A. Berupaya Melaksanakan Qiyam al-lail
1. Rajin Shalat Malam
Shalat yang di laksanakan pada waktu malam sesudah shalat Isya dan sebelum memasuki waktu shalat subuh adalah shalat sunnah. Terdapat dua pembagian dalam shalat malam yaitu: Pertama, jika shalat sunnah yang di kerjakan pada waktu malam, sedikitnya dua raka’at dan sebanyak-banyaknya tak terbatas waktunya sesudah shalat isya’ sampai terbit Fajar disebut shalat tahajjud atau biasa disebut shalat qiyamul lail. Syarat untuk melaksanakan shalat lail ialah sesudah bangun dari tidur malam, sekalipun itu tidur sebentar. Kedua, apabila di kerjakan tanpa tidur sebelumnya, maka ini bukan shalat tahajjud, tetapi shalat sunah biasa seperti witir dan sebagainya.
Dari Ibnu Umar Ra. bahwa Nabi SAW bersabda: “Shalat malam itu dua (raka’at)-dua (raka’at), apabila kamu mengira bahwa waktu Shubuh sudah menjelang, maka witirlah dengan satu raka’at.” (HR Imam Bukhari dan Muslim).
Kalau sudah di ketahui waktu melakukan ibadah ini dari waktu isya sampai waktu subuh, sedang sepanjang malam ini ada saat-saat utama, lebih utama dan paling utama, maka waktu malam yang panjang itu dapat kita bagi menjadi tiga bagian:[2]
1. Sepertiga pertama, yaitu kira-kira dari jam 19 dengan jam 22, ini saat utama.
2. Sepertiga kedua, yaitu kira-kira dari jam 22 sampai dengan jam 1, ini saat yang lebih utama sebagaimana di jelaskan oleh Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah bersabda:
“Tuhan kita Yang Maha Suci Lagi Maha Agung, setiap malam “turun” ke langit dunia, yaitu ketika malam tinggal sepertiganya yang terakhir.
3. Sepertiga ketiga, yaitu kira-kira dari jam 1 sampai dengan masuknya waktu subuh, ini adalah saat yang paling utama.
Sholat Tahajjud atau Sholat Malam adalah salah satu ibadah yang agung dan mulia,yang disyari’atkan oleh Allah SWT sebagai ibadah sunnah. Akan tetapi bila seorang hamba mengamalkannya dengan penuh kesungguhan, maka ia memiliki banyak keutamaan. Bahkan hukumnya Sunnah Muakkad karena sunnah ini sangat dianjurkan untuk dilakukan mengingat manfaatnya yang sangat besar.
Shalat malam memang menjadi ibadah agak sulit dilakukan oleh sebagian umat muslim karena harus bangun pada tengah malam atau saat masih menikmati tidurnya. Namun, apabila kita dengan tekun melaksanakannya dengan hati ikhlas dan niat yang kuat, maka banyak sekali manfaat-manfaat yang dapat dipetik dari melaksanakan Shalat malam itu sendiri. Adapun manfaat-manfaat yang terkandung dalam Shalat malam:
Pertama, diangkat derajatnya oleh Allah SWT. Sebagaimana dalam firman-Nya: “Hendaklah engkau gunakan sebagian waktu malam itu untuk shalat tahajjud, sebagai shalat sunnah untuk dirimu, mudah-mudahan Tuhan akan membangkitkan engkau dengan kedudukan yang baik”. (Al-Israa’: 79)[3]
Kedua, calon penghuni surga Allah SWT. Sebagaimana dalam firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam taman-taman surga dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan oleh Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu (di dunia) adalah orang-orang yang berbuat kebaikan, (yakni) mereka sedikit sekali tidur di waktu malam, dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (Adz-Dzariyat: 15-18).
Kita sebagai umat muslim, hari demi hari di anjurkan untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah dan salah satu jalan dari sekian banyak jalan yaitu melaksanakan shalat malam atau shalat tahajjud yang hukumnya sunnah. Dari penjelasan di atas telah dijelaskan bahwa Shalat lail mempunyai keistimewan yaitu salah satu tempat dimana kita sebagai hamba yang hanya dapat pasrah kepada Allah dan menghambakan diri kepadanya akan lebih mudah doa kita diterima oleh Allah Swt. Jadi, mari kita berusaha dan membiasakan diri untuk shalat tahajjud demi menjadikan hidup kita lebih sistematis dalam kehidupan ini.
