PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
. Lajunya pertumbuhan penduduk pada suatu Negara akan berefek pada dimensi ekonomi, kondisi sosial budaya serta stabilitas nasional. Kuantitas pertumbuhan jumlah penduduk yang dijadikan sebagai pertimbangan utama sehingga lahirnya program Keluarga Berencana (KB). Hal tersebut berlaku secara universal bagi Negara-negara di dunia yang telah meminimalisir bahkan membatasi pertumbuhan penduduknya. Pertimbangan di ataslah yang di internalisasikan oleh Negara terkhususnya Negara Indonesia sebagai rasionalisasi dalam pengambilan kebijakan nasional terkait pengimplementasian program Keluarga Berencana. Pelaksanaan Program Keluarga Berencana atau disingkat KB bertujuan untuk membatasi jumlah anak pada setiap keluarga.
Program KB, yaitu menghimbau setiap pasangan hanya memiliki maksimal tiga anak dengan cara non - coercive. Membatasi anak atau mencegah terjadinya kehamilan pada si perempuan khususnya pasangan usia subur (PUS) dengan cara menggunakan alat kontrasepsi. Alat kontrasepsi telah di sosialisasikan pemerintah kepada masyarakat agar digunakan pada saat berhubungan guna mencegah kehamilan. Alat kontrasepsi yang disosialisasikan dan disediakan (dibeli pemakai) oleh pemerintah berupa spiral/IUD, pil, dan suntik bagi perempuan sedangkan kondom bagi laki-laki. Ni Nyoman Sukeni dalam karyanya "Hegemoni Negara Dan Resistensi Perempuan Dalam Pelaksanaan Program Keluarga Berencana Di Bali" telah mengungkap tindakan diskriminatif tehadap perempuan dalam kesuksesan pelaksanaan program KB dengan spesifikasi di kecamatan Tejakula.
Ni Nyoman Sukeni mengungkap unsur-unsur diskriminatif atau ketimpangan gender di Kecamatan Tejakula provensi Bali pada saat acara sosialisasi program KB di setiap rapat banjar/Desa yang dilakukan oleh Petugas Lapang Keluarga Berencana (PLKBD). Dalam rapat banjar/ Desa yang dilibatkan hanyalah anggota banjar (suami), sedangkan istri tidak. Suami dipercaya sebagai penyambung lidah ke istri untuk menyampaikan pelaksanaan program KB. Padahal yang menjadi objek utama dan sangat merasakan program KB adalah perempuan/istri. Hal tersebut dapat dilihat dari partisipasi penggunaan alat kontrasepsi, dimana komposisi perempuan lebih banyak menggunakan alat kontrasepsi di bandingkan dengan laki-laki.
Kandungan karya Ni Nyoman Sukeni yang merupakan rujukan utama dalam tulisan ini yang telah mengungkap kasus diskriminasi secara konpherensif terhadap perempuan. Budaya hindu yang dulunya menganut banyak anak banyak rejeki dan tidak masalah jika mempunyai banyak anak sampai melahirkan anak laki-laki serta di dalam agama hindu juga menghargai kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Beberapa kebudayaan dan kepercayaan masyarakat Bali yang disebutkan diatas terkikis akibat pelaksanaan program KB dengan slogan "dua anak sudah cukup, laki-laki dan perempuan sama saja".
Secara tersirat penjelasan di atas telah memperlihatkan adanya unsur hegemoni kepada perempuan yang dilakukan oleh Negara melalui suami. Konsep hegemoni yang dimaksud bukanlah hegemoni ala Karl Marx yang koersif akan tetapi hegemoni tanpa koersif versi Antonio Gramsci. Gramsci menegaskan bahwa mekanisme hegemoni, peran intelektual menjadi begitu penting dan sentral karena mereka dapat disebut sebagai kelas yang memimpin dengan daya persuasi tingkat tinggi. Kemudian asumsi hegemoni Gramsci juga menegaskan bahwa kekuasaan melibatkan kelompok sosial tertentu yang mengamankan persetujuan (aktif atau pasif) dari strata sosial lainnya ketimbang memaksakan sebuah keputusan. Jadi, jelas bahwa hegemoni telah dilakukan oleh Negara (para intelektual organik) kepada masyarakat terkhusus bagi perempuan tanpa mereka sadari melalui program KB.
Hegemoni yang dilakukan oleh pemerintah terhadap masyarakat khususnya para perempuan di Kecamatan Tejakula melalui program KB telah mendapatkan resistensi atau perlawanan dari perempuan. Perlawanan yang dilancarkan oleh perempuan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor tradisi, faktor kepercayaan, faktor efek samping, faktor ekonomi dan faktor izin suami. Bentuk resistensi yang dilakukan adalah akseptor berhenti menggunakan alat kontrasepsi, perempuan tidak mau menggunakan alat kontrasepsi, akseptor mengganti alat kontrasepsi dengan sistem yang tidak di anjurkan program KB. Adanya resistensi yang dilancarkan oleh prempuan merevitalisasi budaya dan kepercayaan yang sebelumnya dianut oleh masyarakat Kecematan Tejakula.
