiap pribadi-pribadi individu memiliki potensi sesuai dengan apa yang diinginkannya.  Film tersebut telah menceritakan Group Minority yang mengerakkan perekonomian dan moneter dunia. Yang dimaksud Group Minority adalah perusahaan yang bergabung dalam Tim Churchill schwartz. Benar ketika Arnold Toynbee menerangkan bahwa Creative Minorty dapat melahirkan peradaban baru dan menggantikan peradaban kuno (juga dilahirkan creative minority dahulu). Peradaban disini, penulis menganalogikan-nya kekuatan ekonomi global yang digerakkan oleh Group minority yang Great Capability.
            Group Minority inilah yang menjadi penggerak atau ujung tombak perekonomian dan moneter dunia.  Pada waktu terjadi hal yang menakutkan bagi para pengusaha dalam film Wall Street, terutama para kelompok Bretton James “Goup minority”, seperti ini yang diberitakan media: “Saham keuangan utama banyak yang jatuh, penyebabnya terlalu banyak penjualan dalam bursa, kerusakan sudah meluas: Nasdaq jatuh tajam, dow jones industrial average – sama-sama jatuh (penurunan 500 poin) dan minyak juga jatuh, 100 poin baru saja jatuh. Investor berusaha menyerahkan masalahnya ke pemerintah, sama halnya dengan bank Amerika yang hampir roboh”Dari peristiwa di atas sangat menakutkan untuk kelangsungan kehidupan umat manusia. Sebagaimana Julie[5] mengatakan bahwa “Berbeda yang terjadi pada tahun 1929 dengan kejadian saat ini, ini makin parah sekarang, karena berjalan semakin cepat. Pasar uang diseluruh dunia akan mengering akhir ini, ATM akan berhenti mengeluarkan tagihan, Asuransi deposit pemerintah akan hancur dan bank akan tutup, rakyat panik dan ini akan menjadi akhir dunia, bill.
            Intervensi pemerintah dan subsidi dari para pengusaha yang begitu besar sebagaiama diungkapkan oleh Bretton james, yaitu sebanyak 7 atau 8 ribu milyar juta menjadi alternatif terakhir dalam menangani krisis pinansial yang tejadi. Walaupun Amerika Serikat menggunakan paham Neo-liberalisme, tetapi para pengusahanya masih membutuhkan bantuan negara dalam mengatasi krisis yang terjadi, karena ini menyangkut kelangsungan hidup penduduk. Peran negara;Group terpilih presiden memasuki ruang rapat darurat bersama menteri keuangan dan  bank cadangan negara”. Walaupun Bill yang dikenal sangat menentang sosialisme dan nasionalisasi atau dia sangat beraliran liberal, tetapi masih percaya pada pemeritahan, “Pemerintah tahu akan apa yang harus kita lakukan”, ungkap Bill. Gagasan Neo-Liberalisme tentang pengurangan campur tangan pemerintah tidaklah berarti mengapuskan semua kekuasaan pemerintah.
            Ketika terjadi kecurangan atau hal-hal yang menyimpang dari norma dan terjadi pelanggaran moral,maka pemerintah berhak menggunakan “Rule Of Law” untuk menegakkan kebenaran dan keadilan demi suistanable kejayaan negara. Gordon Gekko sebagai penguasa Wall Street pada tahun 80-an, telah menjadi salah satu objek yang terjebak dalam penyelewengan saham dan penggelapan pajak sehingga di dijebloskan kedalam penjara. Dan di akhir Film Bretton James menyusul, Bretton melakukan tindakan kecurangan dengan para koleganya, sehingga dia diproses oleh pihak yang bersangkutan untuk mempertanggung jawabkan apa yang sudah dia lakukan. Sebagaimana informasi dari media bahwa “Bretton Jamen, romur kalau dia memotong saham killer zabel, sebelum akhrinya dia menguasainya.
Uang – Morality
            Money Never Sleep membuat kita berimajinasi, apakah uang tidak pernah tidur, dapat dibenarkan?. Dalam kehidupan sehari-hari, mayoritas penduduk dunia yang berjumlah 6,5 milyar digerakkan oleh uang, sehingga seolah-olah uang adalah sesuatu yang vital bagi kelangsungan hidup manusai setelah meninggalkan jaman “Barter”. Di jaman milenium sekarang ini, ketika uang tidak hadir dalam kehidupan sehari-hari kita, maka ada yang terasa hilang. Harus diamini, uang menjadi salah satu faktor pendorong untuk melanjutkan dan memakmurkan kehidupan manusia. Memiliki uang dengan jumlah besar dapat membawa kehidupan seseorang meningkat ke level yang lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang yang kekurangan uang. Berjayanya perusahaan-perusahaan di film Wall Street karena salah satunya ditopang oleh Uang dan mempunyai parner yang bergerak dalam pengelolaan uang – “Bank”.
Kelangsungan dan berjayanya sebuah perusahaan tergantung jumlah uang yang dimilikinya. Gordon Gekko mendirikan perusahaan dengan uang yang nilainya sangat tinggi sehingga dengan uang dia dapat mendirikan dan menjayakan perusahaan. Dengan uang juga dapat menjadikan mata seseorang berbinar, itulah peran Jacob Moore yang tergila-gila dengan uang, tetapi disisi lain dia adalah Idealis. Uang digunakan sebagai salah satu instrument untuk mencapai apa yang kita inginkan di dunia ini. Dan dengan Uang pulalah yang membawa seseorang melakukan tindakan yang bertolak belakang dengan moralitas. Sebagian besar yang berperan sebagai aktor dalam film Wall Street, tanpa terkecuali dalam perspektif penulis telah ditaklukkan oleh uang. Dimana uang dijadikan sebagai perwujudan dari kekuasaan dan menyingkirkan baik musuh/pesaing maupun lawan. Romur kalau dia memotong saham killer zabel, sebelum akhrinya dia menguasainya, ungakap salah satu media.
Louis Zabel adalah pemilik perusahaan Killer Zabel dalam Firma Invesatasi yang paling besar sahamnya di wall street sebesar 75 %. Bahaya Moral yang menurut hemat penulis sangat berharga untuk dihindari demi kelangsungan hidup umat manusia, dijelaskan oleh Gordon Gekko bahwa “Bahaya Moral, yaitu saat seseorang mengambil uangmu dan tak tanggung jawab. Itulah yang dilakukan oleh Bretton James sehingga mengakibatkan peusahaan Killier zabel bangkrut dan terjadi krisis, Lois Zabel pun bunuh diri atas kejadian tersebut, sungguh malang nasib Louis Zabel yang sudah tua. Kemudian kita meninjau kembali perkataan Jacob kepada Bretton, saat dia menolak masuk Tim Churchill schwartz; “Seranganmun menghancurkan zabel dan memaksanya bunuh diri, kau mungkin bilang bahaya moral, tapi kaulah bahaya moralnya. Kau adalah racun paling mengerikan dalam sistem terpolusi ini.
Kesimpulan
Pesan yang dapat dipetik dari Film Wall Street: Pertama, walaupun sebuah negara menggunakan paham Neo-Liberalisme tapi Rule Of Law sangat kuat sehingga seseorang tidak seenaknya melakukan kejahatan atau kecurangan. Pengusaha atau dari golongan lain yang melakukan tindakan kejahatan kemungkinan besar mengakibatkan terjadinya krisis (moneter dan finansial) baik di tingkat nasional, regional bahkan global. Dengan Rule Of Law yang kuat dipegang oleh sebuah pemerintahan, maka kemungkinan kecil seseorang bertindak kejahatan.  Kedua, Uang menjadi faktor vital dalam kehidupan manusia dan atas nama uang akan membuat sebagian manusia melakukan apapun yang diinginkannya (ada yang positif dan negatif). Uang yang jumlahnya banyak dan ditopang strategi dapat membawa manusia meraih kekuasaan. Ketiga,Masalah moralitas – “bahaya moralitas” mengajarkan kita begitu tragisnya melanggar nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari, khsusnya dalam berbisnis.