2. Shalat Malam Sebagai solusi problema kehidupan
Shalat malam dapat dijadikan sebagai metode ampuh dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terdapat dalam diri umat muslim, misalnya menenangkan jiwa. Adapun bentuk-bentuk bagaimana Shalat malam dapat menjadi solusi dalam memecahkan permasalahan:
a. Sebagai sarana taubat
Pada saat melakukan taubat nasuha, waktu yang paling mustajab yaitu pada tengah malam, sama seperti pada waktu pelaksanaan shalat malam. Shalat malam merupakan salah satu jalan dalam pelaksanaan taubat nasuha yang sesungguh-sungguhnya.
b. Sebagai sarana pengabul doa
Berdoa pada waktu-waktu yang mustajab insya allah akan dikabulkan oleh Allah SWT. Salah satunya yaitu pada tengah malam dimana pada saat kita selesai melakukan shalat malam, kita berdoa kepada Allah SWT. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW, “Di waktu malam terdapat satu saat dimana Allah akan mengabulkan doa setiap malam.” (HR Muslim No. 757).
c. Sebagai sesi “curhat” kepada Allah SWT
Shalat malam juga dilakukan sebagai sarana kita untuk “berkomunikasi” kepada Allah SWT. Kita dapat mengungkapkan keluh kesah kita kepada-Nya karena sesungguhnya Allah Maha Mendengar keluh kesah para hambanya. Selain itu, sholat malam juga lebih mendekatkan diri kita kepada Allah SWT sehingga pada saat masalah datang menghampiri, kita dapat menemukan jalan keluarnya atas izin Allah SWT.
B. Membaca Al – Qur’an dan berusaha memahami dan mengamalkannya
1. Konsisten menjadikan Al-Qur’an dan Hadist sebagai pedoman
Al-Qur’an merupakan kitab suci Agama Islam yang menjadi pedoman hidup tidak hanya untuk umat muslim, melainkan juga bagi seluruh umat manusia yang ada di muka bumi ini.[4] Meskipun Islam mempunyai kitab suci lain seperti Taurat, Zabur, dan Injil, namun posisi Al-Quran tak terbantahkan sebagai kitab suci utama umat Islam dan juga sebagai penyempurna ketiga kitab tersebut. Al-Qur’an diturunkan dan menjadi mukjizat untuk Nabi Muhammad SAW. Keberadaan dan kemurniannya akan selalu dijaga oleh Allah SWT, dan juga oleh kaum muslimin yang senantiasa berpedoman kepada Al-Qur’an.
Agama Islam yang mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna dan memuat ajaran yang menuntun umat manusia kepada kebaikan dapat diketahui pondasinya melalui Al-Qur’an. Maka segala sesuatu hal harus bersumber pada Al-Qur’an.[5] Dunia dimana umat muslim hidup ada di Al-Qur’an dan tidak hanya sebagai pelengkap saja. Karena dari lahir hingga mati, hidup kita tidak bisa lepas dari bacaan maupun kandungan tersebut. Al-Qur’an bukan hanya sekedar bacaan biasa namun juga sebagai petunjuk yang dapat mengarahkan hati dan pikiran seakan terbawa dalam lantunan setiap ayatnya sehingga menenangkan kalbunya dan juga memperbaiki akhlak manusia. Tidak ada mukjizat yang dapat berkembang sedemikian dahsyat dan dapat mengubah akhlak para kaum yang tersesat hingga menjadi baik dan beriman terkecuali Al-Qur’an dan akan menjawab semua tentang sejarah hingga hari kiamat kelak. Sehingga bacalah dengan bersungguh-sungguh dengan mempelajari makna yang terkandung di dalamnya.
Allah SWT pun telah berfirman bahwa Al-Qur’an merupakan petunjuk dan pelajaran bagi umat manusia. Dalam Surat Al – Araf ayat 52 “Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah kitab (Al-Qur’an) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami; menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Secara umum,Al-Qur’an memiliki tiga jenis petunjuk bagi manusia[6]:
a. Sebagai dasar dari hukum Tuhan dan pengetahuan metafisis
Di dalam Al-Qur’an terdapat doktrin tentang struktur dan posisi manusia di dalamnya yang mengenai pandangan petunjuk moralitas dan hukum. Hal itu menjadi dasar syariat hukum yang mengatur kehidupan manusia sehari-hari. Selain itu, Al-Qur’an memiliki konsep metafisika mengenai ketuhanan dengan segala keagungan-Nya, penciptaan alam semesta, dan hari kiamat. Sehingga, kedua hal ini memberikan petunjuk bagi manusia jati diri mereka dan kemana mereka akan kembali.
b. Sebagai bentuk ungkapan ringkasan khazanah kisah para pendahulu
Sejarah umat terdahulu dapat dijadikan suatu pelajaran yang dapat diambil hikmahnya untuk mengetahui kebenaran sesungguhnya. Meskipun bersifat lampau, namun hal tersebut dapat juga menggambarkan apa yang akan terjadi di masa mendatang dan ditujukan bagi umat manusia dari jaman terdahulu hingga sekarang.