B. Rumusan Masalah
Penjelasan dari latar belakang di atas menjadi landasan bagi penulis untuk menetapkan sebuah rumusan masalah, sebagai berikut:
a.Kenapa pelaksanaan program Keluarga Berencana mengandung indikasi hegemoni negara terhadap perempuan di Kecamatan Tejakula?
b.Apa reaksi para perempuan Kecamatan Tejakula terhadap hegemoni Negara melalui program Keluarga Berencana?
C.Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah hasil dari berkaca terhadap rumusan masalah di atas, adapun tujuan penulisan sebagai berikut:
1.Untuk mengetahui unsur-unsur hegemoni yang dilakukan oleh Negara terhadap perempuan di Kecamatan Tejakula dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana.
2.Mengetahui resistensi yang dilakukan oleh perempuan di Kecamatan Tejakula terhadap hegemoni yang dilancarkan oleh Negara melalui program Keluarga Berencana.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hegemoni Negara Dan Masyarakat Tejakula
Thomas Hobbes menegaskan bahwa Negara harus ada dan mempunyai otoritas tertinggi serta mutlak memiliki kedaulatan penuh dalam sebuah wilayah. Lahirnya Negara bertujuan untuk menyelesaikan problema-problema yang terdapat dalam suatu wilayah salah satunya melalui "social contarct". Negara berhak dan wajib mengambil serta memutuskan sebuah kebijakan tertentu untuk mengantisipasi terjadinya instabilitas dari berbagai dimensi kehidupan dalam sebuah Negara. Terkait dengan lajunya pertumbuhan penduduk akan mempengaruhi faktor-faktor lain seperti faktor ekonomi dan sosial. Hans J Morgenthau seorang tokoh realis dalam karyanya "Politics Among Nation" memposisikan kuantitas penduduk menjadi salah satu determination kekuatan nasional.
Maksud dari Morgenthau, yaitu kemungkinan besar kuantitas jumlah penduduk dalam suatu negera dapat menjadi sumber national power (kekuatan nasional) dan dapat juga menjadi boomerang bagi keamanan nasional. Dampak negatif dari pertumbuhan penduduk menjadi latar belakang kekhawatiran bagi Negara-negara yang jumlah penduduknya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Indonesia sendiri dari tahun ketahun jumlah penduduknya semakin meningkat sehingga program Keluarga Berencana menjadi salah satu prioritas pemerintah. Program Kelurag Berencana yaitu program yang bertujuan untuk meminimalisir bahkan membatasi pertumbuhan penduduk. Hal tersebut dapat terealisasi dengan jalan menekan angka kelahiran dan dijaman modern saat ini berbagai macam alat kontrasepsi yang digunakan sebagai pencegah kehamilan sperti: IUD/spiral, pil, suntik bagi perempuan dan kondom bagi laki-laki.
Yang menjadi perosalan dari kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan program KB tanpa melupakan sisi positifnya telah mengandung unsru-unsur hegemoni yang bersifat lunak sebagaimana yang diyakini oleh Antonio Gramsci terkait konsep hegemoni. Oleh karena itu, lahirnya program KB yang menjadi kebijkan nasional pemerintah Indonesia yang sudah berlangsung lama telah mengandung bentuk dan fungsi hegemoni Negara dalam pelaksanaan program KB terhadapa perempuan di Kecamatan Tejakula:
1. Bentuk Hegemoni Negara
Badan kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai badan yang diamanatkan oleh pemerintah dalam kebijakannya untuk menurunkan angka kelahiran. Untuk kesuksesan program KB, BKKBN membentuk perwakilan muali dari gubernur, bupati, camat sampai ke kepala desa untuk terlibat membina dan mengawasi pelaksanaan program. Terkait dengan perlaksanaan program KB di Kecamatan Tejakula, sistem yang digunakan dalam menyosialisasikan program adalah sistem banjar. Sistem banjar adalah suatu sistem yang menggunakan organisasi banjar dalam merealisasikan program KB kepada kelompok target, dalam hal ini PUS di Kecamatan Tejakula.
Dalam rapat banjar terdapat dialog antara Pelaksana Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), dokter/bidan Puskesmas/bidan desa dengan PUS atau calon akseptor. Dalam dialog tersebut diupayakan mencapai kesepahaman tentang program yang disosialisasikan antara pensosialisasi dengan obejk sosialisasi. Tidak dilupakan bahwa dalam proses tersebut telah terjadi hubungan/interaksi antara petugas KB dan calon akseptor, dalam hal ini suami sebagai anggota banjar. Melihat dari mekanisme rapat banjar berarti istri seoalah-olah dibatasi partisipasinya dalam pengambilan keputusan karena pada waktu rapat banjar terdapat keputusan calon akseptr menerima program KB dari pemerintah.