[1] Umat manusia yang dimaksud adalah manusia yang senantiasa percaya dan mempunyai pengetahuah akan esensi tugas dan fungsi manusia di adakan di bumi.
[2] Lihat, Ambarwati, 2009, “Refleksi Teori Hubungan Internasional dan Tradisional Ke Kontemporer”, Yogyakarta: Graha Ilmu, Hal,. 140
[3] Kalimat yang sangat idealis diatas bukan berasal dari idealis-liberal yang kita kenal sebagai teori hubungan internasional tapi penulislah yang ingin berimajinasi untuk kelangsungan umat manusai yang begitu menyedihkan dengan kondisi anasrki.
[4] Lihat, Deliarnov,2006, “Ekonomi Politik:Ekonomi Politik Neoliberalisme”, Jakarta: Erlangga, Hal., 34
[5] Julie adalah salah satu tokoh dari kelompok pengusaha yang paling tua diantara para pengusaha.


0 komentar:

Post a Comment

 

My Profil

My photo
Batu Bolong, Makassar/Sulsel, Indonesia
Someone on the photo is independent writer in this blog namely Muhammad Jusrianto from Latimojong, Enrekang, South Celebes, Indonesia. Latimojong is one of the deepest areas which has the highest mountain in Celebes island, named as Latimojong Mountain. Although spending time and growing in underdeveloped area, he has a great spirit to attend higher education. He spent four years, from 2010 to 2014, to finish his study International Relations Department of University of Muhammadiyah Malang in Malang, East Java. After completing an undergraduate degree, he decided to closely keep in touch with English for preparing himself to attend master degree abroad, whereas running the responsibilities in The Institution of Tourism and Environmentalist at HMI. Now he is a IELTS tutor in Insancita Bangsa Foundation and a director of Information and Communication in LEPPAMI HMI.

Popular Posts

Musik

Video