2. Mengandalkan pemahaman dan amalan
Untuk mendalami Al-Qur’an, kita tidak cukup hanya dengan membacanya saja, tetapi juga kita harus memahami isi yang terkandung di dalam Al-Qur’an tersebut. Terlebih perkara yang lebih utama adalah kita harus mengamalkan ajaran-ajaran yang terdapat pada Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari sehingga apa yang dibaca dan dipelajari tidak terbuang sia-sia. Rasulullah bersabda “Sebaik-baiknya kalian adalah oang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Bukhari).
Rasulullah SAW juga telah menjelaskan kepada kita tentang keutamaan orang-orang yang membaca, menghafal, mentadaburi, dan mengamalkannya. Diantara keutamaan tersebut adalah: [7]
Pertama, akan memberikan syafaat pada hari kiamat. Sabda beliau dalam sebuah hadis, "Bacalah Al-Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi pembacanya." (HR Muslim dan Abu Umamah).
Kedua, ia akan menjadi pembela kita pada hari kiamat. Diriwayatkan dari An-Nawwas bin Sam'an bahwasannya Rasulullah bersabda, "Didatangkan pada hari kiamat Al-Qur’an dan para pembacanya, yang mereka dulu itu mengamalkannya di dunia, dengan didahului oleh Surah Al-Baqarah dan Ali'Imran itulah yang membela pembaca tersebut." (HR Muslim)
Ketiga, sebaik-baiknya amalan adalah mempelajari dan mengamalkan kandungan Al-Qur’an. Diriwayatkan dari Usman bin Affan bahwasannya Rasulullah bersabda, "Sebaik-baiknya kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya.'' (HR Al-Bukhari).
Keempat, membaca, mempelajari, dan mengamalkan isi Al-Qur’an, bernilai sepuluh kebaikan. Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud bahwasannya Rasulullah bersabda, "Barang siapa membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu huruf ; tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf. (HR. Tirmizi)
Kelima, mereka diberi kedudukan yang tinggi di akhirat. Diriwayatkan dari Abdulah bin Amr bin Ash bahwasannya Rasulullah SAW bersabda, "Dikatakan kepada pembaca Al-Qur’an, "Bacalah, naiklah dan bacalah dengan tartil, sebagaimana yang telah kamu lakukan di dunia, karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang kamu baca." (HR Abu Dawud dan Tirmizi).
Yusuf Al-Qardhawi menyebutkan paling tidak ada dua hal yang harus dilalui agar dapat mengamalkan Al-Qur’an dengan baik dan benar: [8]
1. Mengimani Al-Qur’an secara penuh
Iman kepada Al-Qur’an berarti beriman kepada seluruh kandungan yang ada di dalamnya. Kita tidak boleh hanya mengimani setengah-setengah atau sebagiannya saja sebab jika tidak maka akan sulit untuk mengamalkan isi Al-Qur’an secara menyeluruh. Selain itu, banyak orang yang hanya mengamalkan sebagian isi saja namun tidak menyeluruh ke seluruh kandungannya. Seperti halnya orang yang hanya mengimani bagian Ibadahnya saja, namun menolak di bagian ahlak.
2. Memberikan perhatian pada segala sesuatu hal yang telah dijelaskan Al-Qur’an
Al-Qur’an mengandung hal-hal yang sangat penting untuk disimak dan diimplementasikan dalam kehidupan umat muslim, semisal tentang anak yatim. Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang menyebutkan tentang anak yatim dimana kita harus memelihara dan tidak menelantarkan anak yatim disamping Nabi Muhammad SAW sendiri merupakan anak yatim piatu. Selain anak yatim, masih banyak lagi hal-hal yang perlu diperhatikan seperti Ibadah Shalat, Zakat, dan Puasa yang perlu dipelajari untuk memahami betapa pentingnya Ibadah tersebut. Al-Qur’an diturunkan tidak hanya untuk dibaca, direnungkan dan dipahami maknanya, dipatuhi perintah dan larangannya, kemudian diamalkan isinya. Allah SWT telah menjamin bagi siapa saja yang membaca Alquran dan mengamalkan isi kandungannya, maka ia tidak akan tersesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat. Allah berfirman "...maka (ketahuilah) barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan tersesat dan tidak akan celaka." (QS Thaaha: 123)
Oleh sebab itu, janganlah kiranya seorang muslim memalingkan diri dari membaca kitab Allah. Sebaliknya, seorang muslim hendaknya selalu merenungkan, dan mengamalkan isi kandungannya. Sebab Allah telah mengancam orang-orang yang memalingkan diri dari Al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya, "Barang siapa berpaling darinya (Al-Qur’an), maka sesungguhnya dia akan memikul beban yang berat (dosa) pada hari kiamat." (QS Thaaha: 100).
C. Melaksanakan Shalat dan Puasa Sunnah yang dalilnya Shahih
1. Shalat yang biasa diamalkan
“Katakanlah olehmu kepada hamba-hambaku yang telah beriman. Hendaklah mereka mendirikan sembahyang dan nafkahkan sebagian harta yang telah kami rezekikan kepada mereka, secara lahir dan secara rahasia, sebelum datang kepad mereka hari yang tak ada lagi penjualan padanya dan tak ada sahabat dan kawan”.
