Cinta: Tersiksa Tanpa Duga


Cinta...Cinta...Cinta...istilah “Cinta” ini bukanlah merujuk pada sebuah nama Dian Sastro di Film AADC tetapi Cinta...Cinta...Cinta yang coba ditulis dalam cerita ini adalah kisah cinta seorang anak muda. Tidak apalah anak muda itu diberikan inisial “Mori”[1], sebuah nama yang memiliki landasan filosofis dan historis. Menyebut “Mori” sungguh aneh karena tidak familiar tapi bukan masalah karena persoalan dasar yang perlu diuraikan adalah esensi maksud dari untaian-untain tulisan ini: ”Kisah Cinta Mori”.
Kisah cinta Mori sungguh sangat disayangkan, nasib cinta yang telah dan ingin dipertahankan dan diperjuangkan berkata lain. Jalinan hubungan asmaranya bersama sesosok perempuan berjalan singkat...singkat sekali...sungguh sangat pendek, tapi apalah daya nasib telah mengingkari kehendak. Ingin bertahan dalam kurun waktu lama, jikalau bisa si perempuan dapat menjadi pendamping hidup si Mori sampai akhir hayat. Berjuang bersama menghadapi dan melalui manis pahit sebuah kehidupan, merasakan romantsime sepasang kekasih dan menggapai cita-cita yang seringkali menjadi bahan perbincangan diantara mereka berdua.
Mori yang malang...dipercaya malang sekali nasibmu, bukan menghina tetapi begitulah adanya. Rasa yang datang padamu bukan lagi bahagia dan senang, sebelumnya kebahagian dan berbangga diri telah kau dengungkan karena berhasil menjalin hubungan asmara. Jalinan hubungan yang kau awali tanpa mengetahui secara benar dan mendalam, siapakah sebenarnya si perempuan itu?, dan kau meyakini dialah purnama yang baik, mulia dan membanggakan, kemudian kau berbaik hati kepadanya dengan keyakinan mengeluarkan untaian cinta. Mori yang malang, lihatlah dan rasakan keyakinanmu itu dulu, apa yang sebelumnya kau pikirkan dan rasakan telah tiada dengan kondisimu saat ini.
Berhari-hari pergolakan pikiran dan pergolakan hati telah menemani hari-harimu. Kepahitan, rasa sakit yang mendalam, resah-gelisah dan pusing minta ampun yang kau rasakan. Bukannya sebelumnya kau pernah juga mengalami sadisnya sebuah konskwensi cinta tetapi ternyata kondisi yang satu ini beda soal, harapan dan kepercayaanmu pada si perempuan itu terlalu besar sehingga kau telah berada pada gundah gulana sangat parah. Oh Mori...mengapa nasib cintamu begitu menyedihkan, sampai-sampai proses berpikirmu dalam melakukan hal lain terhambat. Harusnya kau bisa menjalankan aktivitas dan mengejar cita-citamu dengan sedikit beban pikiran tetapi “Cinta” telah mengantarkanmu ke kondisi sangat memperihatinkan – “Mori Di Ujung Tanduk”. Mori...meski cintamu rasanya dipermainkan dan ditinggalkan begitu saja tanpa sebab yang jelas, tidaklah bijak jika engkau menyalahkan si perempuan itu. Inilah sepercik kisah cinta Mori – “Cinta: Tersiksa Tanpa Duga”.
Kalibata, 10 Mei 2016






[1] Nenek Mori adalah julukan salah satu puncak gunung tertinggi di Sulawesi (3410 MDPL) yang berada pada lingkaran 7 (tujuh) puncak Latimojong. Makna filosofisnya adalah merendah untuk menjadi – “ex: morikayya”, sedangkan historinya adalah terduga sebagai nenek moyang pertama masyrakat di desa Latimojong.

1 komentar:

 

My Profil

My photo
Batu Bolong, Makassar/Sulsel, Indonesia
Someone on the photo is independent writer in this blog namely Muhammad Jusrianto from Latimojong, Enrekang, South Celebes, Indonesia. Latimojong is one of the deepest areas which has the highest mountain in Celebes island, named as Latimojong Mountain. Although spending time and growing in underdeveloped area, he has a great spirit to attend higher education. He spent four years, from 2010 to 2014, to finish his study International Relations Department of University of Muhammadiyah Malang in Malang, East Java. After completing an undergraduate degree, he decided to closely keep in touch with English for preparing himself to attend master degree abroad, whereas running the responsibilities in The Institution of Tourism and Environmentalist at HMI. Now he is a IELTS tutor in Insancita Bangsa Foundation and a director of Information and Communication in LEPPAMI HMI.

Popular Posts

Musik

Video