Ni Nyoman Sukeni mengatakan bahwa keputusan untuk menerima program KB sebagai kebijakan pemerintah adalah suami karena istri tidak diundang dalam sosialisasi program KB dalam sistem banjar. Dan kemudian setelah rapat, suami baru menyampaikan keputusan banjar kepada istrinya. Mekanisme tersebut telah menimbulkan hegemoni Negara terhadap perempuan/istri dalam pelaksanaan program KB disampaikan melalui suami. Mekanisme tersebut dapat sebagai ilham untuk mengungkap hegemoni yang dilakukan oleh pemerintah kepada perempuan. Dimana perempuan tidak secara langsung terhegemoni atau kesepahaman perempuan terhadap kebijkan Negara di bidang KB diterima melalui suami. Antonio Gramsci mengatakan bahwa, "ナyang terakhir meliputi perluasan dan pelestarian 'kepatuhan' aktif (suka rela/rela) dari kelompok-kelompok yang didominasi oleh kelas penguasa lewat penggunaan kepemimpinan intelektual, moral dan politik. Jadi, dalam pelaksanaan program KB di Kecamatan Tejakula terjadi hegemoni Negara, dalam hal ini dilaksanakan oleh para petugas program (kelompok elit pemerintah) dalam organisasi tradisonal desa/banjar).
Berkaca dari beberapa indikator penjelasan diatas yang dapat mengantarkan untuk mensinergiskan dengan teori hegemoni gramsci lainnya yang berbunyi, "ideology tidak saja bekerja dengan agen social yang tunggal, tapi juga meliputi dominasi sebuah keluarga terhdap anggota-anggotanya, kaum laki-laki terhadap kaum perempuan, bangsa terhadap bangsa lain, suatu ras mayoritas terhadap ras lain, bahkan juga bekerja dikalangan para penuka karya seni (Mouffe, 1979). Titik awal gagasan hegemoni adalah sebuah kelompok menyelenggarakan kekuasaan terhadap kelompok lain subordinat melalui persuasi.
Berarti melihat dan memahami maksud dari teori hegemoni Gramsci diatas, teori tersebut relevan untuk dijadikan pisau analisis terhadap beberapa statement ungkapan yang mengandung diskrimasi tehadap hak kebebasan perempuan. Dimana proses sosialisasi program KB melalui sistem banjar terjalin hubungan antara calon akseptor dengan petugas program KB. Apabila melihat penelitian yang dilakukan oleh Ni Nyoman Sukeni terkait proses penyampaian program KB kepada PUS di Kecamatan Tejakula dapat digolongkan ke dalam hubungan hegemonik, yaitu hubungan Negara dengan PUS. Bentuk hegemoni dalam pelaksanaan program KB adalah sebagai berikut:
a. Sosialisasi program Keluarga Berencana Sistem Banjar
b. Sosialisasi Program Keluarga Berencana Sistem Klinik
2. Fungsi Hegemoni Negara
Bentuk-bentuk hegemoni yang dijalankan pemerintah dalam pelaksanaan program KB di Kecamatan Tejakula mempunyai fungsi apabila hal tersebut dikaitkan dengan pendapat Robert Merton (dalam seokanto, 1989), bahwa hegemoni dalam pelaksanaan program KB itu adalah fakta barupa:
a. Aktivitas social yang melembaga atau unsur-unsur kebudayaan bersifat fungsional,
b. Semua unsur social dan kebudayaan tersebut memenuhi fungsi social dan kebudayaan,
c. Unsure-unsur tersebut sangat diperlukan dalam kehidupan sosial.
Hegemoni yang terjadi merupakan salah satu sifat komunikasi antara Negara dengan rakyat. Untuk tercapainya hubungan tersebut perlu adanya suatu komunikasi karena komunikasi menurut Nurudin merupakan proses budaya. Budaya dalam menyosialisasikan program KB akan dapat dipahami oleh PUS/ masyarakat apabila dilakukan komunikasi. Jalinan komunikasi antara Negara dengan rakyat dalam pelaksanaan program KB berarti mentransfer ideologi Negara yang bersifat nasional sampai kepelosok-pelosok desa dalam upaya membentuk keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Hegemoni yang dimaksud adalah hubungan yang digunakan oleh Negara dalam mentrasfer nilai dan fungsi hegemoni dalam pelaksanaan program KB, di antaranya:
a. Mensukseskan Program Keluarga Berencana
Pelaksanaan program KB cukup berhasil di Kecamatan Tejakula dalam menurunkan angka kelahiran. Hal ini tercermin dari keadaan keluarga rata-rata dengan dua-tiga anak dan pertumbuhan penduduk stabil. Keberhasilan tersebut berkat diterapkan pendekatan yang hegemonik oleh para pengemban tugas di bidang kependudukan, dalam hal ini petugas yang menangani program KB dari pusat sampai ke tingkat desa berdasarkan surat keputusan BKKBN. Kaitan dengan fungsi hegemoni yaitu usaha para petugas program KB PUS yang semakin gencar mengadakan konsensus-konsesnsus di masyarakat baik secara kelompok maupun individu.