Mengingat hadits yang menjelaskan syarat sah sembahyang:
“Anak kunci sembahyang ialah thaharah, tahrimnya ialah takbir dan tahlilnya ialah salam”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Ashhabus Sunan selain dari An Nasa-iy dari hadits Ali Ibn Abi Thalib. Kata At-Turmudzy: Inilah hadits yang paling sah dan paling baik dalam masalah ini dan dialah yang di amalkan oleh ahli ilmu, baik para sahabat, maupun orang-orang yang sesudahnya”.[10]
Shalat terbagi dua macam yaitu shalat wajib (Shalat Fardhu’) yang dikerjakan dalam 5 waktu dan shalat sunnah yang berfungsi sebagai amalan tambahan dan penyempurna shalat wajib tersebut.
Adapun Shalat-shalat sunnah yang dapat dikerjakan:[11]
a. Shalat rawatib
Shalat rawatib ialah shalat sunnah yang dikerjakan sebelum dan sesudah shalat fardhu. Seluruh dari shalat rawatib ini ada 22 raka’at. Shalat-shalat tersebut, yang dikerjakan sebelum shalat fardhu dinamakan “qabliyah”, dan yang dikerjakan sesudah shalat fardhu dinamakan “Ba’diyyah”.
Nabi Muhammad Saw bersabda:
“Dari Isya ra, bahwa Nabi Saw. Telah bersabda: Dua raka’at fajar (shalat sunnah dikerjakan sebelum subuh) itu lebih baik dari pada dunia dan seisinya.” (HR. Muslim)
Sabda rasulullah di atas menjelaskan keistimewaan tersendiri shalat sunnah sebelum shalat subuh dan shalat sunnah rawatib yang lainnya jika diamalakan akan mendatangkan pahala dan meneympurnakan shalat Fardhu.
b. Shalat Dhuha
Shalat Dhuha ialah shalat sunah yang dikerjakan pada waktu matahari sedang naik. Sekurang-kurangnya shalat dhuha ini dua raka’at, boleh empat raka’at, enam raka’at atau delapan raka’at. Waktu shalat dhuha ini kira-kira matahari sedang naik setinggi -+ hasta (pukul tujuh sampai masuk waktu zhuhur).
Sabda Nabi Muhammad Saw, yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra:
“ Siapa saja yang dapat mengerjakan shalat dhuha dengan langgeng, akan di ampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak busa lautan.” (HR. Turdmudzi)
c. Shalat Tahajjud
Rasulullah Saw bersabda:
“Perintah Allah turun ke langit dunia di waktu tinggal sepertiga yang akhir dari waktu malam, lalu berseru: Adakah orang-orang yang memoho (berdoa), pasti akan kukabulkan, adakah orang yang meminta, pasti akan kuberi dan adakah yang mengharap/ memohon ampunan, pasti akan kuampuni baginya. Sampai tiba waktu subuh.”
d. Shalat Sunah Taubah
Shalat sunh Taubah adalah shalat yang disunahkan. Shalat ini di lakukan setelah seseorang melakukan dosa atau merasa berbuat dosa, lalu bertobat kepada Allah Swt. Jumlah raka’at dari shalat sunah taubah adalah 2, 4 sampai 6 raka’at.
Rasulullah Saw bersabda:
“Setiap orang yang berbuat dosa, kemudian segera bergerak dan berwudhu, kemudian shalat lalu memohon ampunan dari Allah, pasti Allah akan memberikan ampunan baginya. Setelah itu dibacanya surat ini: Mereka yang pernah mengerjakan kejahatan atau telah berbuat dosa terhadap dirinya sendiri, lalu mereka segera ingat kepada Allah, terus memohon ampunan atas dosanya. Siapa pula yang akan mengampuni segala dosa kalau bukan Allah. Sudah itu mereka insyaf dan sadar bahwa tidak akan mengulangi lagi perbuatan dosa seperti yang sudah-sudah, maka mereka itu akan diganjar dengan suatu pengampunan dari Allah dan akan diberi pahala dengan surga dimana dibawahnya mengalir air sungai-sungai, nun di situlah tempat mereka kekal abadi.”
e. Shalat ‘ID / Hari Raya
Shalat hari raya ada dua, yaitu hari raya idul Fitri tanggal 1 Syawal dan pada hari-hari raya Adha tanggal 10 Dzulhijjah. Kedua shalat hari raya tersebut, hukumnya sunah muakkad bagi laki-laki dan perempuan, mukmin atau musafir. Boleh dikerjakan sendirian dan sebaiknya dilakukan berjama’ah.
