KONSKWENSI "KITA"

Puncak Gunung memberikan ruang dan waktu menikmati estetika cakrawala alam, keindahan tiada tara dan di situ kita mencari dan diajarkan hakikat kehidupan. Begitupun dengan rumah yang kita tempati saat ini yaitu rumah Insan Cita. Dirumah ini, Insan Cita, bayak hal yang didapatkan baik yang dicari maupun yang datang dengan sendirinya. Hal yang paling berarti dan indah diajarkan dan didapatkan oleh kita, insan-insan yang berproses dan belajar adalah makna sebuah kehidupan. Secara subjektif terdapat tiga hal asumsi hakikat hidup yang lahir dari interpretasi sebagai refleksi selama ini berhimpun di rumah Insan Cita: (1) Pengalaman dalam lingkaran Himpunan; (2) Wawasan dalam bingkai tri-komitmen HMI; (3) Persahabatan dan Kekeluargaan.
Pertama, Rumah Insan Cita mengajarkan dan memberikan pengalaman yang sangat berharga dan tak pernah terlupakan. Suka duka selama 4 (empat) tahun terakhir sebagai besar bermuara di rumah insan cita. Berdiskusi, bermain dan membagi canda tawa bermuara di rumah ini, bersama senior-bersama teman sebaya-bersama junior. Ketiga, Rumah Insan Cita sebagai tempat mengasah potensi dengan dialektika dan dinamika yang dinamis dan konstruktif. Penggemblengan dan penggodogan tri komitmen HMI yaitu Ke-Islaman, Ke-Intelektualan dan Ke-Indonesian telah di dapatkan. Kualitas yang ada saat ini tidak lain jasa dari Rumah Insan Cita (Semua yang pernah di Rumah Insan Cita). Keempat, Rumah Insan Cita telah menghimpun wajah-wajah baru dan dapat mencerahkan hati dan pikiran. Wajah-wajah baru yang berhimpun menjadi sahabat dan keluarga tanpa melihat bahasa, daerah dan suku - "kita adalah KITA yang satu". Keyakinanpun timbul bahwa apa yang dirasakan juga dirasakan bagi kawan seperjuangan di rumah Insan Cita.
Bangunan hakikat kehidupan yang diberikan dan diajarkan di Rumah Insan Cita yang sudah menjadi tradisi dalam hal ini adalah keutuhan persahabatan/ kekeluargaan serta integritas institusi dapat hancur sekejab karena persoalan politik. Dimana kecenderungan dunia politik membawa dan meningkatkan tensi individu ke arah interest. Dalam rangka mecapai dan mewujudkan kepentigan sebuah insan maka ambisi, egosentristik dan arogansi serta meniadakan hak sesama manusia akan lahir dan kuat tanpa memperhatikan harga diri. Redaksional tersebut berlaku bagi insa-insan tak sadar dan hanya mempelajari sosial-politik secara teoritis tanpa memperhatikan etika politik, etika organisasi - "aturan main organisasi".
Beberapa insan yang berhimpun di rumah Insan Cita telah meniadakan dan melanggar aturan main organisasi dan secara otomatis masuk dalam paragraf sebelumnya yang berkonotasi negatif. Hal tersebut dibuktikan pada masa momentum politik datang yaitu PEMIRA UMM pada bulan lalu, Juni 2014. Oknum-oknum yang bermain dengan cari non-etik pada Pemira kemarin adalah insan-insan yang perlu mendapatkan pendidikan politik yang lebih masif. Inilah kekurangan Insan Cita dalam menggembleng mereka ataukah sudah ada penggodogan tetapi mereka tidak "Tau Diri" dan menutup mata serta hati. Wacana klasik muncul dengan melihat penomena kemarin yaitu oknum-oknum seperti itu dalam Insan Cita penghancur Insan Cita dan bangsa kedepan. "Mau di kata dengan cara-cara yang mengganggu integritas isntitusi".
Penomena kemarin mau tidak mau menjadi refleksi bagi insan-insan dan rumah Insan Cita memperbaiki sistem pengajaran yang lebih baik demi mencapai misi suci Insan Cita. Misi suci untuk institusi serta umat dan bangsa. Dan alangkah baiknya oknum-oknum yang terlanjur mengotori tangan dirapatkan dan dikembalikan pada misis sacre.

0 komentar:

Post a Comment

 

My Profil

My photo
Batu Bolong, Makassar/Sulsel, Indonesia
Someone on the photo is independent writer in this blog namely Muhammad Jusrianto from Latimojong, Enrekang, South Celebes, Indonesia. Latimojong is one of the deepest areas which has the highest mountain in Celebes island, named as Latimojong Mountain. Although spending time and growing in underdeveloped area, he has a great spirit to attend higher education. He spent four years, from 2010 to 2014, to finish his study International Relations Department of University of Muhammadiyah Malang in Malang, East Java. After completing an undergraduate degree, he decided to closely keep in touch with English for preparing himself to attend master degree abroad, whereas running the responsibilities in The Institution of Tourism and Environmentalist at HMI. Now he is a IELTS tutor in Insancita Bangsa Foundation and a director of Information and Communication in LEPPAMI HMI.

Popular Posts

Musik

Video