PLKBD yang melakukan konsesnsus langsung kelapangan dan kemudian di laporkan kepada PLKB kecamatan dan selanjutnya laporan di laporkan oleh PLKB ke kordinator program KB tingkat kabupaten. Salah satu laporan yang ditindaklanjuti oleh pemerintah untuk menghindari membludaknya kelahiran yang dapat mengacaukan program seperti laporan tentang berhentinya akseptor menggunakan alat kontrasepsi akibat ketidakmampuannya membeli alat kontrasepsi. Berdasarkan laporan tersebut kemudian turun bantuan berupa alat kontrasepsi dari pemerintah dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga di tempat praktek dokter/bidan. Bantauan semacam itu dapat mengembalikan program KB berjalan kembali.
Hegemoni terstruktur juga terjadi dalam sosialisasi program KB guna mencapai kesuksesan dari tujuan lahirnya program KB. Misalnya, dokter dan bidan dalam melaksanakan tugasnya sebagai mitra kerja program, seperti menyosialisasikan program dan melayani efek samping berdasarkan surat perjanjian kerjasama antara Dinas Kesehatan dengan BKKBN secara terstruktur. Maka dari itu, bidan tidak akan berani menolak atau melalaikan kewajiban apabila di isntruksikan untuk mengadakan penyuluhan dan melayani efek samping oleh dokter. Hal tersebut merupakan hierakis dalam suatu organisasi. Organisasi banjar, termasuk aparatnya melakukan tugas/kewajiban membantu program KB yang dilandasi oleh SK Gubernur.
Organisasi banjar yang merupakan urutan kedua terkahir dari hirarkies Negara, wajib melakukan tugas atau tidak berani membantah. Karena selain berdasarkan SK Gubernur mereka juga di untungkan, seperti tenaga medis dapat tambahan ekonomi dari hasil penjualan alat kontrasepsi dan biaya pengobatan efek samping. Disamping itu, diantara mereka terjadi consensus/kesepahaman dalam melaksanakan program sehingga program berhasil atau mencapai tujuan yang ditargentkan.Dari penjelasan diatas maka dapat ditarik bahwa hegemoni yang diterapkan dalam pelaksanaan program KB di Kecamatan Tejakula berfungsi untuk menyukseskan program.
b. Melanggengkan Kekuasaan
Kekuatan intelektual dalam kehidupan social didasarkan pada karensteristik persetujuan terhadap populasi yang besar sehingga massa akan menganggap mereka yang melakukan persetujuan tersebut - bisa disebut dengan persetujuan spontan. Terbentuknya persetujuan selalu mendahului dan membuka jalan bagi dominasi melalui kekuatan pemerintah. Maka, Gramsci mempertajam perbedaan antara ideologi sebagai ciptaan yang sadar bagi produsennya, tapi tidak disadari oleh konsumen tersebut. Dari statemen diatas dapat memberikan pemahaman bahwa yang dimaksud oleh Gramsci telah terjadi dalam pelaksanaan program KB, khususunya di Kecamatan Tejakula.
Hegemoni banyak cakupannya termasuk mencakup cultural dan ideology yang didalamnya terdapat kelompok-kelompok penguasa atau pihak-pihak yang menjalankan dan melestarikan kekuasaannya dalam masyarakat melalui consensus (persetujuan) terhadap kelompok yang dikuasai. Makin efektif pelaksanaan hegemoni, makin tidak kelihatan bahwa telah terjadi hegemoni atau ketidak jelas nampakkan kekusaan yang dijalankan karena yang dikuasai seperti masuk dalam pola-pola berpikir, berkata dan bertindak seperti yang menguasai. Dimana pihak yang terhegemoni menerima gagasan-gagasan, nilai-nilai, dan kepemimpinan kelompok penghegemoni, yakni bukan karena dipaksa secara fisik untuk melakukannya, melainkan memiliki alasan-alasan tersendiri untuk menerima dan melaksanakannya.
Dalam hegemoni, konsensus memang dibuat oleh para penghegemoni, tetapi konsensus dibuat berdasarkan kepentingan-kepentingan terhegemoni. Dengan demikian, hegemoni kelihatannya mengekspresikan apa-apa yang menjadi keinginan yang terhegemoni, apabila mendapat dukungan, baik dari elit pemerintah maupun elite tradisional. Kerangka berpikir diatas membuka pikiran dalam pelaksanaan program KB, bahwa pihak-pihak yang dikuasai makin setuju dengan kekuasaan yang dijalankan, berarti hegemoni semakin berhasil dalam fungsinya untuk melestarikan kekuasaan. Hegemoni dalam pelaksanaan program KB di Kecamatan Tejakula berfungsi melanggengkan kekuasaan. Hal ini tercermin dari cara-cara yang dilakukan oleh para elit intelektual, seperti: PLKB, kepala desa, PLKBD, kelian banjar/dusun, dokter, dan bidan sebagai perpanjangan tangan pemerintah, yakni dalam upaya melanggengkan kekuasaan.