Nabi Muhammad Saw bersabda:
“Dari Ummi ‘Athiyah katanya: Kami diperintahkan pergi shalat hari raya, bahkan anak-anak gadis keluar dari pingitannya. Juga perempuan-perempuan yang sedang haid (datang bulan) tetapi mereka hanya berdiri saja di belakang orang banyak, dan turut takbir dan berdoa bersama-sama dan mereka mengharapkan beroleh keberkahan dan kesucian hari itu.”
f. Shalat Gerhana
Beliau SAW bersabda:
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda (kebesaran) Allah SWT. Tidak terjadi gerhana karena kematian seseorang, tidak juga karena kehidupan (kelahiran) seseorang. Apabila kalian mengalaminya (gerhana), maka shalatlah dan berdoalah, sehingga (gerhana itu) berakhir.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
g. Shalat Tarawih
Dari ‘Aisyah Rda., bahwasannya Nabi Muhammad SAW shalat di masjid pada suatu malam. Maka orang-orang kemudian mengikuti shalat beliau. Nabi shalat (lagi di masjid) pada hari berikutnya, jamaah yang mengikuti beliau bertambah banyak. Pada malam ketiga dan keempat, mereka berkumpul (menunggu Rasulullah), namun Rasulullah SAW tidak keluar ke masjid. Pada paginya Nabi SAW bersabda: “Aku mengetahui apa yang kalian kerjakan tadi malam, namun aku tidak keluar karena sesungguhnya aku khawatir bahwa hal (shalat) itu akan difardlukan kepada kalian.” ‘Aisyah Rda. berkata: “Semua itu terjadi dalam bulan Ramadhan.” (HR Imam Muslim)
h. Shalat Tahiyyatul Masjid
Dari Abu Qatadah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian masuk masjid, janganlah duduk sehingga shalat dua raka’at.” (HR Jama’ah Ahli Hadits).
2. Puasa yang biasa diamalkan
Puasa merupakan amalan yang dilakukan umat Islam selain shalat dengan menahan lapar, dahaga, dan hawa nafsu dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Puasa dikategorikan dalam dua macam, yaitu puasa wajib dan puasa sunnah. Puasa wajib yang dilakukan yaitu puasa Ramadhan yang dilakukan setiap bulan Ramadhan tiba dan apabila meninggalkannya akan berdosa. Sedangkan puasa sunah dilakukan pada waktu-waktu tertentu dan hukumnya sunah.
Mekipun hukumnya sunnah, puasa sunnah beguna untuk memperkuat iman kita dan juga sebagai pelengkap atau penyempurna ibadah wajib. Puasa sunnah juga memiliki hal-hal yang harus diperhatikan:
Pertama, boleh berniat puasa sunnah setelah terbit fajar jika belum makan, minum dan selama tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Berbeda dengan puasa wajib maka niatnya harus dilakukan sebelum fajar.Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,“Pada suatu hari, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menemuiku dan bertanya, "Apakah kamu mempunyai makanan?" Kami menjawab, "Tidak ada." Beliau berkata, "Kalau begitu, saya akan berpuasa." Kemudian beliau datang lagi pada hari yang lain dan kami berkata, "Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah berupa Hais (makanan yang terbuat dari kura, samin dan keju)." Maka beliau pun berkata, "Bawalah kemari, sesungguhnya dari tadi pagi tadi aku berpuasa." (HR. Muslim no. 1154).
Kedua, boleh menyempurnakan atau membatalkan puasa sunnah. Dalilnya adalah hadits ‘Aisyah diatas. Puasa sunnah merupakan pilihan bagi seseorang ketika ia ingin memulainya, begitu pula ketika ia ingin meneruskan puasanya. Inilah pendapat dari sekelompok sahabat, pendapat Imam Ahmad, Ishaq, dan selainnya. Akan tetapi mereka semua, termasuk juga Imam Asy Syafi’i bersepakat bahwa disunnahkan untuk tetap menyempurnakan puasa tersebut.
Ada beberapa amalan puasa sunnah yang dianjurkan untuk dilakukan:
1. Puasa Senin Kamis
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa.” (HR. Tirmidzi no. 747. Shahih dilihat dari jalur lainnya).
2. Puasa Daud
Cara melakukan puasa Daud adalah sehari berpuasa dan sehari tidak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Puasa yang paling disukai oleh Allah adalah puasa Nabi Daud. Shalat yang paling disukai Allah adalah Shalat Nabi Daud. Beliau biasa tidur separuh malam, dan bangun pada sepertiganya, dan tidur pada seperenamnya. Beliau biasa berbuka sehari dan berpuasa sehari.” (HR. Bukhari no. 3420 dan Muslim no. 1159)
3. Puasa di Bulan Sya’ban
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan, “Nabi Muhammad SAW tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156). Dalam lafazh Muslim, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya. Namun beliau berpuasa hanya sedikit hari saja.” (HR. Muslim no. 1156)
4. Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164)
5. Puasa di Awal Dzulhijah
Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah)." Para sahabat bertanya: "Tidak pula jihad di jalan Allah?" Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun." (HR. Abu Daud no. 2438, At Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no. 1727, dan Ahmad no. 1968. Shahih).
