RASIONALISASI MUNCULNYA KOTAK KOSONG DI PEMILU ENREKANG [1]



K.O.T.A.K K.O.S.O.N.G, istilah ini menjadi populer dua tahun terakhir ini di Indonesia sejak diberlakukannya pemilihan serentak ditingkatan daerah (provensi, kabupaten dan kota). Mau tidak mau, harus diakui bahwa lahir dan hidupnya Kotak Kosong dalam pemilihan umum adalah sebuah fenomena demokrasi yang tidak dapat dielakkan di Tanah Air. Di pemilihan serantak di 2017, sebanyak 9 calon kepala daerah yang melawan Kotak Kosong, dan jumlah tersebut meningkat pada pemilihan serentak tahun ini dengan 13 kabupaten/ kota yang hanya memiliki satu kandidat kepada daerah. Fenomena tersebut menjadi objek perdebatan yang sengit di kalangan masyarakat Indonesia khususnya dikalangan masyarakat Massenrempulu atas “Munculnya Kotak Kosong di Pemilu Enrekang”. Generasi Muda Massenrempulu yang tergabung dalam Group WA, telah terbagi dua antara kelompok pro dan kontra atas fenomena baru yang lahir dalam sistem demokrasi modern. Tentunya masing-masing diantara mereka memiliki persepsi sendiri sehingga menentukan keberpihakan antara mendukung atau melawan eksisnya kotak kosong di Tana Rigalla Tana Riabbusungi.
Namun, salah satu hal yang paling menarik untuk didiskusikan dalam konteks ini adalah apa yang menjadi landasan utama atas ketiadaan tokoh-tokoh Massenrempulu berani untuk maju dalam kontestasi atau vis-to-vis dengan Muslimin Bando – incumbent – “didampingi Asman sebagai wakilnya. Berdasarkan percakapan di Group WA Generasi Baru Maspul, entah itu guyonan atau bukan, ternyata terdapat golongan yang menyayangkan dan kecewa atas munculnya Kotak Kosong Vs Muslimin-Asman, atau Muslimin-Asman Vs Kotak Kosong. Padahal sebenarnya tokoh-tokoh Maspul dari waktu ke waktu semakin meningkat baik dikalangan akademisi, politik maupun ekonomi. Ada yang berpendapat bahwa “Nyali atau Keberanian” menjadi dasar untuk melangkah maju kedepan. Misalnya, incumben yang dulunya seorang guru berani maju meskipun kalah pada waktu pertama kali mengikuti Pemilu di 2008, dan maju lagi pada 2013 yang kemudian berhasil memenangkan pertarungan, bahkan fenomena di pemilu kali ini Kotak Kosong telah berhasil dibuatnya. Masa!!! Massenrempulu yang dari waktu ke waktu, tokoh-tokohnya semakin meningkat baik dari kalangan akademisi, ekonom dan politikus yang tersebar di seantaro nusantara, masa tidak punya nyali. Kira-kira seperti itu, yang kemudian sungguh disayangkan.
Bisa saja bukan karena persoalan “Nyali” tapi kalkulasi politik, tidak memungkinkan para tokoh Maspul memberanikan diri untuk maju. Sebuah kalkulasi yang memaksakan mereka untuk mengurungkan niat dalam merebut dan mendapatkan kekuasaan. Pertama, mengasumsikan petahana yang semakin kuat mendapat dukungan dari masyarakat atas kinerjanya selama satu periode berjalan. Kedua, mungkin juga karena persoalan cost-politic yang kurang atau kalah jauh dari persiapan dana Muslimin-Asman. Ketiga, kader partai-partai politik di Enrekang tidak ada yang memiliki kapasitas yang memumpuni untuk berkompetisi – “krisis kader”. Keempat, tidak adanya kendaraan politik yang mendukung mereka yang sebelumnya memiliki niat bertarung. Poin terakhir ini yang menjadi pembahasan sengit dikalangan Generasi Baru Maspul. Ada beberapa diantara mereka yang menganggap bahwa tingginya mahar untuk mendapatkan dukungan dari partai, sedangkan mayoritas partai telah merapatkan barisan untuk mendukung petahana yang dianggap memiliki banyak dana, jadi muncul pertanyaan apakah memang incumben telah memiliki dana yang tidak ber-digit.
Jika ditelisik lebih dalam lagi tentang pertanyaan yang muncul diatas, apakah partai-partai lebih mengutamakan dana dibandingkan dengan kualitas sebuah kandidat. Pastinya masih diragukan, karena bicara soal dasar konsepsi politik adalah seni berpolitik – “the art of politic”. Artinya, Muslimin-Asman telah berhasil memainkan seni berpolitik yang jitu untuk menarik partai-partai diantaranya Golkar, PAN, Nasdem, Gerindra, Demokrat, Hanura, dan PDIP untuk remain-ramai memberikan dukungan kepada pasangan tersebut. Jadi, persepsi ini yang kemudian menjadi kausal para tokoh-tokoh Maspul yang sebelumnya memiliki niatan untuk maju dalam pertarungan telah kalah dalam menunjukkan taring bermanuvernya agar partai politik dapat mengusung mereka. Sehingga beberapa kondisi-kondisi diatas telah mengantarkan Pemilu di Enrekang hanya satu kandidat yang kemudian pada akhirnya K.O.T.A.K K.O.S.O.N.G muncul, yang menandakan Petahana memiliki peluang yang sangat-sangat besar kembali melanjutkan pemerintahan selama lima tahun ke depan, periode 2018-2023.






0 komentar:

Post a Comment

 

My Profil

My photo
Batu Bolong, Makassar/Sulsel, Indonesia
Someone on the photo is independent writer in this blog namely Muhammad Jusrianto from Latimojong, Enrekang, South Celebes, Indonesia. Latimojong is one of the deepest areas which has the highest mountain in Celebes island, named as Latimojong Mountain. Although spending time and growing in underdeveloped area, he has a great spirit to attend higher education. He spent four years, from 2010 to 2014, to finish his study International Relations Department of University of Muhammadiyah Malang in Malang, East Java. After completing an undergraduate degree, he decided to closely keep in touch with English for preparing himself to attend master degree abroad, whereas running the responsibilities in The Institution of Tourism and Environmentalist at HMI. Now he is a IELTS tutor in Insancita Bangsa Foundation and a director of Information and Communication in LEPPAMI HMI.

Popular Posts

Musik

Video