Petugas dan pimpinan lembaga desa sekaligus sebagai kelompok yang menghegemoni dan sebagai kelompok yang menghegemoni serta menjalankan kekuasaan dan melestarikan kekuasaan dalam masyarakat melalui konsensus terhadap pihak yang terhegemoni, yakni PUS terkhusus bagi perempuan. Selain itu, PLKB dengan wewenangnya sebagai perpanjangan tangan pemerintah mempunyai kewenangan dan peluang untuk mengadakan dialog atas nama pemerintah. Dalam kaitan dengan melanggengkan kekuasaan, mindset pihak yang terhegemoni sudah dirasuki atau sudah dikuasai sehingga mereka mau mengikuti pikiran atau ide yang dilontarkan pihak penghegemoni. Misalnya, idea tau konsep membentuk keluarga sudah diterima dan dijalankan, khususnya di Kecamatan Tejakula. Oleh karena idea tau konsep tersebut sejalan dan menguntungkan pihak yang terhegemoni sehingga seolah-olah mengekspresikan kepentingan-kepentingan pihak yang terhegemoni. Dalam hal ini kepentingan akseptor, khususnya perempuan.
Hegemoni dalam pelaksanaan program KB, yakni mencerminkan pelestarian kekuasaan pemerintah karena diterimanya program KB di masyarakat Tejakula. Dapat dibuktikan dengan hamper 70% perempuan sudah menggunakan alat kontrasepsi. Hal tersebut dipengaruhi karena perempuan tidak berani menolak karena mereka diasumsikan berkompoten dibidang tersebut sehingga mendapat sambutan baik dan dihormati di masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Gramsci bahwa lembaga-lembaga social merupakan perekat hegemoni baik antara lembaga tradisional maupun lembaga pemerintah. Adanya kerjasama diantara lembaga-lembaga menguatkan hegemoni sebagaimana sebelumnya telah diuraikan. Kuatnya hegemoni di masyarakat akan melanggengkan kekuasaan kekuasaan suatu lembaga (pemerintah) dan para petugas di bidang profesinya secara pribadi.
B. Resistensi Perempuan Masyarakat Tejakula
Perjalanan sejarah kehidupan umat manusia, tekhusus mulai dari abad renaissaince sampai saat ini sistem yang diimplementasi atau dianut oleh sebuah wilayah atau Negara pastinya tidak lepas dari pro dan kontra. Maksud dari Pro dan kontra yaitu terkait dengan sistem yang ada, karena sistem dalam sebuah Negara sangat mempengaruhi sebuah kebijkan. Misalkan saja, sistem demokrasi yang dianut oleh Indonesia, pastinya setiap kebijakan yang diputuskan dan kemudian dilaksanakan oleh pemerintah akan menuai pro dan kontra. Kita mabil contoh kasus, yakni kebijakan yang diangkat dalam tulisan ini yaitu pelaksanaan program Keluarga Berencana. Lahirnya Program KB karena didasari kausalitas, maksudunya penyebab adanya program KB yaitu meminimalisir dan membatasi pertumbuhan penduduk. Cara yang digunakan untuk membatasi pertumbuhan penduduk yaitu menekan angka kelahiran dengan cara menggunakan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan terutama PUS.
Pelaksanaan program KB, mayoritas masyarakat Tejakula menerima dan menggunakan alat kontrasepsi dalam keadaan "kesadaran palsu". Akan tetapi seiring berjalannya waktu, akhirnya terdapat perlawanan dari akseptor terhadap pelaksanaan program KB. Resistensi yang lahir di kalangan akseptor dari Tejakula karena disebabkan adanya efek samping dari penggunaan alat kontrasepsi. Resistensi atau perlawanan kemungkinan besar timbul karena lahirnya sebuah emansipasi dari golongan terntentu. Emansipasi diartikan sebagai pembebasan dari tindasan atau perbudakan atau pembebabasan dari setiap pengekangan/ pengendalian. Secara umum emansipasi dapat diartikan sebagai pembebasan seseorang dari suatu situasi ketergantungan. Dimana wanita dianggap berada dalam situasi ketergantungan.
Pengertian konsep emansipasi diatas dapat dijadikan rujukan dalam melakukan penjelasan terhadap lahirnya resistensi di kalangan perempuan di Tejakula. Pelaksanaan program KB dan mekanisme sosialisasinya di Tejakula telah mengandung unsure-unsur diskriminatif terhadap hak seorang perempuan. Padahal perempuan mempunyai hak yang harus diberikan kepada mereka, apalagi ketika berbicara pelaksanaan program KB. Mekanisme sosialisasi yang ditempuh di Kecamatan Tejakula kurang tepat karena adanya ketimpangan jender dan hak wanita tidak terpenuhi. Selain itu efek samping yang disebabkan oleh alat kotrasepsi juga menjadi indicator lain penentu lahirnya resistensi perempuan Tejakula.