7. Puasa ‘Arofah
Puasa ‘Arofah ini dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Abu Qotadah Al Anshoriy berkata,
“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa ‘Arofah? Beliau menjawab, ”Puasa ‘Arofah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu” (HR. Muslim no. 1162). Sedangkan untuk orang yang berhaji tidak dianjurkan melaksanakan puasa ‘Arofah. Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berpuasa ketika di Arofah. Ketika itu beliau disuguhkan minuman susu, beliau pun meminumnya.” (HR. Tirmidzi no. 750. Hasan shahih).
8. Puasa ‘Asyura (Muharram)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah - Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163). Rasulullah SAW ditanya tentang shaum pada hari Asyura’ maka beliau bersabda, “ Akan menghapus dosa setahun yang lampau” (HR. Muslim)
Keutamaan puasa ‘Asyura sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Qotadah di atas. Puasa ‘Asyura dilaksanakan pada tanggal 10 Muharram. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertekad di akhir umurnya untuk melaksanakan puasa ‘Asyura tidak bersendirian, namun diikutsertakan dengan puasa pada hari sebelumnya (9 Muharram). Tujuannya adalah untuk menyelisihi puasa ‘Asyura yang dilakukan oleh Ahlul Kitab.
D. Menyederhanakan Urusan Ibadah Mahdhoh
Konsep Ibadah bukanlah sebuah istilah yang perlu untuk disakralkan atau di mutlakkan karena itu hanyalah sebuah bahasa (linguistik), tetapi bukan berarti istilah Ibadah tidak penting. Bagaimanapun istilah Ibadah yang di adopsi dari Arab sebagai bahasa yang mudah di mengerti oleh kaum yang pendidikannya lebih maupun yang kurang untuk lebih dekat kepada Allah Swt. Tidak ada yang pantas untuk disakralkan atau di mutlakkan kebenarannya kecuali Allah swt. Sebagai pribadi berpikir, apalagi kita yang memeluk agama Islam sudah sepatutnya pemahaman makna dari konsep Ibadah di cari dan implikasinya yaitu disiplin dalam menjalankannya yang memang sesuai dengan ruang dan waktu kita.
Kata Ibadah dalam bahasa Arab mempunyai makna yang jauh lebih luas daripada kata service (pelayanan) dalam bahasa Ingris. Ibadah mencakup sekaligus makna patuh sepenuh hati dan menyembahnya. Ia mempunyai pengertian menundukkan sama sekali kehendak pribadi kepada kehendak orang lain; sehingga dengan demikian kata ‘abd berarti budak, yang hidup dan kehendaknya sama sekali berada pada tuan atau majikannya. Islam yang berarti penyerahan diri secara sempurna kepada kehendak Allah dengan sendirinya menuju ke suatu corak perbuatan dan sikap yang di tunjukkan dengan kata Ibadah.[12] Sederhananya Ibadah adalah berserah, berbakti dan tunduk untuk menghambakan diri kepada Allah Swt sesuai dengan tuntunannya.
Ibadah dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu Ibadah mahdhoh dan Ibadah Ghair Madhoh. Ibadah Mahdhoh yaitu ibadah secara langsung dan murni dilakukan antara seseorang dengan Allah Swt atau hubungan secara vertikal hamba dan tuannya yang mutlak kebenarannya. Ibadah Ghair Mahdhoh atau muamalah yaitu hubungan antara sesama manusia. Ibadah mahdhah ketika kita memaknainya hubungan secara langsung antara manusia dengan tuhan sudah ada ketetapannya dalam Al-qur’an dan di operasikan oleh contoh Rasulullah yang tercantumkan dalam As-sunnah.
Tidak Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu (QS. 51, Al-Dzariyat: 56).
Ibadah Mahdhoh berkaitan dengan metode-metode dalam kehidupan yaitu bagaimana cara kita mendekatkan diri kepada Allah Swt dan ibadah dalam golongan tersebut berkaitan dengan ritual yang khas, seperti shalat, puasa, zakat, Haji dan sebagainya. Telah disepakati oleh para ahli (ulama) bahwa untuk melaksanakan ibadah, seorang muslim harus melaksanakannya sesuai dengan perintah Allah dan contoh yang diberikan oleh Rasulullah.
Ibadah Mahdhoh (Murni) lebih banyak merupakan ritual yang kadang kita tidak mengetahui hikmahnya. Namun, demikian ia harus dikerjakan dengan segala ketaatan tanpa mempertanyakan hikmahnya. Di antara ibadah mahdoh itu ada yang berat dan sulit, namun banyak pula yang ringan dan mudah bahkan ada pula yang terkesan remeh dan tidak logis.Namun semua harus dikerjakan, karena ia adalah ujian.[13] Berdasarkan pandangan tersebut ditetapkan kaidah yang berkaitan dengan ibadah khusus, yaitu: semua haram kecuali yang diperintakan Allah atau dicontohkan Rasulullah. Di luar kaidah itu apabila di lakukan, maka ibadah itu dinyatakan tidak sah atau bid’ah. Allah bebas menentukan sendiri bagaimana dan dengan cara apa menguji dan menilai hambanya.
Apakah gerakan-gerakan ritual itu dipahami atau tidak dipahami tetap menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim. Ibadah adalah bukti ketundukkan seseorang kepada Allah dengan cara melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah khusus ditetapkan oleh Allah atau Rasul-Nya, seperti salat, puasa, zakat, dan haji.
Islam penuh dengan kesederhanaan, manusia yang diciptakan sebagai hamba oleh Allah Swt diajarkan bagaimana untuk sederhana dalam segala hal, melaksanakan Ibadah Mahdhoh misalnya. Seperti yang dijelaskan di atas bahwa ada beberapa Ibadah yang di kategorikan sebagai Ibadah Mahdhoh yang menghubungkan langsung antara individu dengan Tuhan. Kadang, ada yang menganggap bahwa ritual-ritual yang ada dalam Islam atau cara beribadahnya umat Islam begitu rumit (conplicated), tetapi bagi umat muslim sendiri tidaklah berat dan sulit untuk melaksanakannya apabila hati dan pikirannya di bumbui dengan rasa ikhlas. Jadi, ritual-ritual yang berkaitan dengan ibadah mahdhoh dapat di laksanakan dengan sesederhanakan mungkin (tidak rumit) demi menunjang kebutuhan lain dapat tercapai.
a. Menjaga keseimbangan
Ibadah yang dilakukan oleh seorang mukmin adalah ibadah yang disertai dengan keseimbangan antara harap dan takut. Ia bukan ibadah yang menghinakan, karena tuhan yang disembahnya tidak pernah memperbudaknya. Tuhan yang disembahnya adalah tuhan yang mencintainya dan mengangkat derajatnya. Semakin tunduk di hadapan – Nya, semakin tinggi derajatnyadi hadapan tuhan dan dihadapan sesama manusia. Ia menundukkan diri dihadapan Allah dengan kesadaran dan cinta karena bersyukur atas nikmat-Nya dan kagum terhadap keagungan-Nya. Tuhan yang disembahnya adalah tuhan yang telah menciptakannya dengan penuh kasih sayang, memeliharanya dengan penuh kasih sayang, mendidiknya dengan penuh kasih sayang, menegurnya dengan penuh kasih sayang, bahkan kalau terpaksa menghukumnya dengan penuh kasih sayang. Dalam waktu yang sama, cinta Allah kepadanya dan cintanya kepada Allah membuat dirinya takut, kalau ibadah-ibadah belum pantas, kalau-kalau tidak diterima. Jangan-jangan cintanya dicabut. Namun rasa takut ini tidak menimbulkan keputus-asaan, karena Tuhannya selalu memberi harapan, tak pernah mengingkari janji, menutupi kekuarangan-kekurangannya, dan mengampuni dosa-dosanya.
“Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. (Quraisy (106): 3-4)
Bagi yang tidak mengerti Islam, khsusnya ibadah secara benar dan utuh, akan merasakan enggan masuk islam, karena ia membayangkan bahwa ia tidak bisa hidup wajar. Tidak mungkin katanya, menjadikan seluruh hidupnya sebagai ibadah. Persepsi yang keliru itu akan segera sirna manakala ia mendengar bahwa dalam islam, perbuatan yang menyenagkan seperti makan, minum, istrahat dan menikah pun bisa jadi ibadah.[14]
Dari Abdullah bin Umar Ra.: “Nabi SAW bertanya: ‘Apakah kamu berpuasa sepanjang siang?’ Aku menjawab: ’Ya.’ Beliau bertanya lagi: ‘Dan kamu shalat sepanjang malam?’ Aku menjawab: ’Ya.’ Beliau bersabda: ’Tetapi aku puasa dan berbuka, aku shalat tapi juga tidur, aku juga menikah, barang siapa tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku’.” (HR Bukhari dan Muslim)
”Hadits terakhir ini menunjukkan bahwa shalat sunnah bisa dilakukan dengan jumlah raka’at yang tidak dibatasi, namun makruh dilakukan sepanjang malam, karena Nabi sendiri tidak menganjurkannnya demikian. Ada waktu untuk istirahat dan untuk istri/suami.”