Perlawanan juga didorong karena adanya perbedaan kepentingan. Kepentingan tersebut bukan hanya di bidang material saja, tetapi juga dalam bidang budaya, harga diri, politik, dan ekonomi. Perbedaan kepentingan antara kelompok yang berkuasa dengan kelompok yang dikuasai merupakan cirri adanya konflik dalam organisasi social. Habermas memahami konflik sebagai sesuatu yang inheren dalam sistem masyarakat. Hal ini tidak lepas dari fakta hubungan kekuasaan dalam sistem social dan sifat kekuasaan adalah mendominasi dan diperebutkan. Fakta ini menciptakan steering problem (masalah yang selalu muncul). Pelaksanaan program KB di Kecamatan Tejakula juga mengalami beberapa bentuk perlawanan/ resistensi yang didorong oleh beberapa faktor. Perlawanan muncul karena adanya kausal dan tidak lepas dari akibat. Resistensi perempuan Tejakula di dorong oleh beberapa faktor, diantaranya:
1. Faktor Tradisi
Bali sebagai daerah yang populasi masyarakat hindu terbanyak di Indonesia memiliki tradisi yang kuat. Masyarakat Hindu Bali menganut kekeluargaan patrilineal yang mengutamakan garis laki-laki atau bapak untuk menjadi ahli waris dalam arti status, tetapi terdapat pula tradisi ahli waris adalah laki-laki secara biologis. Contohnya, dalam kebudayaan Hindu di Bali dikenal adanya purusha (garis laki-laki) dan pradana (perempuan). Tradisi yang berlaku di Tejakula adalah hanya anak laki-laki saja yang dapat menjadi ahli waris dan melanjtkan kelangsungan hidup leluhur. Konskwensi dari tidak lahrinya anak laki-laki dalam keluarga dianggap putung (tidak ada keturunan). Tidak lahirnya anak laki-laki dalam perkawinan mengakibatkan segala urusan leluhur dan waris dilanjtukan oleh saudara atau keponakan pihak laki-laki.
Melihat keadaan demikian betapa berharganya laki-laki dalam keluarga dam sebaliknya betapa tidak bergunanya anak perempuan dalam sistem yang demikian. Mereka tidak dianggap keturunan pada saat ada dirumah kelahirannya dan tidak berguna dalam keluarga suami pada masa perkawinan. Kondisi diatas menyebabkan setiap pasangan suami istri sangat mengharapkan dan terus berusaha sampai lahirnya anak laki-laki. Dalam kaitannya dengan adanya program KB yang membatasi jumlah kelahiran dan upaya membentuk keluarga kecil dengan slogan "dua anak cukup, laki-laki perempuan sama saja" mendapat perlawanan dari perempuan.
2. Faktor Kepercayaan
Masyoritas masyarakat Bali memeluk agama Hindu seperti yang sempat disinggung dibagian sebelumnya. Pastinya setiap agama memiliki kepercayaan masing-masing dan ditaati bagi penganutnya. Begitupun dengan agama Hindu, kepercayaan agama Hindu dianggap sebagai norma yang wajib ditaati dalam kehidupan. Pelanggaran terhadap kepercayaan bagi penganutnya aka nada perasaan bersalah. Menurut masyarakat di Desa Tembok Kecamata Tejakula, program KB yang mengadakan pembatasan kelahiran bagi PUS berarti menutup kesempatan leluhur untuk reinkarnasi. Tanpa adanya anak laki-laki dalam keluarga berarti menutup kesempatan leluhur untuk kembali ke dunia untuk memperbaiki karmanya. Berdasarkan kepercayaan tersebut menuntut sebuah pasangan untuk memiliki anak laki-laki agar keturunan tidak putus. Kepala Desa Les Kecamatan Tejakula mengatakan bahwa pelaksanaan program KB di desanya mendapat perlawanan yang didorong oleh adanya kepercayaan bahwa masyarakat sangat mempercayai kembalinya leluhur lahir kedunia (ministis) hanya pada anak laki-laki.
3. Faktor efek samping
Alat kontrasepsi yang umum disosialisasikan di Tejakula adalah alat kontrasepsi bagi perempuan seperti IUD, pil dan suntik. Sedangkan kondom, jarang disosialisasikan bahkan tidak disediakan oleh tenaga medis. Banyak perempuan/istri yang menderita akibat Efek samping di Tejakula dari penggunaan alat kontrasepsi. Ni Nyoman Sukeni mengungkapkan bahwa, berdasarkan penuturan Kelian Dusun Benben Desa Sambirenteng, dimana pendorong lahirnya resistensi terhadap program karena efek samping yang ditimbulkannya. Hal tersebut berdasarkan pengalam istrinya yang mengalami gangguan pada alat reproduksi akibat tidak cocok dengan alat kontrasepsi seperti IUD, pil, dan suntik.