b. Agar Tidak Kalah Dengan Umat Lain
Istilah-istilah kalah menang identik dengan akan adanya kompitisi, karena mau tidak mau kehidupan dunia penuh dengan persaingan dan itu tidak dapat kita ingkari. Individu dan yang lebih luas cakupannya (kelompok dan negara-bangsa) dalam persaingan penuh dengan intrik-intrik jahat untuk menang. Akan tetapi hal tersebut bukanlah yang dimaksud dan diharapkan oleh agama islam. Islam ada untuk memberikan petunjuk kepada manusia untuk berbijaksana dalam kebijakan demi terjalinnya hubungan harmonis antara individu dengan Allah maupun antara sesama manusia dan manusia terhadap lingkungan disekitarnya. Islam penuh dengan kebaikan jika di manpaatkan sebaik mungkin dan insaallah dapat memenuhi kebutuhan jiwa. Merasa paling benar dalam konteks beragama adalah sesuatu yang wajar, tetapi sifat plural harus mengiringinya.
Islam telah mengajarkan manusia (umat muslim) dalam beribadah dapat di lakukan sesederhana mungkin, tergantung bagaimana seorang individu melaksanakannya dan saya kira setiap kepercayaan mempunyai kelebihan masing-masing. Akan tetapi secara otomatis, Islam sendiri yang kita yakini mempunyai kelebihan atau ciri khas tersendiri dibandingkan dengan agama lain, misalnya dalam melaksanakan puasa dan berbicara masalah Teologi.
[1] Tugas AIK III ini dikerjakan oleh kelompok 2 dari Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas FISIP UMM, yang beranggotakan 4 orang: Muh. Jusrianto (201010360311006), Faris Muhammad Fahlevi (201010360311062), Imam Akbarsyah (201010360311122), dan Koento Wijanarko (201010360311110).
[2] Baca lebih lanjut, Drs. Moh. Rifa’i, 1976, “Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang., Hal. 88-89.
[3] Ibid,. Hal. 90.
[4] (QS Al-Jaatsiyah ayat 20)
[5] Allamah Muhammad, Mengungkap Rahasia Al-Qur’an, Mizan: Bandung, 1989, hal. 21
[6] Muhammad Makhdlori, Keajaiban Membaca Al-Qur’an: Mengurai Kemukjizatan Fadhilah Membaca Al-Qur’an Terhadap Kesuksesan Anda, DIVA Press: Jogjakarta, 2007, hal 24-26
[7] http://makassar.tribunnews.com/2012/07/31/pedoman-membaca-alquran
[8] http://ddiijakarta.or.id/index.php/buletin/buletin-mei2012/234-2-kunci-alquran.html
[9] Shalat menurut bahasa, doa. Ada yang berkata, shalat itu bermakna doa, ta’zim, rahmat, berkat dan bermakna fuji . Rumah tempat sembahyang orang yahudi pun dinamai shalat. Menurut syara’, Shalat ialah hubungan antara hamba dengan tuhannya. Dinamai ibadah ini shalat, adalah karena dia melengkapi doa. Karena itulah membaca doa untuk Nabi dinamai shalat (shalawat). Lihat lebih lanjut, Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2000, “Kuliah Ibadah: Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum dan Hikmah”, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra., Hal. 130.
[10] Ibid., Hal. 132
[11] Baca lebih lanjut, Drs. Moh. Rifa’i, 1976, “Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang., Hal. 80-124.
[12] Baca lebih lanjut, Khalifah Abdul Hakim, 1986, “Hidup Yang Islami: Menyeharikan pemikiran Transedental (Akidah danUbudiyah), Jakarta: Cv. Rajawali., Hal.159
[13] Lihat, Jasiman, LC, 2011, “ Mengenal dan Memahami Islam, Solo: Era Adicitra Intermedia,.Hal. 323-324
[14] Lihat, Jasiman, LC, 2011, “ Mengenal dan Memahami Islam, Solo: Era Adicitra Intermedia,.Hal. 318-320
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Abdul Hakim, Khalifah.1986. “Hidup Yang Islami: Menyeharikan pemikiran Transedental (Akidah danUbudiyah)”. Jakarta: Cv. Rajawali.
Allamah, Muhammad. 1989. “Mengungkap Rahasia Al-Qur’an”. Bandung: Mizan
Fadhilah Membaca Al-Qur’an Terhadap Kesuksesan Anda”. Jogjakarta: DIVA Press.
Jasiman. 2011. “ Mengenal dan Memahami Islam”. Solo: Era Adicitra Intermedia.
Makhdlori, Muhammad, 2007. “Keajaiban Membaca Al-Qur’an: Mengurai Kemukjizatan”. Bandung: Mizan.
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Teungku. 2000. “Kuliah Ibadah: Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum dan Hikmah”. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
Rifa’i, Muhammad. 1976. “Risalah Tuntunan Shalat Lengkap”. Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang.
Al-Qur’an:
QS Al-Jaatsiyah ayat 20
0 komentar:
Post a Comment