4. Faktor ekonomi
Alat kontrasepsi yang disediakan tidak gratis dan juga memerlukan biaya pada saat melakukan pengobatan akibat efek samping alat kontrasepsi. Hal tersebut mendorong terjadinya resistensi terhadap program seperti yang terjadi di Dusun Penyumbahan, Desa Les pada 2003. Terjadinya kemandengan disebabkan karena penghasilan menipis sebagai nelayan tradisonal. Hal tersebut telah mempengaruhi jalannya pelaksanaan program KB.
5. Faktor Izin Suami
Suami dan istri sama-sama mempunyai hak untuk mengambil keputusan demi kepentingan keluarga dalam menciptakan kesejahteraan dan kesehatan. Demikian juga dalam mengikuti program KB dapat diputuskan oleh suami, istri ataupun kedua-duanya secara musyawarah. Suami juga melarang Istri untuk menggunakan alat kontrsepsi apabilia dianggap merugikan kesehatan istrinya. Bidan Anggraeni di Desa Les menyatakan bahwa, ada perempuan yang telah memiliki enam orang anak, karena setiap ditawari menggunakan alat kontrsepsi selalu menolak dengan alas an dilarang suaminya. Hal tersebut melahirkan indikasi bahwa suami ikut sebagai faktor pendorong resistensi perempuan terhadap hegemoni Negara dalam pelaksanaan KB
Selain dari kelima faktor yang disebutkan dan dijelaskan diatas, perlwanan juga termuat dalam Koran Tokoh, edisi 5-11 Agustus 2003 dengan judul "Wacana Kesehatan Reproduksi". Pada Koran itu diwacanakan tentang program KB, agama, dan social budaya. Wacana tersebut mengandung bahwa, alat kontrasepsi telah mengintervensi tugas Tuhan dalam mengatur kelahiran, oleh karena anak itu adalah karunia Tuhan dan manusia diwajibkan mengembangkan keturunan. Kelompok ini menolak alat kontrasepsi apalagi yang dipakai oleh remaja sangat bertentangan dengan agama dan moral, karena menggunaan alat kontrasepsi tidak lagi untuk mengatur kelahiran, tetapi lebih kepada kerakusan dan berdampak secara fisik dan psikis keluarga. Jadi, makna yang tersirat dalam Koran tersebut lebih kepada faktor agama sehingga resistensi terhadap program KB harus dilancarkan karena mengandung unsure perlawanan fitrah sebagai manusia.
Dari beberapa faktor yang di jelaskan diatas sebagai pendorong lahirnya resistensi perempuan, khsusnya masyarakat Kecamatan Tejakula terhadap pelaksanaan program Keluarga Berencana. Beberapa faktor tersebut menjadi pertimbangan bagi masyarakat Tejakula untuk melakukan resistensi terhadap program KB. Adapun bentuk resistensi yang lancarkan oleh akseptor, terutama bagi perempuan, diantaranya: (1) Akseptor berhenti menggunakan alat kontrasepsi, (2) Perempuan tidak mau menggunakan alat kontrasepsi, (3) Akseptor mengganti alat kontrasepsi dengan sistem yang tidak dianjurkan program Keluarga Berencana.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Program Keluarga Berencana (KB) sebagai hasil menefestasi kebijkan pemerintah menuai dampak positif dan negatif. Akan tetapi dalam tulisan ini lebih banyak mengungkapkan dampak negatifnya tanpa melupakan dampak positif - "realisasi KB, realisasi minimalisir instabilitas nasional". Dalam pelaksanaan program KB di Indonesia dengan sfesifikasi Kecamatan Tejakula di Bali telah mengandung unsur-unsur diskriminasi terhadap perempuan. Unsur-unsur diskriminasi yang lahir dalam pelaksanaan program KB di Kecamatan Tejakula terkait dengan sosialisasi yang hanya melibatkan anggota banjar (suami) tanpa istri. Unsur diskriminasi juga dapat ditemui di Kecamatan Tejakula pada partisipasi penggunaan alat kontrasepsi, yang mana perempuan/istri-lah yang lebih banyak menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan suami.
Kejadian di atas memperlihatkan hegemoni Negara terhadap perempuan. Konsep dan teori hegemoni Antonio Gramsci sebagai pisau analisis dalam menguak hegemoni Negara (para ontelektual organik) terhadap masyarakat, khsusnya bagi istri di Kecamatan Tejakula. Hegemoni Negara melalui program KB telah mengikis bahkan mengubah budaya dan kepercayan masyarakat Tejakula di berbagai elemen, khususnya ditingkat keluarga. Pelaksanaan program KB juga telah menimbulkan efek samping pada perempuang sehingga perempuan mengalami penderitaan seprti mempengaruhi fisik, kelainan alat reproduksi perempuan dan juga berpengaruh pada aktivtas perempuan.
Akan tetapi skeptis kesuksesan pelaksanaan program KB bermunculan dengan berkaca pada resistensi yang lancarkan oleh para akseptor, terutama resistensi perempuan. Resistensi perempuan yaitu dalam bentuk menolak menggunakan alat kontrasepsi. Akseptor terkhusus perempuan tidak menggunakan alat kontrasepsi disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor tradisi, faktor ekonomi, faktor kepercayaan, faktor efek samping dan faktor izin suami. Pelaksanaan program KB telah merubah kebudayaan dan kepercayaan masyarakata setempat di Tejakula. Akan tetapi setelah adanya resistensi akseptor khususnya perempuan telah merevitalisasi dan mengeksiskan kembali kebudayaan dan kepercayaan yang di anut oleh masyarakat Tejakula sebelumnya.
B. Rekomendasi
Pemerintah dalam realisasi tujuan pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB), bagusnya memperhatikan kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat. Menghindari ketimpangan gender dalam sosialisasi program KB dan cara-cara menggunakan alat kontrasepsi tetapi perempuan tetap menjadi objek utama dalam sosialisasi program KB. Selain itu, pemeritah memperhatikan kesehatan perempuan yang meggunakan alat kontrasepsi lewat lembaga kesehatan yang mulai dari pusat sampai ke pelosok-pelosok nusantara.
1. Baca lebih Lanjut, Donny Gahral Adian, Juni 2011, “Setelah Marxisme: Sejumlah Teori Ideologi Kontemporer”, Depok: Koekosan, Hal,. 44.
2. Negara dapat juga diartikan sebagai pemerintahan, karena lahirnya sebuah Negara akan di ikuti oleh pemerintahan sebagai penggerak roda-roda Negara.
3. Baca lebih lanjut, Shaumil Hadi, 2008, “Third Debate dan Kritik Positivisme Ilmu Hubungan Internasional”, Yogyakarta & Bandung: Jalasutra.
4. Lihat, Hans J Morgenthau, 2010, “Politik Antara Bangsa”, Jakarta: YOI, Hal,. 152-154.
5. Lihat, Ni Nyoman Sukeni, 2009, “Hegemoni Negara Dan Resistensi Perempuan Dalam Pelaksanaan 6.Program Keluarga Berencana Di Bali”, Denpasar: Udayana University Press, Hal,. 55-56.
7. Lihat, Hudi Latif, 1997,” Hegemoni Budaya dan Alternatif Media Sebagai Wahana Budaya Tanding”, dalam Hegemoni Budaya, Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya, Hal,. 294.
8. Baca lebih Lanjut, Donny Gahral Adian, Juni 2011, “Setelah Marxisme: Sejumlah Teori Ideologi Kontemporer”, Depok: Koekosan, Hal,. 42.
9. Lihat, Ni Nyoman Sukeni, 2009, “Hegemoni Negara Dan Resistensi Perempuan Dalam Pelaksanaan Program Keluarga Berencana Di Bali”, Denpasar: Udayana University Press, Hal,. 55-56.
10. Lihat, Donny Gahral Adian, Op.Cit, Hal,. 45.
11. Lihat, Ni Nyoman Sukeni, Op.Cit, Hal,. 89.
12. Lihat, Ashar Suyoto Munandar, 1985, “Emansipasi Wanita, Sutu Penghayatan Subjektif”, dalam “Emansipasi Dan Peran Ganda Wanita Indonesia”, Jakarta: UI – Press, Hal,. 22.
13. Lihat, Novri Susan, M.A., 2010, “Pengantar Sosiologi Konflik Dan Isu-Isu Konlik Kontemporer”, Jakarta: Kencana, Hal,. 75.
14. Lihat, Ni Nyoman Sukeni, 2009, “Hegemoni Negara Dan Resistensi Perempuan Dalam Pelaksanaan Program Keluarga Berencana Di Bali”, Denpasar: Udayana University Press, Hal,. 166-173.
15. Ibid, Hal,. 174.
15. Baca lebih lanjut, Ibid, Hal,. 158-166.
DAFTAR PUSTAKA
Adian, Donny Gahral. 2011. Setelah Marxisme: Sejumlah Teori Ideologi Kontemporer. Depok: Koekosan.
Hadi, Shaumil. 2008. Third Debate dan Kritik Positivisme Ilmu Hubungan Internasional. Yogyakarta & Bandung: Jalasutra.
Latif, Hudi. 1997. Hegemoni Budaya dan Alternatif Media Sebagai Wahana Budaya Tanding. dalam Hegemoni Budaya. Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya.
Morgenthau, Hans J. 2010. Politik Antara Bangsa. Jakarta: YOI.
Munandar, Ashar Suyoto. 1985. Emansipasi Wanita, Sutu Penghayatan Subjektif. dalam Emansipasi Dan Peran Ganda Wanita Indonesia. Jakarta: UI - Press..
Sukeni, Ni Nyoman. 2009. Hegemoni Negara Dan Resistensi Perempuan Dalam Pelaksanaan Program Keluarga Berencana Di Bali. Denpasar: Udayana University Press.
Susan, Novri. 2010. Pengantar Sosiologi Konflik Dan Isu-Isu Konlik Kontemporer. Jakarta: Kencana.
0 komentar:
Post a Comment